78. Dua Putri Yang Diculik

17.6K 1.2K 9
                                    

Up malam ini karena besok harus up 4 bab cerita lain di work saya, nih.

Airin rasanya ingin mengumpat saat melihat Melody yang masih mengenakan seragam sekolah tengah diseret-seret paksa dengan tidak manusiawinya. Penampilannya tampak acak-acakan membuat Airin berpikir kalau Melody sempat bertarung sebelum dilumpuhkan.

Bukan rahasia umum lagi kalau keluarga mereka memiliki bakat dalam hal bela diri. Terlebih, mereka tokoh yang banyak diketahui publik sebagai pebisnis sukses dan Airin dikenal sebagai model cilik yang tiba-tiba hilang dari pandangan publik membuat dirinya harus bisa menyelamatkan diri apabila ada sesuatu yang terjadi.

Mata Melody tampak merah, Airin yakin itu karena rasa kesal yang memuncak. Melody itu adalah gadis yang memiliki ambisi besar dan cenderung keras dan tidak mudah ditindas. Kalah seperti ini pastinya menyentil egonya. Apalagi diseret-seret seperti binatang, ia pasti merasa marah.

Apalagi melihat calon kakak iparnya yang tengah mengandung terlihat tidak berdaya dengan tubuh yang memar. Gadis itu terhuyung kebelakang dengan raut tidak percaya saat melihat Mysha. Kakinya lemas, jika saja para pria-pria itu tidak memegangi Melody, pasti ia sudah dipastikan terjatuh ke lantai.

"Mamah?" Ia menatap Airin yang menggeleng tanda kalau wanita yang memiliki rupa yang sama dengan Meisya adalah orang yang berbeda. Menutup mulut, Melody baru ingat kalau mamanya itu mempunyai kembaran.

Tak lama, Melody diikat dipilar sebelah Airin namun mulutnya ditutup menggunakan lakban hitam. Melody terus berteriak memaki-maki Mysha walaupun bibirnya dilakban.

Ia meronta kesana-kemari walaupun ikatan itu tidak mengendur.

"Wah, dua putri dari keluarga jahanam itu sedang bersama gue. Well, bagaimana dengan reaksi Allard dan Karin, ya?" celetuk Mysha tiba-tiba dengan tawa jahat.

Dalam satu pukulan, Melody memekik saat kaki wanita yang memiliki rupa yang mirip dengan mama angkatnya itu menendang dadanya membuat Airin memekik kaget.

Air mata gadis itu mengalir bersamaan dengan rasa sakit yang mendera dadanya. Tenaganya sudah terkuras sebelumnya ditambah dengan ini membuatnya semakin lemah.

Air mata Airin semakin deras saja saat Mysha dengan tega mencambuk Melody dengan kasar. Erangan kesakitan yang teredam ditambah isakan Airin yang semakin kencang membuat Mysha tertawa geli.

Seegois apapun Melody dimasa lalu, ia hanya merasa terancam. Ia merasa kalau ia akan kembali tidak dianggap dengan kehadiran Airin. Namun, melihat respon kedatangan Airin yang makin lama semakin panas, Melody sadar kalau ia hanya terlalu egois.

Airin pantas dilimpahkan kasih sayang karena ia hidup dengan perasaan sakit hati dan dendam. Melody mengakui itu, tapi bukan berarti ia akan meminta maaf dan berteman dengan Airin.

Biarkan aja ia sudah tercela. Tidak ada yang perlu diperbaiki kembali. Sedangkan Airin tidak menyangka kalau semuanya akan seberantakan ini. Ia menyesal telah melakukan semua ini terburu-buru seakan-akan Mysha adalah sesuatu yang gampang ia provokasi.

"Ada baiknya tidak membuang waktu," ujar Mysha lalu mengeluarkan sebilah pisau tajam membuat mata Airin membola. "Bermain-main dengan anak pungut yang tidak berharga lebih baik." ujarnya lalu berjongkok.

Nafas Airin memburu, air matanya terus mengalir dengan tubuh gemetaran ia menatap Mysha yang mulai menyeringai mengintai Melody.

Dengan cepat, ia bersimpuh walaupun harus menahan rasa sakit di bahunya karena tubuhnya tertarik kedepan. Ia menunduk sambil menatap lantai dengan senyum getir.

"Kumohon jangan sakiti, Melody. Gadis itu tidak bersalah."

Mata Melody membulat, ia tidak suka melihat Airin yang bersimpuh sambil memohon keselamatannya. Ini sungguh ironis, Melody menggelengkan kepalanya tapi Airin tidak juga berhenti.

Welcome Back, Tunanganku! (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang