91. Bar Gay

20.2K 1.1K 18
                                    

Airin berjalan memasuki kamar mandi, gadis itu langsung masuk ke bath tub yang sudah diisi oleh air. Dengan langkah gontai, ia membaringkan tubuhnya setelah melucuti pakaian, dengan perlahan lalu mendesah.

Gadis itu terus saja menghembuskan nafas. Pikirannya melayang pada kejadian satu jam yang lalu. Mungkin dirinya dikenal sebagai cewek perfect bagi sebagian orang, tapi itu tentunya tidak benar.

Dirinya tidak sesempurna itu. Dan kehidupannya juga tidak seindah yang diharapkan. Apa yang telah terjadi membuat Airin banyak berpikir, ia memang tidak ingin egois tapi keadaan memaksakannya.

Jika mau, dia bisa saja melupakan semuanya dan melakukan aktifitas bersama dengan orang-orang yang ia sayang. Tapi, kembali melihat keadaan, ia pikir tidak ada salahnya mengasingkan diri.

Tapi sebelum itu, ia ingin meminta maaf dulu kepada semua orang. Airin tersenyum lalu memegang kalung yang diberikan oleh ayahnya. Manis sekali, full time bersama ayah adalah impiannya.

Namun, itu tidak mungkin saat ini. Em ... mungkin lain kali?

Gadis itu kembali tersenyum tipis, namun matanya berkaca-kaca. Airin memejamkan matanya bersamaan dengan luruhnya air mata hangat tersebut.

***

Airin memejamkan matanya saat merebahkan diri di kasur. Namun, aktifitasnya terhenti saat suara ketukan pintu terdengar. Gadis itu mengernyit dahi, ia langsung mengambil selimut dan menutupi seluruh tubuhnya.

Untuk saat ini, ia tidak ingin melihat siapapun.

Suara ketukan masih saja terdengar, bahkan orang dibalik pintu itu memutar gagang pintu membuat Airin mengumpat. Tidak ada kah yang mengerti? Ia tidak ingin diganggu saat ini, terlebih kejadian beberapa waktu pastinya membuat Airin memerlukan waktu.

"Airin lo tidur?"

Suara lirih itu membuat Airin membuka mata, tapi tentunya tidak terlihat karena ia memakai selimut tebal.

"Gue tau lo nggak tidur, Rin."

Airin mendengus pelan, lalu duduk dan merapikan kembali selimutnya. Ia mengubah raut wajahnya, dengan datar ia menatap seseorang yang baru saja memasuki kamarnya.

"Bunda Karin nggak mengajari lo sopan santun?" tanyanya sarkas dengan senyum sinis. Biarlah, ia ingin menjadi antagonis agar kesannya menjadi buruk. Airin sungguh tidak peduli lagi.

"Bunda Karin bunda lo juga, tolol!"

Airin berdecih. "Mau apa lo kesini?"

Melody, gadis itu mendekat lalu bersedekap dada. "Memastikan lo nggak bunuh diri aja." ujarnya.

"Nggak perlu bunuh diri, gue udah mati."

Melody menghela nafas panjang mendengar penuturan Airin. Ia datang untuk melihat keadaan Airin. Seperti biasanya, gadis itu tampak kuat dengan menyembunyikan segala kerapuhannya.

"Rin, gue harap ini salah,"

"Tapi ternyata benar," potong Airin.

Melody menganggguk. "Tepat tadi pagi, gue langsung ke kamar ayah. Dan ... ayah menceritakan ke gue kalau malam sebelumnya lo mengatakan kalau lo benar-benar mau pergi."

Airin mengalihkan pandangannya. "Benar, setelah Rivan pergi ke kamarnya, gue langsung nemuin ayah. Dan semuanya berawal dari situ."

Welcome Back, Tunanganku! (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang