84. Permintaan Airin

22.4K 1.2K 13
                                    

Rivan meremas erat rambutnya hingga salah satu kebanggaan yang membuat penampilannya semakin tampan itu terlihat berantakan. Tangan pemuda itu mengepal ia sangat marah sekarang. Giginya bergemelatuk.

Wajah Rivan menggelap, pemuda itu menatap Airin dengan tajam. Bahkan tatapannya sanggup membuat Airin mengalihkan pandangannya.

"Apa maksud lo?" Suaranya tampak berat dengan dingin tapi tidak mampu membuat Airin gentar. Gadis itu hanya mengatakan apa yang ia katakan.

Airin meneguk ludahnya yang tiba-tiba banyak berproduksi. Bibirnya terlihat bergetar dan pucat. "Gue cuma udah capek."

"Gak! Jangan bercanda!" senggahnya tidak main-main. Suasana sudah mulai kondusif tetapi Airin malah memperburuk keadaan. Ia merasa dipermainkan saat ini.

Airin tersenyum sinis, menutupi rasa sesak yang juga ada didadanya. Raut wajah Rivan melembut, matanya sendu dan dalam hitungan detik pemuda itu menarik Airin kepelukannya.

Airin tersentak keget. Ia tidak bisa mencerna apa yang terjadi selama beberapa detik hingga suara Rivan sanggup membuat pipinya memanas.

"Gue ... gue cinta sama lo."

Otak Airin yang pintar tiba-tiba mendadak lambat mencerna apa yang dikatakan oleh Rivan. Airin dapat merasakan hembusan nafas memburu dilehernya, maklum Airin memiliki tinggi yang sama dengan Rivan.

Tubuhnya masih menegang seperti triplek. Kalimat ini ... kalimat yang ia tunggu sedari dulu. Pernyataan cinta dari orang yang juga ia cintai. Tapi mengapa, tapi mengapa rasanya sesakit ini? Batinnya mengatakan kalau ini sudah terlambat.

Pikirannya mendadak kosong, sampai saat Rivan memiringkan kepalanya dan mengecup bibirnya dengan mata yang terpejam. Airin dapat merasakan nafas pemuda itu. Airin ingin terjatuh rasanya, matanya memanas dan melotot secara bersamaan serta kakinya rasanya sudah lemah.

Dicium

Sama

Rivan

Demi apa!?

Dada Airin bergemuruh, tubuhnya rasanya tersentrum listrik membuat dirinya semakin lemas. Tapi ... ini salah! Ini membuat Airin goyah. Tidak! Ini tidak bisa terjadi!

Dengan sekali hentakan, Airin mendorong tubuh pemuda itu sebelum

Plak

Dada Airin naik turun bersamaan dengan Rivan yang memegang pipi kirinya yang terasa panas. Tidak, ini tidak sakit. Tapi ini sangat menyakiti hatinya. Ditampar oleh orang yang kau sayangi? Bagaimana Rivan menjabarkannya. Rivan tersenyum miris, ia jadi mengingat raut terluka Airin saat tangannya tidak sengaja menampar gadis itu tempo hari.

Sebutir air mata keluar, tidak dapat dibendung lagi. Matanya memerah dengan bibir yang bergetar.

"Brengsek!" desisnya. Rivan merasa tertohok. Rasanya seperti ada lubang tak kasat mata dihatinya. Melihat raut wajah marah dan kecewa dari Airin membuatnya ketakutan. Pemuda itu takut kalau Airin pergi. Itu tidak boleh terjadi!

"Mentang-mentang gue udah nggak virgin bukan berarti gue murahan, Vin!"

Suara gadis itu sangat nyaring. Benar-benar tidak seperti biasanya yang berbicara dengan lembut. Bentakan Airin mampu membuat para asisten rumah tangga mereka langsung pergi menjauh, takut dikira menguping.

"Pelecehan! Ini pelecehan! Walaupun lo tunangan gue bukan berarti lo bisa bertindak semau lo!" sentaknya tajam dengan air mata yang mengalir.

Rivan terdiam, ia merasa brengsek sekarang. Ia bahkan sudah melanggar janjinya kepada dirinya sendiri untuk tidak melakukan yang tidak-tidak kepada gadis itu.

Karena ..  Airin bukan gadis seperti diluaran sana. Rivan harus memperlakukan gadisnya itu seperti kaca. Ia harus ekstra hati-hati agar kaca indah itu tidak pecah.

Tapi, ia khilaf. Kemarahannya tidak dibendung. Ia melakukan sesuatu yang salah.

Tubuh Airin bergetar hebat bersamaan dengan datangnya Sanjaya, Melody, dan Karin. Airin tidak peduli, tatapan tajamnya masih menghunus Rivan. Ia tidak boleh lemah, semuanya akan gagal begitu saja.

Rivan terlihat menyesal. Ia takut, ia takut Airin tidak akan mempercayai dirinya lagi. "Rin ... gue minta maaf."

Beberapa detik kemudian, Airin menatap Sanjaya. Bibirnya bergetar ingin mengatakan sesuatu. "Yah, boleh Airin meminta sesuatu?"

Sanjaya tidak kuasa menolak permintaan anak perempuannya ini. Anggap saja ini cara terbaik untuk menebus dosanya di masa lalu. Lelaki itu mengangguk dan memasang senyum lembut.

Kapan lagi Airin yang mandiri meminta sesuatu darinya. Ini sungguh penghargaan bagi dirinya yang masin belum menjadi ayah yang baik.

Airin tersenyum, menutupi rasa gundah yang bergejolak. Ia harus membulatkan tekad, tidak ada yang membuatnya kembali gentar.

"Sekarang kami sudah kenaikan kelas 12. Jadi aku meminta ... hapus ikatan perjodohan ini."

Semua orang yang mendengarnya terkejut, apalagi Rivan yang sudah membulatkan matanya. Semuanya tampak tidak bisa dicerna. Sanjaya terlihat gelagapan.

"Airin, maksud kamu?"

"Perjanjian." Airin membasahi kerongkongannya yang kering. "Perjanjian untuk memilih melanjutkan atau berhenti ditengah jalan." ujar Airin datar.

Rasanya Rivan sedang kehilangan raganya. Dadanya yang sesak semakin sakit. Tidak ada yang bisa menyuarakan bagaimana perasaannya saat ini. Airin ... gadis itu ingin lepas darinya.

"Darimana kamu tau itu?" tanya Sanjaya. Pasalnya perjanjian itu hanya diketahui para orangtua dan Rivan yang baru mengetahui itu beberapa minggu yang lalu. Jadi, bagaimana Airin bisa mengetahui ini semua?

Airin terkekeh sinis. Berusaha untuk terlihat buruk didepan orang-orang. Ia tidak ingin kembali goyah. Ini menyakitkan.

"Aku udah tau semuanya, Yah. Semuanya tanpa terkecuali."

"So, ini keputusan aku. Aku mau perjodohan ini sampai sini aja." sambungnya dengan wajah datar tetapi bibirnya bergetar. Ini keinginannya tetapi rasanya mengapa seanjing ini?

Rivan masih menatap Airin dengan lembut. Pemuda itu memegang lembut tangannya. "Rin, jangan kayak gini, ya?"

Jangan Rivan! Jangan kayak gini, ini bisa membuat dirinya goyah.

Airin tersenyum miring "Cukup, Van. Lo kira perjodohan ini bakalan bertahan kayak di film-film?  Nggak, ini kenyataan kalau hubungan kita hanya sebatas ikatan tanpa usaha berarti."

"Lo lihat? Hubungan ini klise. Cuma status yang berubah dan cinta?" Airin menggeleng. "Ini bukan cinta, Van. Ini rasa karena gue menganggap lo tunangan dan lo juga menganggap gue tunangan. Berusaha untuk jadi yang baik secara singkatnya." sambungnya miris.

"Nggak ada hubungan yang abadi bukan? Rasa itu bisa berubah, Van. Lo juga pantas dapatkan yang lebih baik dari cewek egois kayak gue."

Rivan mengepalkan tangannya, ia marah saat mendengar Airin mengatakan kalau ini bukan cinta, ia marah karena Airin mengatakan kalau ia mencintai Rivan hanya karena Rivan tunangannya, ia marah saat Airin  menjelekkan dirinya sendiri dan meminta dirinya mencari gadis lain.

Rivan sangat marah, wajahnya mengeras sekarang.

"Cewek mana lagi yang pantas bersanding dengan gue kalau bukan lo!?"

"Siapapun selain gue yang udah nggak suci!"

Airin merasakan dirinya hancur berkeping-keping. Semuanya tampak menyedihkan. Dirinya sangat frustasi mengingat itu.

"Gue udah nggak suci, Van. Gue cewek yang udah hamil karena diperkosa 4 hari!"

Welcome Back, Tunanganku! (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang