85. Full Time With Rivan

21.6K 1.1K 21
                                    

Keadaan yang semakin tegang membuat Melody panik. Gadis itu langsung saja menelpon Allard. Melody berpikir kalau Elisha pasti dapat membantu Airin agar keluar dari situasi ini. Tapi sayangnya ia tidak memiliki nomor handphone kakak tingkatnya yang telah lulus itu.

Ia menggigit jarinya gelisah. Ini semakin memanas.

"Gue udah nggak suci, Van. Gue cewek yang udah hamil karena diperkosa 4 hari!"

Mata Rivan membola, bersamaan dengan tubuh Karin yang ambruk ke lantai. Tidak! Wanita itu tidak pingsan tetapi terlalu syok. Rivan berharap ini hanya ini hanya sebuah prank atau alasan konyol dari gadis itu.

Nafas Airin memburu, dadanya naik turun dengan mata yang merah. Gadis itu terlihat kacau saat ini. Ia hanya bisa tersenyum miris, kehidupannya sungguh memilukan.

"Gue diperkosa sampai hamil. Gue udah nggak suci." Suara gadis itu melemah. Lututnya terasa lemah, ia tidak tahan berdiri hingga harus terduduk di lantai yang dingin. Air matanya tidak berhenti keluar, ia terlalu lemah jika mengingat hal itu.

Rivan kembali mengeraskan rahangnya. Ia tau kalau Airin tidak mungkin bercanda pada situasi seperti ini. Tapi ... pemuda itu tidak percaya.

Melody semakin gelisah, ia langsung berlari menuju tempat dimana bundanya masih terduduk. "Bun, masuk ke kamar dulu. Kita biarkan Airin berbicara sementara itu Bunda istirahat dulu."

Melody dapat melihat bagaimana keinginan bundanya itu untuk terus di sini. Namun, mengingat kondisi kesehatan Karin yang baru saja pulih, Melody tidak mungkin membiarkan Bundanya itu sakit kembali.

Setelah membujuk wanita itu, akhirnya Karin mau melakukannya tanpa perlawanan lagi. Melody dapat melihat tubuh Sanjaya yang lemas sudah duduk di meja makan.

Mata Rivan terasa memanas. Ia meneguk salivanya. "Si-siapa cowok i-tu?"

Airin terdiam lalu memejamkan matanya. Perih, hatinya perih. Apalagi memori yang harusnya ia hapus sekarang kembali diungkapkan.

Rivan tidak suka dengan respon Airin yang hanya diam. Ia kalut. Ia merasa gagal menjaga tunanganya sendiri. Ini sangat diluar dugaannya. Fakta ini begitu menyakitkan sekaligus mengejutkan.

"Siapa, Rin!?"

Airin tersentak mendengar nada tajam dari Rivan. Bibirnya bergetar. "Ra-Raka."

Bersamaan dengan itu, Rivan terjatuh ke lantai. Lututnya lemas, pemuda itu menatap kosong Airin lalu terkekeh miris. Ini benar-benar karma buruk, saat pemuda itu mempermainkan banyak gadis diluaran sana, tunangannya juga dipermainkan oleh lelaki brengsek diluaran sana.

Bibir pemuda itu bergetar. Matanya yang sebenarnya berkaca-kaca membuat genangan air hangat yang beberapa detik kemudian tidak dapat dibendung. Air matanya mengalir tanpa bisa menyaring rasa sesak yang ia alami.

Sanjaya, lelaki itu bangkit dengan wajah marah dan pergi ke ruang kerjanya. Airin tau kalau ayahnya tidak akan membiarkan hal ini, dan ia akan siap menanggung semuanya.

Airin menghapus jejak air matanya. Lalu menatap Rivan. "Gue rasa ini juga alasan yang bagus buat pergi dari lo." ujarnya santai. Tapi, percayalah, Airin kembali mati-matian untuk tidak menangis kembali.

Ia benar-benar tidak ingin goyah. 

Rivan menggeleng lalu menatap Airin tajam. "Lo kira dengan alasan lo tadi bisa bikin gue bakal melepaskan lo begitu aja?"

"Nggak, Rin." sambung Rivan.

Rivan menatap Airin dengan tatapan yang membuat nyali Airin menciut. Gadis itu mengalihkan pandangannya. Ia tidak mampu melihat mata Rivan.

"Mau gimana pun lo sekarang Rin, lo masih milik gue. Nggak ada yang bisa lepasin ikatan ini." Rivan bangkit lalu segera menarik Airin kepelukannya. Gadis itu langsung terisak, sambil menyembunyikan kerapuhannya di dada Rivan.

Ini semua sangat menyakiti keduanya, bukan hanya mereka tapi orang-orang terdekat mereka. Ikatan bertahun-tahun ini terancam putus, tidak ada yang tau apa yang sedang dipikirkan oleh Airin. Rivan akan selalu berhari-hari kedepannya.

Mudahan saja, Airin masih mau menerima dirinya yang brengsek ini.

Airin mengurai pelukannya lalu menatap Rivan dengan sendu. "Permintaan kedua, gue mau full time berdua."

***

Keinginan Airin untuk berlibur sontak membuat Rivan terkejut, tapi apalah daya. Kalau boleh jujur, Rivan juga sangat-sangat menyukai perubahan tiba-tiba Airin ini.

Berlibur? Berdua bersama orang yang ia cintai?

Lihatlah sekarang, Rivan sedang senyum-senyum tidak jelas di kasurnya. Padahal malam sudah menyapa, tetapi pemuda itu masih saja memikirkan seseorang.

Tapi, Rivan juga khawatir. Ia bingung sih dengan perubahan tiba-tiba Airin yang langsung meminta full time padahal sebelumnya memilih untuk memutuskan hubungan perjodohan ini.

Entah darimana Airin mengetahui tentang perjanjian masa lalu, yang pasti Rivan sangat mengutuk orang yang membuat gadisnya mengetahui semuanya.

Disini lain, seorang gadis tampak mengusap telinganya setelah bersin berkali-kali. Telinganya terasa sangat panas.

"Anjing mana lagi yang mengutuki majikannya," gumamnya.

Keesokan harinya, Rivan langsung bersiap-siap untuk memakai pakaian terbaik yang ia punya. Pemuda itu menatap pantulan dirinya di cermin lalu mengernyitkan dahinya.

"Rambut gue kayak baru tersambar petir aja, njir."

Setelah bergumam, pemuda itu membentuk rambutnya sedemikian rupa sehingga terlihat begitu coolboy. Sekali lagi, pemuda itu menatap dirinya sendiri di cermin.

"Nggak cocok banget dah rambut gue sama outfit gue nih." keluhnya kesal.

Dan setelah percobaan berkali-kali, akhirnya rambut yang ia idam-idamkan telah rapi. Pemuda itu menghela nafas lalu menatap jam tangan yang baru saja ia pakai.

"Kira-kira Airin langsung terpesona nggak sih?"

Rivan hanya tidak ingin Airin merasa malu membawanya. Rivan tau ia sangat tampan, tetapi tidak ada yang tau bukan kalau saja ketampanan nya ini membuat Airin tidak nyaman?

"Oh, Rivan. Lo sangat bersinar pagi ini. Mudah-mudahan cahaya gue mampu membuat Airin kesilauan."

Setelah berdebat dengan dirinya sendiri, Rivan akhirnya keluar dari kamarnya itu dengan gaya yang sangat cool. Sepertinya pemuda itu terlalu menghayati perannya menjadi pacar yang gentle dan cool.

Saat menuruni tangga, dilihatnya seorang gadis dengan dengan kaos oblong polos berwarna putih dan short jeans karet serta topi putih membuat Rivan hampir tersedak air liurnya sendiri.

Bukannya Airin yang terpesona dirinya, malah dirinya terpesona dengan kecantikan gadis itu. Gadis itu tersenyum cerah kearahnya membuat Rivan bahkan tidak bisa berkata-kata.

"Udah siap?" Suara lembut gadis itu membuat Rivan tersadar. Dengan gelagapan ia menjawab. "I-i-ya."

Airin mendekati Rivan lalu menarik tangan kanan Rivan dan menautkan kedua tangan itu. Rivan membeku. "Apa yang ..."

"Pegangan tangan sama tunangan sendiri emang salah?" Setelah mengatakan itu Airin terkekeh geli.

"Ayo kita ke pantai!"

Rivan terkejut, apa tadi? Pantai?

"Tapi, Rin. Gue berarti salah pakaian---"

Tanpa mendengar permohonan Rivan untuk kembali mengganti pakaiannya, Airin menarik pemuda itu keluar. Sungguh senyum gadis itu sangat menenangkan dirinya hingga Rivan seakan-akan lupa dengan permasalahan yang terjadi.

"Kita naik bus."

"Hah?"

Welcome Back, Tunanganku! (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang