***
Pujian dan makian hanyalah angin sepoi-sepoi. Mereka tidak bertahan lama. Mereka akan segera pergi. Untungnya, tidak ada yang abadi di dunia ini, jadi masalah dan penyakit pun dapat segera menghilang. Penyakit psikologis bukan karakteristik, tapi kondisi seseorang dalam situasi tertentu, dengan begitu responnya akan jadi berbeda untuk setiap orang.
Kehamilan Jisoo beberapa tahun silam adalah angin yang menerpa Jisoo, juga kekasihnya– Suga. Namun kedua orang itu punya respon yang berbeda terhadap si angin. Walau pada akhirnya mereka punya keputusan yang sama dengan mengugurkan anak itu, alasan yang mendasari keputusan itu jelas berbeda. Apa yang Jisoo anggap penting berbeda dengan apa yang Suga anggap penting. Seorang bayi berhak lahir– semua orang setuju dengan pendapat itu. Tapi Suga dan Jisoo mengambil keputusan yang berbeda, keputusan yang tidak akan pernah membuat mereka diberi satupun pujian.
Keputusan yang Jisoo dan Suga buat ternyata menjadi badai lain dalam hidup mereka. Lagi, respon mereka kembali berbeda dalam badai kali ini. Jisoo mencari bantuan untuk mengatasi badainya, sedang Suga memilih untuk mengatasi sendiri badainya. Mungkin karena itu, badai dalam hari-hari Suga tidak kunjung berakhir.
Malam ini adalah bulan keenam sejak terakhir kali Suga menemui Jisoo. Enam bulan lalu, hari ini adalah hari dimana Jisoo datang menemui Suga– yang itu artinya hari ini adalah satu hari sebelum Lisa terluka karena kecelakaannya. Malam ini Suga berdiri di depan pintu rumah Jisoo. Ia mengetuk pintunya tapi tidak ada seorang pun yang membukakan pintu itu.
Sembari mengetuk pintu itu, Suga membayangkan wajah Jisoo. Pria itu ingin membayangkan senyum cantik Jisoo. Namun apa yang muncul di kepala Suga, justru wajah jijik gadis itu enam bulan lalu. "Kalau melukaiku tidak membuatmu merasa sakit, jangan pernah mengatakan kalau kau mencintaiku," ucap Jisoo malam itu. Suga tidak bisa melupakan ucapan itu, ia mengingatnya, kata demi kata setiap hari.
"Sekarang pergilah. Aku sudah tidak punya waktu dan perasaan lagi untukmu. Mulai saat ini, aku hanya akan menghabiskan waktu dan perasaanku untuk orang-orang yang penting bagiku," harusnya Suga tidak marah saat Jisoo mengatakan ini. Seharusnya ia memohon agar Jisoo menjadikannya salah satu orang yang ia pedulikan. Malam ini, Suga menyesali keputusannya. Berkat keputusan itu, Jisoo benar-benar pergi darinya.
Dengan putus asa, Suga bersandar pada pintu apartemen Jisoo. Perlahan, rasa sedih berkepanjangan juga rasa lelah yang luar biasa membuatnya duduk di lantai. Ia putus asa sekarang. Ia ingin melihat Jisoo sekarang. Ia ingin memeluk wanita itu seperti bagaimana Mino memeluk Jisoo di foto yang para reporter beritakan. Sejak Jisoo mempublikasikan hubungannya dengan Mino tiga bulan lalu, Suga merasa begitu hancur.
Jisoo dan Mino berkencan dimana-mana. Mereka menonton film bersama, pergi ke restoran bagus berdua, berjalan-jalan di taman, bahkan berbelanja bersama di pusat perbelanjaan. Mino melakukan semua hal yang tidak bisa Suga lakukan bersama Jisoo, pria itu membuat Suga merasa sangat iri hingga rasanya ia akan mati karena terlalu iri.
"Ada banyak orang yang menghina mereka. Ada banyak orang yang membenci mereka berdua, tapi kenapa mereka selalu terlihat bahagia? Di semua foto?" kesal Suga setiap kali ia melihat foto Jisoo dan Mino di portal-portal berita. Padahal di bawah foto itu ada ratusan komentar keji, tapi Jisoo tetap tersenyum dengan begitu cantiknya.
Sudah dua jam Suga menunggu di sana, namun Jisoo tidak juga datang. Gadis itu tidak akan datang malam ini. Jisoo tidak akan datang lagi ke rumah itu, ia meninggalkan Suga dan seluruh kenangan mereka di sana. Jisoo sempat kesal, karena ini kali kedua ia pindah rumah hanya karena Suga, Jisoo merasa ia sangat lemah, sangat payah, karena sudah menghindari Suga dua kali. Untungnya, kali ini ia punya Mino. "Kau tidak menghindari kotoran karena takut padanya, kau menghindari kotoran karena kotoran itu menjijikan, tidak apa-apa," hibur Mino disaat Jisoo merasa begitu payah karena keputusannya untuk pindah.
Malam itu, pada akhirnya Suga bangkit dari duduknya. Setelah lima jam menunggu sembari mengingat-ingat kenangannya dengan Jisoo, pria itu akhirnya bangkit. Ia berdiri dengan kaki yang kaku, sangat menyakitkan ketika duduk lima jam tanpa bergerak sedikit pun. Sembari berpegang pada dinding, pria itu melangkah. Ia masuk ke dalam lift, mengabaikan seorang pria yang sudah lebih dulu ada di sana dan tidak pernah keluar lagi.
Dua hari kemudian, di gedung YG, Seungri berlari, melesat masuk ke dalam gedung, menerobos orang-orang yang sudah lebih dulu menunggu di depan lift dan bergegas ke studio rekaman tempat di mana ia bisa menemukan Jiyong juga beberapa orang lainnya. Jiyong sudah kembali bekerja sekarang, walau sesekali ia tetap terbang ke Thailand untuk menemui Lisa.
"Hyung! Kau sudah dengar beritanya?!" teriak Seungri, mengejutkan lima pria dewasa yang sedang menikmati semangkuk mie instan untuk sarapan mereka– Jiyong, Teddy, Seunghyun, Mino dan Seungyoon.
"Berita apa? Aku sudah muak menonton berita-"
"Suga meninggal," potong Seungri, yang lantas membuat lima pria itu bergegas mengambil handphone masing-masing dan mengecek berita yang Seungri ucapkan.
Seketika semua orang membeku, tidak ada reaksi apapun yang muncul. Kelima pria itu tidak mampu menunjukkan reaksi apapun. Setelah membaca judul berita yang bertuliskan : Suga BTS menjadi korban ke-11 pembunuhan bak sampah.
"Hentikan ini, jangan dilanjutkan lagi, dia sudah dapat ganjarannya," komentar Seunghyun, orang yang pertama membuka mulutnya. Pria itu meraih setumpuk kertas berisi rencana untuk menuntut Suga atas berita palsu tempo hari kemudian mengulurkannya pada Seungri, menyuruh Seungri membuang berkas-berkas itu.
"Ya, tidak perlu lagi menuntutnya, dia pasti kesakitan, iya kan?" susul Jiyong, alih-alih senang pria itu justru merasa takut. Ia merasa takut karena Suga yang minggu lalu masih muncul di acara musik tiba-tiba saja meninggal.
"Dua hari lalu aku masih melihatnya," komentar Mino kemudian. "Aku- aku mampir ke rumah Jisoo untuk mencari USB-ku yang hilang. Ku rasa USB itu tertinggal di salah satu laci di sana, jadi aku kesana. Tapi aku tidak jadi masuk, karena Suga ada di depan pintunya. Ku pikir kami akan berkelahi kalau aku mendekatinya, jadi aku pulang."
"Tubuhnya ditemukan di bak sampah dekat apartemen Jisoo-"
"Aku harus ke kantor polisi, aku harus memberitahu mereka kalau aku melihat Suga dua hari lalu," potong Mino yang dengan buru-buru bangkit kemudian melangkah keluar. Begitu pintu tertutup, Jiyong kembali membuka mulutnya. Pria itu bilang kalau ia pernah sangat ingin membunuh Suga, ia ingin menghancurkan hidup Suga, tapi sekarang mengetahui kalau Suga tewas terbunuh dan jasadnya ditinggalkan di tempat sampah, Jiyong sama sekali tidak merasa senang. "Hyung! Antar aku, aku takut! Kau juga ikut," seru Mino, yang tiba-tiba saja kembali kemudian menarik Seungri juga Seungyoon agar ikut bersamanya.
"Ya! Hubungi managermu lebih dulu!" teriak Teddy, bersamaan dengan terseretnya Seungri dan Seungyoon keluar dari studio.
"Bersedihlah sebentar untuknya. Setelah itu kembalilah bekerja seperti sebelumnya. Sudah berbulan-bulan kau mengabaikan Big Bang karena semua masalah ini, aku sudah butuh uang sekarang, jadi ayo kembali bekerja seperti sebelumnya dan buat banyak uang lagi," tutur Seunghyun, ia tepuk bahu Jiyong sedikit meremasnya– mencoba meyakinkan Jiyong kalau semuanya akan baik-baik saja sekarang. Namun keyakinan itu tidak bertahan lama, karena setelahnya handphone Jiyong terus bergetar. Orang-orang yang tahu kalau Jiyong ingin menuntut Suga atas berita palsu waktu itu begitu penasaran akan reaksi Jiyong saat membaca berita tentang Suga pagi ini.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Hampir
FanfictionApa kata yang paling menyedihkan di dunia? Hampir. Aku hampir cukup baik. Dia hampir mencintaiku. Aku hampir bisa. Kita hampir berhasil. Kita hampir bertahan.