93. Good Bye, Van! (End)

50.2K 1.9K 52
                                    

Santai, guys. Masih ada epilognya kok. Saya tau banyak sekali kekurangan yang ada di cerita ini, hiks ... Baik dari penulisan tentunya juga dengan alurnya. Maaf kalau nggak bisa membuat cerita penuh romansa.

Saya saja bingung mau bikin endingnya. Kalian sadar nggak sih, masih ada konflik yang belum benar-benar selesai.

Pertama, sahabat-sahabat Airin dan Rivan yang hilang begitu aja. Elisha yang awalnya cuma cameo tiba-tiba jadi second lead female. 

Kedua, masalah Mysha yang belum kelar. Pasti kalian banyak yang bertanya-tanya kok Mysha yang tersiksa ngga ada atau sebagian dan penyesalan Revin yang belum dimaafkan oleh Airin tentunya. Kehilangan anak tentunya membuat kesedihan mendalam.

Ketiga, cerita cintanya terlalu klise.

Keempat, saya ada bikin clue pas Airin diculik, kalau ada 'sesuatu' yang terjadi antara teman-teman Airin. Dan .. karena part yang udah terlalu panjang, saya nggak bisa mengupas lebih tajam nih.

Sedih rasanya:')

Ingat, nggak? Ini tentang Chelsea. Nggak ingat? Ya nggak pa-pa. Lebih baik nggak usah diingat aja, hehe. Biar jadi rahasia ilahi.

Btw, saya mohon maaf kalau feel alurnya kurang atau terlalu maksain.

Dan juga terimakasih atas kunjungan kalian, ya! Juga yang sering komen dan nge-vote. Saya berterimakasih sebesar-besarnya.

Sekali lagi mohon maaf dan terima kasih!




_

Airin merasakan sakit yang luar biasa. Rasanya semua yang ia bangun langsung hancur lebur begitu saja. Padahal, itu kan yang ia inginkan? Dibebaskan dan membebaskan.

Lihat? Setelah apa yang terjadi, kenapa Airin merasakan sakit yang luar biasa. Tubuhnya menangis, gadis itu menghela nafas frustasi. Ditatapnya punggung Rivan yang mulai menjauh. Pemuda itu sangat marah.

Tapi, apa boleh buat? Airin juga harus tau resiko bertahan untuk melepaskan, bukan? Inilah konsekuensinya. Tidak boleh ada rasa penyesalan sedikitpun, tetapi dirinya juga tidak bisa mengendalikan pikirannya.

Airin tersenyum getir, lebih baik ia meninggalkan daripada ditinggalkan. Menenangkan diri sekarang lebih baik ia lakukan, rencana yang ia ulah matang-matang kini sudah tidak terkendali.

Airin ingin pergi besok!

Dirinya tidak bisa berpikiran jernih saat ini, ia juga tidak bisa menatap keluarganya. Bagaimanapun, Airin juga gadis lemah yang rapuh, memerlukan penopang. Dirinya ... lemah.

Gadis itu mengetatkan rahangnya agar tidak mengeluarkan satu isakan kecil pun. Air matanya terus berjatuhan, tangannya mencengkram erat dadanya sendiri. Rasa sakit ini sangat tidak ada baginya.

Dirinya kalah, Airin kalah. Dia tidak bisa mengendalikan dirinya sendiri. Isakan mulai terdengar pilu. Gadis itu memukul dadanya sendiri. Suaranya semakin kencang, tersedu-sedu Airin hanya bisa menelungkupkan kepalanya.

***

Ia aku dirinya salah, dirinya egois, ia tidak pernah memikirkan perasaan Airin. Tidak ada perjuangan berarti dihubungan mereka. Airin benar, hubungan ini tidak ada perjuangan sama sekali.

Mereka saling mencintai karena merasa itu adalah kewajiban. Mereka merasa kalau yang mereka lakukan adalah keharusan. Memberi kasih sayang dan menerima kasih sayang, itulah tugas mereka.

Diam, marah, dan benci. Mengawali kisah mereka. Terlambat, Rivan bisa memastikan kalau dirinya terlambat. Luka yang semakin besar akan meninggalkan bekas.

Welcome Back, Tunanganku! (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang