47.

373 86 10
                                    

Doorrr!

Suara tembakan itu mendenging begitu keras. Shin-hye memejamkan mata. Apa aku sudah mati? Tapi kenapa tidak sakit?

Shin-hye membuka mata dan dilihat Jong-suk berdiri di depannya. "Jongsuk-a!" Teriak Shin-hye.

Jong-suk melindungi Shin-hye dengan tubuhnya agar peluru tidak mengenainya. "Gwencana?"

"Kau gila? Bagaimana bisa kau bicara seperti itu?" Air mata Shin-hye menggenang.

"Uhuk... Melihat... Kau marah-marah... Sepertinya kau baik-baik. Syukurla-" Jong-suk ambruk di depan Shin-hye.

"Lee Jong-suk!!!"

"Dasar anak tidak berguna. Karena cinta dia menjadi lemah seperti itu." Jong-gun menggarukkan pistol ke kepalanya yang tidak gatal.

"Kau gila! Dia anakmu sendiri! Kau seharusnya merasa bersalah, keparat!"

"Kenapa aku harus seperti itu?"

"Dasar iblis!" Air mata Shin-hye benar-benar mengalir sekarang.

"Lebih baik kau diam, perempuan. Sekarang giliranmu." Jong-gun mengarahkan pistol ke kepala Shin-hye.

"Dalam mimpimu!" Sebuah tendangan mengenai tangan Jong-gun hingga pistol terlepas. Tendengan kedua mengenai tubuh Jong-gun hingga dia terlempar jauh.

"Eomma gwencana?" Dua namja dengan kuda-kuda berdiri melindungi Shin-hye. Shin-hwa melepaskan ikatan tangan Shin-hye lalu mereka berpelukan.

"Maaf mengganggu reuni yang manis tapi bisa bantu aku disini? Mereka terlalu banyak." Yong-hwa yang sudah maju melawan para anak buah Jong-gun.

"Mian." Jawab Shin-hye cepat. Lalu mereka ikut melawan bersama Yong-hwa. Dalam waktu sekejap semuanya tumbang. Shin-hye berlari menghampiri Jong-suk. "Jongsuk-a." Air mata Shin-hye mengalir. Kepala Jong-suk dipangku Shin-hye. "Mianhae... Ini semua salahku."

"Wae? Ini bukan salahmu. Ini salahku. Aku yang harusnya meminta maaf. Maafkan aku, Shin-ah..." Darah terus mengalir dari luka tembakan di perut Jong-suk. Shin-hye berusaha keras agar darah itu berhenti dengan menutupnya dengan tangannya. "Hentikan, Shin-ah. Itu tidak berguna lagi sekarang."

"Ani. Kau harus bertahan. Bicaralah denganku terus menerus. Jangan diam. Arraseo." Jong-suk tersenyum.

"Kau tau? Aku senang sekali bisa kau pangku seperti ini. Dulu aku pernah bermimpi. Kau dan aku hidup bersama. Memiliki anak. Sedang piknik di bukit yang indah. Hanya kau, aku dan anak kita." Yong-hwa dan Shin-hwa hanya menatap adegan itu. "Saat itu aku tidak ingin terbangun dari mimpi indah itu. Aku sangat bahagia." Shin-hye semakin menjadi dalam tangisannya. "Yya... Jangan menangis seperti ini. Kau jelek saat menangis."

"Mianhae... Jinja mianhae..."

"Sudah kubilang ini bukan salahmu."

"Ani. Ini semua salahku."

Disisi lain, Jong-gun yang sadar berusaha untuk lari. Namun Shin-hwa menyadari hal itu dan menghadang Jong-gun. "Anda mau kemana?"

"Anak ingusan! Menyingkir!"

"Anda harus bertanggung jawab atas apa yang terjadi." Yong-hwa ikut menghadang. Jong-gun yang terdesak mencoba melawan.

Namun dengan sigap, Shin-hwa dan Yong-hwa menendang secara bersamaan tubuh Jong-gun hingga terpental ke belakang dan menabrak dinding bata yang belum jadi hingga runtuh dan terkubur disana.

"Wuah... Kau melakukannya dengan baik." Puji Yong-hwa.

"Itu tidak penting sekarang." Sela Shin-hwa sambil menghubungi polisi dan ambulan.

The Killer MotherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang