Rumah Shin-hye
Shin-hye bersenandung sambil mencuci piring. "Weekend yang menyenangkan? Hm?" Ucap Shin-hwa sambil mengunyah apel di tangannya.
"Apa maksudmu?" Shin-hye menarik tangan Shin-hwa dan menggigit apel putranya.
"Eomma sepertinya sangat bahagia? Apa eomma mendapatkan sesuatu semalam?" Wajah Shin-hye memerah. "Eomma... Kenapa diam saja?"
"Kau ini menggangguku mencuci piring. Pergilah. Kau bilang akan pergi bersama samchonmu kan? Cepat bersiap."
Shin-hwa dengan malas menuju kamar mandi. "Eomma. Jangan menikah dengan siapapun. Aku tidak mengijinkannya." Ucapnya sebelum benar-benar masuk kamar mandi dan menutup pintu.
"Mwoya... Dasar aneh." Shin-hye melanjutkan mencuci sambil bersenandung ria.
Kediaman Keluarga Park
"Sampai. Turunlah." Hae-jin turun dari mobil diikuti Shin-hwa yang tidak henti-hentinya memandang rumah besar itu.
"I-ini rumahmu, samchon?"
"Ini rumahmu juga. Santai saja. Ayo kita temui kakekmu."
"Mwo? Kakek?"
"Eoh. Aku bilang kau anak temanku. Jadi tenang saja." Raut wajah Shin-hwa berubah menjadi sedih. "Wae? Kenapa ekspresi itu?" Shin-hwa menggeleng dan tersenyum. "Hah... Aku paham perasaanmu. Aku akan memperkenalkanmu sebagai cucunya saat eommamu sudah ingin pulang. Sebelum itu, kita harus menahan diri." Shin-hwa mengangguk.
Dia tidak bisa egois disini. Benar yang dibilang samchonnya. Hingga saat ini dia berdiri didepan kakeknya. "Ini anak temanmu itu?" Suara serak Tn. Park.
"Nde, Abeoji. Namanya Shin-hwa." Hae-jin memperkenalkan Shin-hwa dan Shinhwa menunduk.
"Ehm... Apa dia anaknya Yong-hwa?"
"Ne?" Bagai tersambar petir siang bolong. Keduanya membatu ditempat.
"Dia mirip sekali dengan Yong-hwa. Apa teman yang kau maksud itu Yong-hwa?"
"Aha... Dia anak dari sepupu jauh Jung-shin."
"Sepupu jauh Jung-shin?"
"Nde. Ah... Abeoji, maaf tapi kami harus segera latihan. Kami pamit dulu." Hae-jin dan Shin-hwa menunduk lalu pergi.
"Bukankah sepupu Jung-shin hanya Shin-hye dan Hae-jin? Sejak kapan Jung-shin punya sepupu lagi?" Gumam Tn. Park.
Hae-jin membawa Shin-hwa ke ruang latihan. Disana lengkap peralatan olahraga. "Baiklah. Pertama kau harus pemanasan agar tidak cedera. Selama 30 menit kau harus berlari di atas treadmill ini. Naiklah." Shin-hwa menurut dan treadmill mulai di nyalakan. Shin-hwa mulai berlari kecil. "Kita mulai 10 menit berlari kecil. Lalu 10 menit berikutnya sedikit lebih cepat. Lalu 10 menit terakhir kau harus berlari sekuat tenaga." Jelas Hae-jin. 30 menit berlalu. Shin-hwa ngos-ngosan dengan keringat yang membasahi kaosnya. Hae-jin memberikan minum. "Minumlah lalu berbaring dan luruskan kakimu." Shin-hwa mengikuti instruksi.
"Apa yang samchon lakukan?" Shin-hwa melihat Hae-jin membungkus tangannya dengan kain.
"Ini namanya hand warps. Sebelum kau memukul atau mengenakan sarung tinju kau harus mengenakan ini."
"Ah begitu."
"Berikan tanganmu yang satunya." Shin-hwa menurut. Dia melihat tangannya yang terbungkus dan memainkannya. "Jangan main-main, nanti lepas." Hae-jin memperingatkan. "Ayo kemari." Hae-jin bangun dan disusul Shin-hwa. Mereka berjalan menuju karung tinju yang tergantung. "Pukul ini sekuat tenaga."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Killer Mother
أدب الهواةPark Shin-hye seorang ibu tunggal dari seorang anak bernama Park Shin-hwa. Awalnya semua baik-baik saja sebelum Park Shin-hwa masuk SMA. Setelah masuk SMA semua berubah. Ketika Park Shin-hye hanya bisa mengandalkan kemampuannya sendiri sebagai seora...