72. Revin atau Rivan?

16.8K 1.1K 22
                                    

Mikayla berdecak, sudah hampir setengah jam dia menunggu, tetapi Revin tidak datang. Demi uang, demi uang, demi uang. Jika tidak, mana mau Mikayla kembali. Ia harus menghidupi mamanya yang yang saat ini sedang di rumah neneknya.

Ayahnya? Ayahnya dipenjara. Ya ... miris memang hidupnya. Oh, ya. Ia masih mempunyai keluarga dari pihak ayahnya. Yaitu orangtua Elisha, tapi itu tidak mungkin lagi, mengingat tidak ada namanya ikatan 'keluarga' lagi antara mereka.

Tidak ada yang namanya keluarga bagi Mikayla, bukan ... bukan bagi Mikayla tetapi bagi mereka-mereka yang masih memiliki darah yang sama.

Pertanyaannya ... keluarga mana yang saling menjatuhkan, mengorbankan, dan memanfaatkan?

Itu sebabnya Mikayla cukup paham mengapa Elisha tinggal sendirian hingga saat ini.

Mikayla tau ia egois, ia ingin menghancurkan Airin. Tapi ... ia melakukan itu karena uang. Hidup di dunia kejam ini ia tidak boleh lemah. Walaupun tidak bisa dipungkiri kalau ada terbesit rasa iri didalam hati Mikayla.

Semua ia lakukan untuk membantu kembali perekonomian keluarga kecilnya. Mikayla tidak menyangkal kalau dirinya disebut jalang atau murahan. Karena itulah dirinya ... ia hanya ingin bertahan hidup walaupun caranya salah.

Keadaan seseorang dengan tiba-tiba membuat gadis itu tersentak dari lamunannya. Ia mendongak dan menatap seorang pemuda yang membuatnya menunggu sedari tadi. Tidak seperti biasanya, pemuda itu melayangkan sebuah senyuman yang membuat Mikayla ikut tersenyum kikuk.

"Dah lama nunggu?" tanya Revin membuat Mikayla mengangguk. "Lumayan, setengah jam dari jam janji." jawabnya sekenanya.

"Sorry, ada yang gue urus tadi."

Mikayla mendelik. "Njir, gue kira lo gak pernah bilang 'maaf' ternyata bisa, ya?" gumam gadis itu membuat Revin terkekeh.

Selama ia menjadi orang Revin, pemuda itu memperlakukan dirinya dengan baik hanya saja ia sering kali disamakan dengan boneka ataupun jalang membuat Mikayla harus menahan sakit hati.

Bagaimanapun jika dipikir-pikir Revin adalah majikannya untuk saat ini dan Mikayla harus menurut dan tidak menggonggong apalagi menggigit majikannya sendiri.

"Kenapa ngajak ketemu? Bukannya lo sibuk? Tante Mysha kan nelpon lo gara-gara kesal sama Airin." ujar Mikayla membuat Revin terdiam sejenak sebelum menganggguk.

"Harusnya lo jaga tuh nyokap lo, tapi ..." Mikayla meringis lalu menatap Revin takut-takut. "... kayaknya lo terlalu berlebih-lebihan deh."

Raut wajah Revin berubah membuat Mikayla meneguk salivanya.

"Berlebihan gimana?" tanyanya dengan suara serak, Mikayla segera menggeleng. Lebih baik dia diam daripada banyak bicara dan membuat Revin marah.

"Gak, lupain."

"Berlebihan gimana!?" tanya Revin kencang membuat Mikayla lagi-lagi meruntuki bibirnya. Harusnya ia tidak pernah mengkhawatirkan orang lain.

"Anu ... menurut gue nyokap lo terlalu berlebih-lebihan dalam balas dendam. Lebih baik lo hancurkan harga diri aja, Vin. Daripada membuat anak orang mati." jawabnya gemetaran.

"Oke, gue tau kalau lo mau balas dendam sama bokap lo. Tapi ... gunain Airin yang gak tau apa-apa itu salah, Vin. Nyokap lo terlalu gelap mata." Mikayla menarik tangan Revin dan mengelusnya.

"Vin, berhenti ya? Lo udah terlalu jauh mending berhenti sekarang. Hentikan ambisi nyokap lo atau kembaran lo bakal kehilangan tunangannya."

"Gue tau lo benci sama Rivan, gue tau. Dari tatapan mata lo itu gue udah tau semua. Tapi ... jangan salahkan orang lain karena keadaan lo, Vin."

"Oke, gue tau kalau gue terlalu banyak ngomong. Gue tau darimana? Gue tau sejak dari awal karena ..."

Kalimat Mikayla terhenti. Ia jadi ingat bagaimana hari disaat ia tahu semuanya.

"Jadi ... bisa lo pergi aja ke luar negri? Kalau lo tetap disamping Revin, lo gak akan bisa selamat, Mik. Setelah tau kebenaran ini gue harap lo bisa memilih."

"Kenapa lo ceritakan ini ke gue? Bisa aja gue sebarin masalah ini ke orang-orang, bukan?"

"Gue ngomong ini bukan sebagai sepupu, tetapi sebagai cewek yang sama-sama terlibat dalam kisah kehidupan mereka. Lo ngerti maksud gue, bukan?"

"Berhenti sekarang dan bawa nyokap lo keluar negri."

"Lo ... lo tau darimana?" Suara Revin tampak melemah.

"... Elisha. Bodohnya gue memilih ada disamping lo dan sekarang gue nyesel. Lo egois, Vin. Gue harap ini pertemuan terakhir---"

Belum sempat kalimat Mikayla terselesaikan, Revin sudah berlari keluar dan membawa mobilnya pergi entah kemana.

Mikayla tersenyum sinis, "... kita."

Gadis itu kembali memandangi bangku dihadapannya yang tadinya dipakai oleh Revin.

"Cinta membuat gue jadi pecundang." ujarnya miris dengan dirinya sendiri.

Saat ia ingin beranjak, handphonenya bergetar dan menampilkan nama 'Revin' membuat Mikayla mengernyitkan dahi.

"Gue belum menyimpan nomor Revin yang baru, eh ini nomor lamanya?"

Tanpa banyak bicara, Mikayla langsung meletakkan handphonenya itu ditelinga kanannya.

"Hal--"

"Lo di mana, sih!? Gue udah 1 jam lebih di sini nunggu lo di depan apartemen! Pulang gak lo sekarang!"

Mikayla langsung menjauhkan handphone dari telinganya saat mendengar suara penuh amarah itu. Tetapi yang membuat Mikayla membeku adalah saat Revin mengatakan kalau pemuda itu sedang menunggu dirinya selama hampir dua jam.

Kalau Revin ada di apartemen Mikayla ... terus yang ada dihadapannya tadi siapa!?

Keringat dingin mulai mengalir dan tangan mungil itu mencengkram rok mini yang ia pakai. Ia khawatir dan takut.

Jangan bilang pemuda tadi adalah Rivan?

"Lo dengar gue gak!? Pulang gak lo!? Jangan sok-sokan ngambek lo!"

Sayup-sayup suara bentakan Revin masih terdengar tetapi tidak dihiraukan oleh Mikayla. Gadis itu sedang takut sekarang.

Welcome Back, Tunanganku! (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang