25.

370 92 15
                                    

Rumah Sakit Seoul

Sesuai perkataannya, Shin-hwa mengunjungi Shin-hye. Memastikan sudah makan dan meminum obat lalu menunggunya sampai tertidur lagi. "Selamat malam, eomma. Mimpi indah." Shin-hwa mengecup rambut Shin-hye. "Samchon, tolong jaga eomma. Aku ada urusan dengan teman."

"Ehm? Baiklah. Perlu samchon antar?" Junh-shin menguap.

"Aniyo. Temanku sudah disini. Aku pergi bersamanya." Shin-hwa mengenakan jaket. "Aku pergi samchon."

"Eoh. Jangan pulang terlalu malam." Teriak Jung-shin dan diangguki Shin-hwa.

Ji Soo sejak tadi berdiri didepan pintu memperhatikan kegiatan Shin-hwa. Namun tidak mendengar apa yang diucapkan oleh Shin-hwa. Namun ada sedikit rasa aneh saat Shin-hwa mencium kening Shin-hye. Ji Soo memegangi dadanya.

Apa ini? Kenapa rasanya aku tidak suka dengan yang baru saja terjadi? Apa ini?

Shin-hwa menepuk pundak Ji Soo. "Kau kenapa?" Ji Soo tersadar.

"Ani. Memang aku kenapa?" Ji Soo mendahului Shin-hwa. Shin-hwa hanya memiringkan kepalanya bingung.

Lapangan Sekolah

Shin-hwa sudah berganti pakaian dengan olahraga. Begitu juga Ji Soo. Keduanya saling berhadapan. "Sudah siap?" Tanya Ji Soo dan diangguki mantap oleh Shin-hwa. "Hal pertama yang harus kau lakukan adalah lari 20x, push up 20x, sit up 20x. Setelah itu kita latih pukulanmu."

Shin-hwa melongo. Dia ingin melatih ku atau membunuhku?

"Mwo? Cepat sana." Ji Soo mengarahkan kepalanya menandakan bahwa Shin-hwa harus sudah memulai.

Shin-hwa berlari. Batinnya menggerutu. Merasakan bahwa yang dilakukan saat ini bukanlah pelatihan seperti yang dia minta namun penyiksaan. Melihat sikap Ji Soo padanya setelah dari rumah sakit membuatnya yakin bahwa Ji Soo cemburu padanya. Aish...

Selesai 20x putaran Shin-hwa terkapar dengan nafas terengah. "Yya... Siapa yang menyuruhmu tidur? Ayo push up."

"Mwo? Sekarang? Aku baru selesai berlari." Keluh Shin-hwa.

"Hanya 20x saja masih sedikit. Daripada aku menyuruhmu untuk lari dari kenyataan. Itu lebih melelahkan. Palli... Palli..."

Mau tidak mau Shin-hwa menurut. Demi eomma... Aku bisa... Shin-hwa mengambil posisi. Jangan kau pikir aku akan mengijinkan eomma pergi denganmu. Bahkan 1 detik pun. Dendam Shin-hwa.

Shin-hwa push up dengan pelan karena tubuhnya bergetar. Namun dengan tekat kuat dia berhasil menyelesaikan 20x.

"Bagus. Ini..." Ji Soo melemparkan botol mineral. "Jangan langsung duduk. Berbaring dulu."

"Lalu bagaimana aku minum?"

"Itu urusanmu." Ji Soo berbalik dan duduk di bangku yang dekat dengan posisi Shin-hwa.

Shin-hwa mencari akal hingga Shin-hwa memilih tengkurap lalu minum dengan cepat dan kembali berbaring. "Ah... Aku tidak tau ingin kuat harus seberat ini."

"Kau bilang ingin cepat. Ini yang paling cepat."

Paling cepat membunuh ku... Jawab Shin-hwa dalam hati.

"Kajja... Sit up lalu kita latih tinjumu. Palli... Akan ku pegangi kakimu." Ji Soo berdiri dan mendekati Shin-hwa yang masih berbaring.

"Apa kau sedang marah padaku?" Shin-hwa duduk dengan tangan menyangga tubuhnya dari belakang.

"Hah... Kenapa aku harus marah?" Sambil ambil posisi memegangi kaki Shin-hwa.

"Entahlah. Kau yang merasakan... Kenapa malah tanya balik?" Shin-hwa mulai berbaring.

Ji Soo diam saja. Apa benar aku marah pada Shin-hwa? Wae? Hanya karena tindakan kekanak-kanakan tadi? Apa aku sudah gila?

Shin-hwa ingin cepat selesai lalu pergi menemani Shin-hye. "Ah... Perutku sakit." Shin-hwa bisa menyelesaikan 20x sit up.

"Jangan khawatir. Itu akan semakin sakit nanti malam. Lebih baik saat pulang kau beli koyo." Ji Soo bangun dan mengambil bantal penahan tinju. "Sekarang ayo kita rasakan tinjumu." Shin-hwa bangun dan mulai mengepalkan tangannya lalu meninju bantal itu. "Mwonya? Kau lemah sekali."

"Ah... Terserahlah..." Shin-hwa menjatuhkan diri dengan terengah-engah. "5 menit saja. Aku butuh oksigen sekarang."

"3 menit."

"Yya... Kau benar-benar mau membunuhku?" Protes Shin-hwa.

"Tidak mau?"

"Arraseo." Shin-hwa menatap langit. "Wuah... Langit malam memang indah..." Ji Soo ikut memandang ke atas. Memang indah. Ji Soo tersenyum lalu tiba-tiba pikirannya terbesit pertanyaan.

"Tapi... Kenapa kau tiba-tiba ingin menjadi kuat?"

"Untuk melindungi seseorang." Jawab Shin-hwa cepat.

Seseorang? Apa itu... Lee Shin-ji? "Nu-nugu?"

"Eommaku..." Ji Soo menatap Shin-hwa dalam.

"Eommamu?"

"Eoh... Eommaku. Dia mengalami kesulitan karena diriku. Dia selalu melindungi ku. Sekarang aku ingin melindunginya. Apapun caranya."

Eomma ya... Ji Soo tersenyum lega. "Ayo lanjutkan..."

"Mwo? Bahkan ini belum 2 menit."

"Jangan banyak alasan." Ji Soo menarik kaki Shin-hwa.

"Aish... Jinja..." Dengan kesal Shin-hwa menggaruk rambutnya menuruti keinginan Ji Soo.

Sementara itu di Club Malam...

"Mwonya? Aish... Jinja..." Yong-hwa menggaruk rambutnya kesal melempar kertas ke meja. "Bahkan aku tidak bisa menemukan apapun tentang Shin-hye. Bagaimana denganmu, Jongsuk-ka?"

"Aku juga. Tidak menemukan apapun." Sambil minum sebotol beer kecil.

"Bahkan hal kecil seperti ini tidak bisa kita lakukan."

Jong-suk diam menatap kertas berserakan di meja. "Yya... Yya... Yya... Kenapa tidak kita mulai dari sekolah?"

"Sekolah? Wae?"

"Aish... Bukankah Shin-hwa bersekolah disana? Kenapa tidak kita mulai dari sana?"

"Ah... Kau benar." Yong-hwa tiba-tiba ingat sesuatu. "Aku harus pergi."

"Kemana?"

"Ada sesuatu yang harus aku urus." Jawab Yong-hwa sambil berdiri.

"Baiklah. Aku akan disini untuk waktu yang tidak ditentukan.

"Terserah saja. Aku pergi."

"Eoh. Hati-hati." Jong-suk melambai. Yong-hwa hilang dalam ruangan itu. Jong-suk menyandarkan tubuhnya. "Apa dia bisa memaafkan kita, Yonghwa-ya?" Lirihnya.

Matanya terpejam menerawang 17 tahun lalu. Mengingat pertama kali dia melihat Shin-hye yang cantik dengan seragam berlarian dengan 2 orang. Yaitu oppanya dan sepupunya. Lalu 1 orang datang lagi. Seseorang yang sangat dia kenal. Yong-hwa.

Mereka begitu akrab. Bercanda dan kejar-kejaran. Jong-suk mengernyit tidak suka dengan pemandangan itu. Hingga seorang wanita datang menghasutnya. Bukan. Lebih tepatnya menghasut dirinya dan sahabatnya itu untuk melakukan hal yang seharusnya tidak mereka lakukan.

Hanya karena nafsu, mereka melukai seseorang yang sangat mereka cintai. Walau dirinya tidak berbuat apapun namun secara tidak langsung dirinya terlibat tanpa sepengetahuan Yong-hwa. Hanya dirinya dan wanita itu yang tau. Andai dia tidak bekerja sama dengan wanita itu, apakah Shin-hye masih bersama mereka sekarang?

Jong-suk mendengus kesal. "Mianhae, Shinhye-ya..." Lirihnya lalu membuka mata. "Jika kalian tahu yang aku lakukan, apa kalian akan memaafkanku?"

To Be Continued...
______________________________________
26 September 2020

Biar nggak lupa, aku up siang aja ya kakak reader. 😊 Happy reading 🥰

The Killer MotherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang