27. Kejadian Masa Lalu

25.2K 1.7K 6
                                    

Entah sudah pukul berapa saat ini. Airin terus menghela nafas. Perutnya sedari tadi berbunyi belum lagi tubuhnya yang terus bergetar. Jika Airin keluar dari sini, ia berjanji akan pergi ke psikiater dengan Rivan.

Ya, sebelumnya Rivan terus saja menyuruhnya berkonsultasi. Tapi Airin hanya diam dan mengatakan kau ia baik-baik saja.

Ruangan ini sejujurnya luas dan bagus. Dindingnya berwarna abu-abu dengan aroma maskulin laki-laki. Airin mengira ini merupakan kamar Raka, entahlah. Jendela di kamar ini hanya satu, tetapi entah mengapa tidak bisa dibuka. Mana ada teralis besi lagi.

Ia memeriksa seluruh tubuhnya sambil terkejut. Jadi siapa yang mengantikan pakaiannya!? Dengan cepat ia melihat kedalam pakaiannya, bahkan dalamannya saja sudah diganti.

"Kyaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa"

Teriakan Airin reflek berhenti saat suara knop pintu berbunyi. Dengan cepat, Airin segera menyembunyikan tubuhnya didalam selimut dan memejamkan matanya selayaknya orang tidur.

Airin bergidik ngeri mendengar suara kekehen seseorang membuat suasana menjadi mencekam dan horor.

Airin kemudian mengatur pernapasan agar tubuhnya tidak begitu tremor dan ia merasakan ranjangnya bergerak tanda ada seseorang berbaring di sebelahnya.

"Honey, kau tau aku sudah menunggu hari ini?"

Fiks, orang ini adalah Raka.

Airin diam saja saat tangan Raka memeluk pinggangnya. Untungnya ia membelakangi tubuh Raka. "Kau tidur, Vi? Padahal kita bisa bersenang-senang terlebih dahulu."

Airin merasakan bibirnya bergetar belum lagi air mata yang keluar tanpa izinnya. Tubuhnya bergetar hebat bahkan ia merasakan mual.

Akhirnya Airin mengeluarkan suara ringisan membuat Raka tersenyum miring. Semakin lama ringisan itu berubah menjadi isakan tangis.

Airin menenggelamkan wajahnya di bantal tak berani menatap Raka.

"Hey, mengapa kau menangis?"

"Pergi!"

"VI!"

"Gue bilang pergi! Tinggalkan gue sendiri!"

"Viona Airin Marselia!"

Airin terperanjat takut saat Raka membentaknya. Ia kemudian menempelkan punggungnya rapat pada dinding bercat abu-abu tersebut.

"Gue mau pulang."

Raka menggeram, "Ini rumah kamu!"

"Gak! Ini bukan rumah gue. Gue mohon Lo pergi dari hidup gue, Rak!"

Raka tersenyum miring sembari mendekati Airin. Ia mengelus lembut bahu Airin, "Tidak, Vi. Kamu tidak bisa memintaku pergi."

"Harusnya Lo mati pas kecelakaan itu!" teriak Airin sembari menunjukkan wajah Raka. Raka memiringkan kepalanya, "Kalau saat itu aku mati, aku pasti membawamu."

"Lo gila! Siapa yang bikin gue hampir mati di mobil, hah!?"

Airin kembali terisak, ingatan buruknya terus saja mengusik ketenangannya.

Flashback On

Saat ini Airin sedang menangis lantaran melihat perkelahian Raka dan Rivan. Airin terus membantu Rivan yang sedari tadi terkena pukulan dari Raka.

"Kak, udah. Kasian Rivan." Airin terus saja memohon keselamatan Rivan membuat Raka semakin murka. "Gak, Vi. Lo cuma punya gue!"

Rivan menggeram marah, "Airin tunangan aku! Kamu harus pergi dari sini."

Raka tersenyum miring kemudian tertawa geli. Ia menatap Airin yang sedang memeluk Rivan. Tanpa aba-aba ia mengambil Airin dan menggendongnya layaknya bayi membuat Airin dan Rivan menjerit.

"Kamu gila? Turunkan Airin sekarang!"

"Kak, Turunin Airin!"

Raka memasukkan Airin kedalam mobil kemudian memasangkan gadis itu sabuk pengaman. Tanpa menghiraukan panggilan Rivan, ia melajukan mobil ini dengan kesetanan.

"Kita kemana?" tanya Airin bingung sambil terisak. Raka menatap Airin lembut, "Pergi yang jauh dari orang jahat."

Airin menatap Raka dengan tatapan murka, "YANG JAHAT ITU KAMU!"

"Aku gak jahat, Vi. Ini demi kebaikan kita. Aku juga menyukai kamu. Entah mengapa."

Airin tentunya mengerti dengan apa yang Raka katakan. Rivan pernah mengatakan bahwa kata suka, sayang, atau cinta hanyalah untuk Rivan dan keluarga.

Airin menggeleng, "Aku sama Rivan udah tunangan. Kata bunda bentar lagi kami akan menikah. Haha."

Raut wajah tenang Raka berubah menjadi tatapan kebencian. Ia meremas kemudi dengan kasar kemudian menambahkan kecepatan tinggi mobil ini.

Airin yang melihat itu gemetaran. "Pelankan mobil ini!'

Raka tersenyum sinis, "Kalau kita tidak bisa bersama di dunia ini, maka pergi ke dunia lain adalah satu-satunya cara."

Airin tidak bodoh untuk mengerti maksud dari Raka. Ia membelalakkan matanya kala melihat perempatan jalan besar didepan. Dan kejadian begitu cepat, mobil ini bertabrakan dengan mobil lainnya.

Welcome Back, Tunanganku! (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang