23.

382 91 14
                                    

Kediaman Keluarga Park

Hae-jin diam dengan tangan yang sejak tadi hanya mengaduk-aduk makanan di depannya. Tn. Park yang sadar menegur dengan berdeham. "Ehem... Apa ada hal yang membuat mu memikirkannya, Jin-na?" Tanya Tn. Park sambil minum air.

"Ne? A-aniyo." Hae-jin gelagapan.

"Benarkah?"

"Ada sesuatu yang aku pikirkan, Appa. Namun aku ragu, apakah appa akan menerimanya?"

"Apa yang harus aku terima?"

"Ehm... Begini..." Hae-jin mendekatkan diri pada meja makan. Mencoba mencari posisi nyaman. "Aku semalam bermimpi..."

"Mimpi? Mimpi apa?"

"Aku menemukan Shin-hye, tapi..."

Tn. Park menghentikan makannya. "Tapi?"

"Ehm... Dia sudah memiliki seorang putra."

"Putra? Cucuku? Lalu bagaimana suaminya? Apa pekerjaan suaminya? Berapa umur putranya?"

"Di-dia... Hamil diluar nikah..."

"Mwo? Yya!" Tok! Tn. Park memukul kening Hae-jin dengan sendok. "Kau ini benar-benar! Dia itu adikmu! Dasar. Bagaimana bisa kau berpikiran kotor seperti itu? Eoh?" Tn. Park berdiri. "Aish, jinja... Aigoo..." Lalu pergi meninggalkan Hae-jin yang meringis kesakitan.

"Sudah ku duga ini tidak mudah. Bahkan saat aku bahas ini adalah mimpi, aku dikatai memikirkan hal kotor. Bagaimana jika aku bilang kalau aku mimpi Jung-shin menjadi banci? Apa aku akan dikatai memiliki kelainan?"

Sementara itu, Tn. Park diam memikirkan yang baru saja dibilang Hae-jin. Jika itu yang terjadi saat ini, apa dia bisa menerima Shin-hye dan cucunya? Dia membuang nafas panjang. "Aku harus menyiapkan diri dengan sungguh-sungguh."

🍃🍃🍃

SMA JYH

Pulang sekolah, Shin-hwa menunggu Shin-hye di gerbang sekolah. "Kenapa tidak keluar?" Shin-hwa mengambil ponsel, tiba-tiba seseorang datang padanya.

"Park Shin-hwa?" Namja dengan stelan jas warna navy menghampirinya dengan senyum seakan sudah saling kenal.

"Nde... Nuguseyo?"

"Aku teman eomma mu. Dia minta tolong padaku untuk menjemput mu."

"Benarkah?" Sedikit curiga tapi karena dia teman eommanya, Shin-hwa mencoba percaya. Karena Eommanya memiliki banyak teman yang dirinya juga tidak tahu.

Namja itu mengangguk. "Ayo... Kau sudah makan? Eomma mu bilang untuk menunggu di salah satu cafe dekat sini. Dia akan menyusul." Shin-hwa ikut jalan membuntuti namja tadi.

Mereka berjalan cukup jauh hingga sampai di cafe. Mereka masuk dan duduk di salah satu meja. "Mau minum apa?" Tanya namja itu.

"Tidak perlu, ahjussi. Saya menunggu eomma datang dulu baru memesan." Shin-hwa melihat sekeliling. Kosong? Apa ada cafe yang sekosong ini?

"Begitu? Kalau begitu pesankan untuk eomma mu juga saja." Shin-hwa menurut.

"Americano 2."

"Aku ikut saja. Americano 3." Pelaya menulis pesanan lalu pergi. Namja itu meraba saku seakan kehilangan sesuatu. "Ah... Ponselku? Dimana ya?"

The Killer MotherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang