24.

395 86 18
                                    

Shin-hwa diam di depan gedung kosong itu. Bingung. Apa yang harus dia lakukan? Menghubungi Jung-shin? Atau pulang saja? Tidak. Shin-hwa memutuskan untuk masuk dan menolong eommanya.

"Ayo kita selesai yang harus diselesaikan." Shin-hye menendang wajah Jong-suk. Lalu melempar pukulan pada Yong-hwa. Namun dapat di tahan oleh Yong-hwa.

"Hentikan, Shin." Pinta Yong-hwa.

"Sudah kubilang, jangan panggil namaku! Keparat!" Shin-hye menendang perut Yong-hwa. "Apa ini? Para ketua geng kalah dengan ahjumma? Lemah sekali."

Yong-hwa terbatuk. "Mianhae..." Lirihnya.

"Tidak akan pernah, brengsek." Shin-hye menarik krah Yong-hwa lalu memukulnya beberapa kali. "Wae? WAE? Kenapa kau tidak melawan? Kenapa kau mengalah? WAE?"

Yong-hwa dengan babak belur tersenyum. Tangannya menyentuh pipi Shin-hye. "Kau... hidup dengan baik? Bagaimana kabarmu? Aku... Tidak pernah sekalipun... Tidak memikirkanmu."

Shin-hye menepis tangan Yong-hwa. "Berhenti bersikap seperti orang bodoh, keparat! Kau tidak tau apa yang aku alami gara-gara dirimu! Setiap mengingatmu, rasanya aku ingin membunuhmu saat itu juga!"

"Mianhae..."

Shin-hye membantingnya ke bawah lalu berdiri. "Lebih baik kau jauhi anakku. Sekali saja kau ada dihadapan ku, kau mati!" Shin-hye melangkah pergi meninggalkan Jong-suk yang pingsan dan Yong-hwa yang masih terkapar.

Shin-hye berhenti karena Shin-hwa ada di samping pintu. "Sudah kubilang untuk menunggu di rumahkan?" Sambil membelai rambut Shin-hwa.

"Eomma..." Shin-hwa berdiri. "Sudah selesai?"

"Eoh. Kajja..." Shin-hwa mengangguk.

Sementara itu Yong-hwa masih terkapar dengan memandang langit-langit. Hatinya bahagia melihat seseorang yang dia cari selama ini. Orang yang dia rindukan.

Namun juga sedih karena dia mengingat kesalahan bodohnya. Sebenarnya pukulan tadi untuknya sama sekali tidak sakit. Dia pernah merasakan pukulan itu 17 tahun yang lalu dan sekarang dia mendapatkan pukulan yang dia rindukan.

"Akh... Kepala ku pusing." Jong-suk mulai sadar dan memegang kepalanya pusing. "Dimana wanita itu? Yonghwa-ya?" Jong-suk melihat sekeliling dan mendapatkan Yong-hwa terkapar babak belur. "Yya... Gwenchana?" Jong-suk bangun dan menghampiri.

"Eoh. Aku tidak pernah merasa lebih baik dari ini."

"Yya... Apa kau benar-benar baik-baik saja? Apa pukulan tadi membuat otakmu bergeser? Ayo ke rumah sakit. Itu bahaya."

"Jongsuk-ka..."

"Wae?"

"Kenapa kau pura-pura pingsan?"

"Eoh? A-ani. Aku tidak pura-pura. Aku benar-benar pingsan."

"Yya... Apa pertemanan kita hanya sebatas ini?"

Jong-suk diam sejenak. "Karena aku tidak ingin melawannya." Lirih Jong-suk sambil menunduk. "Aku lebih suka dia memukulku habis-habisan daripada melihat dia tersakiti."

"Apa perasaan mu masih sedalam itu?"

"Wae? Kau cemburu?"

"Eoh."

"Mau melanjutkan persaingan kita?"

"Kau lupa, terakhir kali kita bersaing dia pergi meninggalkan kita. Lalu persaingan kita saat ini akan menghasilkan apa?"

"Itu berbeda. Dulu kita bersaing untuk mendapatkan Shin-hye. Sekarang kita bersaing untuk mendapatkan anak dan ibunya."

"Kau yakin tidak akan ada yang menganggu kali ini?"

The Killer MotherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang