27.

367 83 25
                                    

Lapangan SMA JYH

"Ah... Aku lelah..." Shin-hwa melempar tubuhnya ke tanah.

"Lelah? Bahkan itu lebih sedikit daripada kemarin." Gerutu Ji Soo.

"Ah... Benar. Aku penasaran, kenapa kau mengurangi jumlahnya?" Shin-hwa tengkurap menghadap Ji Soo yang duduk di depannya sekarang.

"Tidak ada alasan." Jawab Ji Soo singkat. Shin-hwa diam lalu kembali terlentang. Hening. "Bagaimana keadaannya?" Shin-hwa mendongak.

"Nugu?"

"Sepupumu."

"Ah... Dia sudah pulang tadi. Namun aku tidak bisa menjemputnya." Mungkin sekarang eomma cemas karena aku belum pulang juga. Shin-hwa menutup mata. Membayangkan kekhawatiran Shin-hye.

Sementara itu...
Rumah Shin-hye

"Kenapa dia belum pulang? Hanya mengirim pesan...
Eomma aku pulang terlambat.
Aku menghubungi tidak tersambung. Kemana dia sekarang? Ah... Jinja..." Shin-hye mengambil jaket hoodienya lalu pergi keluar.

Tepat di depan pintu, ada Jung-shin yang membawa beberapa kantung makanan yang tentunya di bawa oleh bawahannya. "Mau kemana?"

"Mencari Shin-hwa." Shin-hye mencoba melalui Jung-shin.

"Tidak boleh." Tangan Jung-shin menghadang jalan Shin-hye.

"Minggir."

"Kau baru keluar dari rumah sakit. Sekarang kau mau pergi keluar dengan wajah pucat mu?"

"Aku baik-baik saja." Shin-hye menepis tangan Jung-shin.

"Yya... Kau gila? Shin-hwa pasti baik-baik saja."

"Bagaimana bisa aku tidak gila? Dia hanya mengirimi pesan akan pulang terlambat. Setelah itu tidak ada kabar sama sekali, Jungshin-na. Kau lebih baik membantuku atau diam saja. Itu lebih berguna." Shin-hye meninggalkan Jung-shin yang membuka mulut akan berucap sesuatu.

"Apa yang harus aku lakukan? Siapa yang akan ku bela? Sepupu atau keponakan? Ah... Kenapa kalian membuatku pusing?" Jung-shin duduk seperti anak kecil dengan mengacak-acak rambutnya.

Shin-hye terus melangkah menelusuri jalan. Hingga berada di depan gerbang sekolah. "Mungkin disini?" Langkah Shin-hye terhenti melihat sosok seseorang berdiri menatap gedung sekolah di depan gerbang.

Postur tubuh yang sangat dia kenal. Cara berdiri yang dulu sangat dekat dengannya. Cara pandang yang dulu dia sukai. Kini hanya menjadi angin lalu yang sangat panas hingga membakar dirinya.

Namja itu menunduk lalu menoleh ke arahnya. Entah sengaja atau tidak, namja itu menatap Shin-hye terkejut. Shin-hye hanya diam tidak peduli. Jika namja itu adalah angin panas yang membakar dirinya. Dirinya adalah angin dingin sedingin es yang diam tanpa mengucap sepatah katapun untuk tidak peduli tatapan rindu dari namja itu.

Shin-hye terus melangkah melalui namja yang menatapnya sendu. Gerbang di tutup. Satu-satunya cara adalah memanjat dinding. Namun karena tubuhnya belum sembuh benar, Shin-hye mengurungkan niat untuk masuk.

Shin-hye berbalik lagi dan melangkah melalui namja yang sejak tadi memperhatikannya. Langkah demi langkah, menyelusuri jalan entah menuju kemana. Dia sadar bahwa dirinya diikuti.

Hening. Hanya hembusan nafas dan langkah kaki yang didengar. "Mau sampai kapan kau dibelakang?" Langkah Shin-hye terhenti.

"Aku pernah bilangkan? Aku akan  selalu dibelakang mu."

The Killer MotherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang