18.

369 83 6
                                    

Keesokan harinya

SMA JYH

"Mau sampai kapan kita akan menunggu orang tua Lee Shin-ji, kepala sekolah?" Soo-jung tidak sabar.

"Bersabarlah sebentar lagi, Jung Soojung-shi. Mungkin sedang macet." Kepala sekolah mencoba menenangkan.

"Macet? Kau bodoh atau apa? Ini hampir istirahat makan siang tapi batang hidungnya masih belum muncul. Yang dilakukan terhadap adikku, dia harus bertanggung jawab." Soo-jung melipat kedua tangannya.

"Soojung-a, tidak perlu emosi seperti itu. Ini bisa diselesaikan dengan baik." Yong-hwa masih tenang duduk di samping Soo-jung.

"Oppa, bagaimana bisa oppa santai seperti ini sementara adik kita dirawat di rumah sakit, eoh?"

"Apa kau baru mengenal adikmu selama satu dua hari? Jika dia dipukul pasti ada alasannya. Jadi bersabarlah dulu." Soo-jung diam. Benar bahwa memang adiknya nakal dan suka membuat onar. Tapi dia tetaplah adiknya walau dari ibu yang berbeda.

"Maaf, Gamdog-nim. Boleh saya memberikan usul?" Min-hyuk mulai bicara.

"Nde, Kang Sansenim." Yong-hwa mempersilahkan.

"Karena anda sebagai direktur pastinya sibuk dan saya ucapkan banyak terima kasih karena mau menjadi wali dari Ji Soo. Saran saya, akan lebih baik jika mereka berdua diberikan hukuman untuk menulis permintaan maaf sebanyak 100 lebar di kertas 4A. Jika orang tua dari Lee Shin-ji sudah tiba, kami dari pihak sekolah akan memberikan bimbingan konseling kepada orang tua serta Shin-ji sendiri." Jelas Min-hyuk. "Jadi anda dan Soojung-shi bisa melanjutkan aktivitas seperti biasa." Tambahnya.

"Ehm... Aku rasa itu saran yang bagus." Yong-hwa setuju. "Dan lagi kita harus menjemput Abeoji dari bandara hari ini." Soo-jung hanya mengangguk.

"Presdir akan pulang?" Tanya kepala sekolah.

"Nde." Jawab Yong-hwa singkat.

"Boleh saya ikut menjemputnya?"

"Bagaimana kalau orang tua siswa nanti tiba?" Tanya Soo-jung.

"Ah... Kang Sansenim bisa menanganinya dengan baik."

"Saya rasa tidak perlu. Anda kepala sekolah, jadi akan lebih baik anda tetap di sekolah. Dan lagi agar masalah ini segera selesai." Sela Yong-hwa.

"Ah nde. Hati-hati di jalan, Gamdog-nim. Sampaikan salam saya kepada presdir." Kepala sekolah menunduk hormat.

"Nde. Kalau begitu kami pamit dulu." Yong-hwa dan Soo-jung juga memberikan hormat lalu pergi. "Kau tunggu di mobil dulu biar aku melihat Ji Soo sebentar." Soo-jung mengangguk.

Sementara itu di ruang konseling...

"Kalian paham?" Tanya Min-hyuk setelah menjelaskan hukuman Ji Soo dan Shin-hye. Tidak ada yang menjawab dari keduanya. Keduanya duduk berdamping namun memandang arah yang berlawanan. "Kalian kenapa lagi?" Lagi-lagi tidak ada jawaban. "Apa kalian sedang berkencan dan saat ini kalian bertengkar?"

"TIDAK MUNGKIN." Keduanya kompak menjawab.

"Oho... Lihat ini. Kalian menjawab dengan baik dan kompak tapi kenapa tadi diam saja?" Lagi-lagi Shin-hye dan Ji Soo diam. "Ah... Ini tidak akan cepat selesai. Baiklah, aku masih ada urusan. Kalian cepat selesai ini. Arraseo?" Min-hyuk berdiri.

"Nde." Keduanya akhirnya bicara.

"Bagus. Kerjakan dengan tekun." Min-hyuk pergi. Di depan pintu terdengar suara Min-hyuk berbincang dengan seseorang. "Gamdog-nim? Anda ingin menjenguk Ji Soo?"

"Nde. Tadi saya nyasar saat akan ke sini. Jadi sedikit lama." Shin-hye berdiri setelah mendengar suara Yong-hwa. Dia panik.

"Ottoke? Ottoke? Ottoke?" Shin-hye panik tak karuan. Dia memutuskan untuk bersembunyi di bawah meja.

"Yya... Kau kenapa?" Ji Soo kebingungan. Saat Shin-hye akan menjawab, Yong-hwa masuk.

"Soo-ya?" Panggilnya.

"Hyungnim? Kenapa anda datang?" Ji Soo berdiri dan menghampiri Yong-hwa di depan pintu.

"Hanya untuk melihat saja. Ngomong-ngomong dimana siswa yang memukul Soo-chan?" Ji Soo melirik bawah meja tempat Shin-hye bersembunyi.

"Ah, dia? Dia sedang ke kamar mandi."

"Begitu?" Ponsel Yong-hwa berdering. Yong-hwa hanya melihat di layar ponsel lalu memasukkannya kembali ke saku. "Aku tidak bisa lama jadi aku pergi dulu. Kau semangat mengerjakan hukuman." Yong-hwa mengacak-acak rambut Ji Soo.

"Nde. Hati-hati, hyungnim. Juga... Terimakasih sudah mau menjadi walu saya."

"Tidak perlu berterima kasih. Aku pergi." Yong-hwa melambaikan tangannya.

"Kau bisa keluar. Dia sudah pergi." Tidak ada jawaban. "Yya... Lee Shin-ji. Kau tuli?" Ji Soo menghampiri meja tempat persembunyian Shin-hye. Dilihatnya Shin-hye diam dengan pandangan kosong.

Ji Soo menyentuh dan menggoyang-goyang tubuh Shin-hye. Shin-hye menatap Ji Soo lalu mendorongnya dan menindihinya. Tangannya mengepal dan bersiap memukul Ji Soo.

"Yya... Yya... Yya... Ini aku Ji Soo." Seketika Shin-hye menghentikan pukulannya.

"Kau membuatku terkejut. Dasar." Shin-hye melempar genggaman krah Ji Soo.

"Hah! Aku membuat mu terkejut? Kau yang membuat ku takut. Arra!" Ji Soo langsung bangun.

"Dia sudah pergi?"

"Sejak tadi. Tapi kenapa kau tadi diam saja? Padahal aku sudah memanggilmu."

"Hanya memikirkan sesuatu."

"Sesuatu? Apa itu?"

"Kenapa kau penasaran sekali? Lebih baik segera selesaikan hukumanmu. Dan jangan ganggu aku."

"Aku sama sekali tidak penasaran. Lagipula aku juga tidak ingin mengganggumu. Arra!" Keduanya diam.

"Kau ada acara setelah hukuman?"

"Tentu saja pulang."

"Mau aku traktir makan?" Ji Soo menatap Shin-hye dengan penuh pertanyaan.

Pulang sekolah ke toko roti.

"Kenapa kita kesini? Kau mau mentraktir ku roti? Bahkan tokonya sudah tutup." Ji Soo kebingungan.

"Tinggal kita buka." Shin-hye mengeluarkan kunci lalu membuka pintu. "Masuklah." Shin-hye masuk dan disusul Ji Soo. "Kau duduklah disini aku akan segera kembali." Shin-hye menyalakan lampu dan menunjuk tempat kasir lalu pergi menuju dapur.

Ji Soo tidak duduk justru mengelilingi toko itu. Mencurigakan. Kenapa dia tiba-tiba baik padaku? Ji Soo celingukan mencari sesuatu yang mencurigakan. Apa dia akan menculikku? Tiba-tiba Ji Soo tersandung dan jatuh di atas roti yang tersusun di atas loyang.

Mendengar suara Shin-hye keluar dengan membawa pisau dan memakai celemek. "Ada apa?" Ji Soo terkejut dan mengambil posisi melindungi diri. "Kau? Bisa duduk diam tidak?" Shin-hye menodongkan pisau.

"Ka-kau mau apakan aku?" Ji Soo takut dengan pisau yang ada ditangan Shin-hye. Melihat Ji Soo ketakutan, Shin-hye menyeringai.

"Menurutmu?" Shin-hye maju perlahan. "Apa yang biasa dilakukan orang dengan pisau dan celemek? Apa lagi buruannya ada di depan mata."

"Yya... Jangan dekat-dekat. Ku-ku peringatkan kau! Jangan coba-coba..." Ji Soo mundur hingga sampai di tembok.

"Ottokachi? Kau tidak bisa kemana-mana, Soo-ya." Suara Shin-hye dibuat seperti berbisik membuat Ji Soo semakin merinding.

"Yya... Lee Shin-ji. Ka-kau psikopat. Jangan dekat-dekat kataku." Ji Soo semakin bergetar. X

Shin-hye menghimpit Ji Soo ke tembok dengan membelaikan pisau ke pipi Ji Soo. "Soo-ya..." Ji Soo menutup mata ketakutan.

To Be Continued...
______________________________________
8 Agustus 2020

Untung inget kalo up 😅

The Killer MotherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang