63. Perubahan Allard

16.2K 1.1K 26
                                    

Airin terduduk di lantai yang dingin. Ia mencengkram erat roknya dan menatap kosong lantai dengan tetes demi tetes air mata yang gugur.

Gadis itu tersenyum getir, biarlah ia dianggap jalang setelah ini. Biarlah semua seperti yang Rivan pikirkan. Airin? Gadis itu menyerah untuk mengubah keadaan.

Ada baiknya jika ia kembali ke Aussie. Tidak sendiri lagi ... sekarang ia memiliki buah hati yang harus ia jaga. Kandungan yang masih satu bulan ini harus ia jaga segenap hatinya.

Tetesan demi tetesan air mata semakin deras, menjadi saksi bisu betapa terpuruknya Airin hari ini. Tangisan kepedihan yang menggambarkan betapa menderitanya gadis itu kini ia keluarkan.

Semua kekecewaan terhadap dunia dan semua orang ia luapkan sekarang. Tidak ada lagi keraguan karena ia sudah memilih untuk membiarkan alur ini berjalan. Rasanya sungguh sakit, dalam keadaannya ini ia harus menerima kenyataan.

Tangis Airin terhenti saat mendengar suara langkah kaki yang kian mendekat. Airin mendongak dan membulatkan matanya kaget.

"Gi-gimana bisa?"

Seorang gadis dengan pemuda disampingnya melayangkan tatapan rendah dengan senyum mengejek yang membuat Airin menahan emosi kekesalannya.

Dihadapannya terlihat Mikayla dan Revin. Mereka tampak menikmati wajah penuh beban dan kesedihan Airin. Airin hanya diam sambil bertanya-tanya dalam hati. Ini sungguh diluar dugaan. Bagaimana Revin bisa bersekolah di sini?

Ah... Papa Allard. Diam-diam Airin tersenyum getir. Papa nya tidak sadar kalau anaknya satu ini menginginkan kehancurannya.

"Wah, berubah profesi lo? Dari pembunuh menjadi pelacur?" ujar Mikayla sambil tersenyum miring.

Airin mengalihkan perhatian, "Gue gak semurahan itu, hanya kalian yang membuat gue buruk."

Revin terkekeh, "Udahlah, Rin. Mending lo buang topeng lo mau meratapi nasib, hah?"

"Mending lo diem, Vin." Airin bangkit dari duduknya kemudian mendatangi seseorang yang tengah bersedekap dada di ambang pintu. "... karena lo sama-sama memakai topeng dan bertingkah menjadi korban." sambungnya dan keluar dari ruang musik itu.

Mikayla dan Revin menatap kepergian Airin lalu memusatkan atensinya pada seorang gadis yang mereka duga adalah kakak kelas.

"Pergi sana!" seru Revin nyolot membuat gadis yang memejamkan matanya itu membuka matanya perlahan.

"Gue benci ngomong ini, tapi lo lebih anjing daripada anjing-anjing gue. Dan lo ..." Gadis itu menunjuk Mikayla. "... monyet."

Revin mendesis kesal dan berniat untuk menghampiri gadis yang berani menghinanya namun segera ditahan oleh Mikayla.

"Jangan berurusan dengan dia," bisik Mikayla. "Dia orang yang gak bisa kita gapai dan dia psikopat."

Gadis itu mendengar bisikan Mikayla lalu tersenyum miring. "Nama gue Elisha. Gue orang pertama yang bakal ngirim lo ke neraka kalau lo masih main-main."

"Gila!" desis Revin saat Elisha pergi.

***

Rivan mengalihkan perhatian saat melihat Airin yang memasuki kelas. Pemuda itu langsung berdiri dan mengajak sahabat-sahabatnya untuk bolos.

Airin hanya diam, ia langsung duduk dan mengabaikan pertanyaan temannya tentang bengkaknya matanya itu. Ia hanya ingin ketenangan saat ini.

Sepulang sekolah, Airin tidak pulang ke kediaman Sanjaya. Ia langsung pergi ke sebuah perusahaan besar dimana sang tunangan kelak yang mewarisi. Ia berjalan lalu langsung pergi ke kantor CEO saat sekretaris mengatakan kalau Allard tidak ada meeting.

Airin sudah sering pergi ke sini. Gadis itu belajar mengelola perusahaan agar sang Ayah bangga padanya. Ia juga ikut les dengan guru-guru terbaik.

Saat masuk, Airin melihat wajah lelah Allard. Lelaki paruh baya itu terkejut lalu menatap Airin.

"Pah,"

"Mau apa?"

Airin terkejut dengan respon Allard yang terdengar cuek. Untuk pertama kalinya ia merasa aneh kepada Papah sang tunangan ini.

"Aku mau ngomong sesuatu." jawab Airin. Walaupun respon Allard yang kurang mengenakkan, Airin menganggap itu karena Allard sedang kelelahan.

"Cepatlah! Papah tidak punya banyak waktu," jawabnya tanpa mengalihkan perhatian dari laptop dan tumpukan berkas yang harus ia tanda tangani.

"Papah merasa gak sih, kalau Tante Mysha gak akan melepaskan Revin begitu saja?"

Aktifitas Allard langsung terhenti, lelaki itu menatap Airin bingung. "Darimana kamu tau tentang Mysha?"

Airin tersenyum tipis. "Itu gak penting, Papah cuma harus jawab aja." ujarnya.

"Biar saja, yang penting anakku sudah pulang." jawabnya lalu kembali memusatkan perhatiannya pada pekerjaannya itu.

"Hanya pulang ke kota kelahiran bukan pulang ke rumah." Airin tersenyum miring melihat wajah Allard yang semakin suram.

"Papah gak sedang menutup mata dengan kehadiran Revin, bukan? Mungkin saja Revin memiliki niat jahat." pancing Airin. Faktanya memang seperti itu bukan? Revin memiliki niat terselubung dari kedatangannya.

"Itu hanya perasaan mu saja."

"Jadi Papah benar-benar menutup mata? Dengan kepulangan Revin tiba-tiba itu aneh, Pah. Revin gak mungkin kabur, Papah tau akan itu." Airin frustasi dengan tingkat Allard yang tidak seperti biasanya.

Airin baru mengingat kalau ia memiliki sebuah bukti yang direkam oleh Melody. Itu adalah bukti yang kuat! "Aku dapat buktikan kalau---"

"---kalau kamu mau cepat-cepat mengusir Revin karena kamu ketahuan selingkuh dengan Revin?"

Welcome Back, Tunanganku! (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang