20. Permintaan Maaf

34.4K 2.1K 24
                                    

"Sejak kapan?" tanya Rivan lirih.

"Sebenarnya.. udah lama. Dia ngikutin gue sampai ke Aussie. Yang bikin gue tenang, dia gak pernah muncul dihadapan gue."

Airin menautkan jari-jari tangannya gugup. Rivan yang melihat itu segera menggenggam tangan Airin erat. Airin mendongak menatap wajah Rivan karena terkejut. Rivan yang ditatap hanya tersenyum lembut membuat jantung Airin kembali berdebar.

Karena gugup, Airin segera menarik tangannya kasar yang membuat Rivan tersentak.

"Maaf, gue lancang, ya?" tanyanya.

Airin diam kemudian berdiri dan berjalan menuju kamarnya. Ia segera merebahkan tubuhnya ke kasur. Menghela nafas sebentar sebelum memejamkan mata.

Setelah dirasa cukup untuk menenangkan diri, Airin bangkit bersiap untuk ritual mandinya. Menyiapkan baju sebentar dan segera melengos masuk ke kamar mandi.

Airin terkejut, tepat saat masuk ke kamar mandi. Matanya menangkap sebuah boneka Doraemon yang tentunya bukan miliknya. Dengan tangan gemetar, ia meraih surat yang ada di boneka itu.

Dear, my heart.

Masih ingat dengan boneka Doraemon, honey. Semoga kamu suka:D

Airin meremas kasar surat itu, membuangnya ketempat sampah. Ia berlari keluar rumah membawa boneka itu.

Ia yakin dia masih ada disekitar sini. Airin memicingkan mata mencari seseorang yang membuatnya merasa tak nyaman.

"Sini Lo, brengsek!"

Airin mengeluarkan pisau lipat yang selalu ia bawa. Kemudian memotong dan menusuk boneka malang itu hingga hancur dan tidak berbentuk.

"Keluar Lo sekarang! Jangan ganggu gue bisa nggak sih?"

Di halaman rumahnya sendiri, Airin berteriak bak kesetanan. Matanya berkaca-kaca.

Disisi lain, Rivan melihat betapa rapuhnya Airin. Dia turun dengan tergesa-gesa menuju keluar rumahnya. Mata Rivan memicing melihat seseorang berpakaian serba hitam dengan topi melihat Airin lewat pohon.

Tanpa ba-bi-bu Rivan segera berlari untuk menangkap orang itu. Sayang beribu sayang, orang itu sungguh gesit melompat dari pohon dan pergi tanpa menghilangkan jejak sedikitpun.

Rivan memalingkan tubuhnya, menatap Airin dan kemudian mata mereka bertemu. Mata sembabnya yang jauh dari keadaan Airin seperti biasa. Rivan tersenyum kecil kemudian berjalan kearah Airin dan menariknya kedalam pelukannya.

Airin terkejut, matanya membola dengan jantung yang ia tebak sedang ber disko ria. Perlahan, tangannya membalas pelukan hangat Rivan.

Airin nyaris berteriak saat Rivan mencium pucuk kepalanya. Rivan yang melihat ekspresi wajah Airin hanya terkekeh. Rivan kembali mengeratkan pelukannya.

Wajah Rivan berubah menjadi sendu dengan mata yang terpejam. "Maaf..." cicitnya.

Airin mendongak dan mengendurkan pelukannya hingga terlepas, "For what?"

Rivan tersenyum getir, "Semuanya..."

"Gue ngerasa kekanak-kanakan."

Airin tersenyum tulus membuat Rivan terperangah. Ini adalah senyum paling tulus yang pernah ia lihat dari Airin.

"Gue tau ini sulit untuk kita berdua. So, ini bukan salah Lo, bukan juga salah gue." ujar Airin.

"Ini tentang waktu dan takdir. Biarlah berjalan semestinya." sambungnya lagi.

Mereka tersenyum senang. Disisi lain ada seseorang yang mengepalkan tangannya.

Flashback On

Welcome Back, Tunanganku! (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang