24

1.6K 270 8
                                    

***

Hampir saja waktu berhenti. Hampir saja kehangatan itu berlangsung selamanya. Hampir saja Lisa menangis karena terlampau senang. Sekali lagi, kata yang paling menyedihkan di dunia ini adalah hampir, dalam bahasa apapun. Hampir saja Lisa mendapatkan semua kebahagiaan itu, tapi ia tidak mendapatkannya. Waktu tidak berhenti. Kehangatannya tidak berlangsung selamanya dan Lisa tidak diberi waktu untuk menangis karena terlampau bahagia. Sudah waktunya untuk melanjutkan pekerjaan, baik Lisa maupun Jiyong sudah harus kembali ke ruang panel masing-masing.

Sampai PSY selesai menyanyikan lagunya, suasana masih baik-baik saja. Semuanya masih berjalan kondusif layaknya sebuah acara profesional. Sayangnya, IU tidak bisa mengalahkan PSY. IU hanya mendapat empat puluh lima poin dalam penampilannya kali ini. Bukan poin yang rendah sebenarnya, tapi poin itu belum cukup untuk mengalahkan PSY. Karenanya, hanya ada dua tim yang menang, hingga episode terakhir itu di selesaikan dengan menangnya para penantang. Hadiah yang di janjikan akhirnya di berikan pada kelima tim penantang itu.

Biasanya acara tidak hanya berakhir di sana. Pada episode-episode sebelumnya, acara itu baru akan berakhir setelah Dindin memberitahu penantang mereka di misi selanjutnya. Tapi, karena ini adalah episode terakhir, acara itu di akhiri dengan sebuah pesta kecil. Setelah Dindin menyerahkan hadiahnya, DJ Tukutz naik ke sebuah meja DJ di sisi kanan panggung. Sang DJ kemudian memutar lagu-lagu yang pernah dinyanyikan dalam acara itu. Semua orang terlihat menikmati akhir bahagia itu, terlebih para panelis yang sekarang ikut berpesta dengan Dindin, sepuluh peserta juga sepuluh penantangnya. Malam itu, studio terasa seperti kelab malam yang begitu menyenangkan sampai DJ Tukutz berhenti karena kehabisan lagu.

Acara itu berakhir, syuting pun berakhir, semua orang yang masih berada di studio itu mulai saling menyapa sekarang. Bertukar basa-basi untuk menjalin relasi. Sebagian dari mereka bahkan bertukar kartu nama, seolah acara itu adalah pesta bisnis. Di tengah keramaian itu, Lisa melihat Suga. Menatap penuh kebencian padanya. Terlihat luar biasa marah.

Seperti rencana klise dalam drama, Suga berjalan ke sudut studio. Ia berdiri di sebelah tiang rangka penyangga lampu. Tangannya bergerak hendak mengendurkan uliran sekrupnya. Ia akan menjatuhkan lampu di atas panggung, melukai orang lain dan mencari keuntungan dari itu. Lisa melihatnya, dan ia mulai gugup karenanya. Rencana-rencana tentang apa yang harus ia lakukan muncul di kepalanya. Haruskah ia berteriak? Memarahi Suga di depan semua orang? Atau menyuruh seseorang untuk menghentikan Suga? Siapa yang bisa ia suruh? Ada terlalu banyak rencana di kepalanya sampai seseorang sudah lebih dulu mengambil tindakan.

Song Mino menghampiri Suga. Ia taruh tangannya di atas tangan Suga, menghentikan gerak tangan orang gila itu kemudian menunjukkan senyum sinisnya. "Kau benar-benar sangat menyedihkan," sinis Mino, yang kemudian memanggil seorang staff dan menyuruh staff itu untuk mengecek penyangga lampunya. Menyuruh si staff untuk memastikan tidak akan ada kecelakaan di sana.

"Siapa yang sebenarnya menyedihkan?" balas Suga, tentu setelah ia menyingkirkan tangan Mino dari kulitnya. "Aku? Tidak. Kau yang sebenarnya menyedihkan, Song Mino," hina pria itu, yang justru mendorong bahu Mino dengan jemarinya, terkesan begitu meremehkan.

"Kau masih belum mengerti?" cibir Suga sekali lagi. Ucapan pria itu kini membuat emosi Mino benar-benar tersulut. Pasalnya, Suga berucap, "Jisoo melarangmu untuk melaporkanku, 'kan? Menurutmu kenapa dia melakukan itu? Itu karena dia masih mencintaiku. Dia akan terus melindungiku."

Staff yang memperbaiki rangka penyangga lampu itu berhenti bergerak. Sedikit terkejut dengan pembicaraan Suga dan Mino yang tentu bisa jadi gosip utama di semua situs berita itu. Tidak ada yang memperhatikan mereka, namun sang staff yang membeku itu mulai berharap akan terjadinya sebuah perkelahian. Kalau mereka berkelahi, mau tidak mau perkelahian itu akan jadi sebuah berita dan reporter akan mulai mencarinya, memberinya ini dan itu untuk informasi yang di milikinya. Perkelahian itu akan sangat menguntungkan baginya– sang staff pencahayaan.

Sedang itu, di tempat Lisa berdiri, Heize mendekatinya. Wanita itu bertanya apa yang sedang Lisa pikirkan, kenapa Lisa hanya diam di tempatnya berdiri dan tidak mengatakan apapun, tidak berbincang, tidak bersenang-senang dengan banyaknya musisi di sana. "Ah aku- aku hanya tiba-tiba pusing," jawab Lisa. Ia sempat terkejut karena teguran Heize juga karena Mithra Jin yang menghampiri Suga dan Mino. Lisa tidak tahu apa yang Mithra katakan pada dua pria itu, namun kedatangan Mithra baru saja mencegah sebuah masalah baru.

"Kau baik-baik saja?" tanya Stella, yang tidak sengaja mendengar kalau Lisa pusing. Saat itu Stella sedang berbincang dengan Jessica Jung– salah satu panelis hari itu. Stella dan Jessica berbincang kira-kira dua langkah di sebelah Lisa yang tengah berkumpul bersama Heize juga Jooyoung– partner menyanyi Heize di lagu barunya.

"Ya, aku baik," balas Lisa, yang sekarang bisa merasa lebih tenang, lebih santai karena Mithra sudah membawa Suga meninggalkan Mino. "Aku ingin menemui temanku sebentar, permisi," pamit Lisa kemudian. Gadis itu tersenyum kepada orang-orang di sekitarnya, lalu berlari kecil untuk menghampiri Mino. "Oppa," panggilnya, masih belum berani menyentuh dan mengejutkan Mino seperti minggu lalu. Mino memang memaafkan Lisa, namun suasana di antara mereka masih saja canggung. Lisa merasa Mino masih belum benar-benar memaafkannya. Tentu saja Mino masih marah, siapa yang bisa memaafkan Lisa setelah apa yang dilakukannya?

Mino menatap Lisa, menunggu Lisa mengatakan apa yang ingin ia katakan. Sayangnya Lisa tetap diam, ia butuh waktu lebih lama untuk memberanikan dirinya. "Selamat karena menang-" Mino bicara lebih dulu. Namun ucapannya tersela karena uluran tangan Lisa. Gadis itu memberinya sebuah kantung plastik berwarna kuning yang terlipat juga selembar kartu nama.

"Aku dapat resep untuk obat ini, dari pemilik kartu nama ini," ucap Lisa menjelaskan kantung juga kartu nama yang ia dapatkan. "Seperti seorang dokter dalam drama, dia tidak akan menyerah seperti dokter-dokter lainnya. Jisoo eonni masih belum kau bicara padaku, aku tidak bisa memberikan ini padanya. Jisoo eonni pantas dapat seseorang yang tidak akan menyerah padanya, iya kan?" ucap Lisa dan Mino menerima benda yang Lisa ulurkan.

"Aku akan bicara padanya," ucap Mino kemudian, bersamaan dengan dipanggilnya Lisa oleh sang manager, gadis itu sudah harus pergi untuk jadwalnya yang selanjutnya.

Begitu Lisa melangkah pergi, Jiyong menghampiri Mino. Ia ingin tahu apa yang Lisa katakan pada Mino, ia juga ingin tahu apa yang Suga katakan pada Mino. Jiyong ingin tahu segalanya, namun ia tidak ingin menanyakannya langsung pada Lisa. Ia bukan tokoh utama dalam hidup Lisa, terlebih kenyataan di depan mereka tidak seperti dunia semanis permen dalam novel.

"Kenapa dia memberiku kantung plastik?" tutur Mino justru bertanya. Ia sudah membuka kantung plastik itu, mengira akan menemukan sesuatu di sana, tapi sayangnya tidak menemukan apa-apa.

"Masukan emosimu ke sana, lalu buang mereka," balas Jiyong, setelah ia membaca sebaris resep yang tergambar dalam kantung kuning itu. Kini keduanya sadar, kalau ternyata Lisa mulai memperhatikan orang-orang disekitarnya, kalau Lisa sudah berusaha untuk mengurangi keegoisannya.

Seperti kata Ha Yoonah juga Bae Hyesoo dalam karya mereka, nasib seorang tokoh ditentukan oleh Penulisnya. Namun, Sang Penulis bisa saja lebih mudah tersentuh dibanding yang ia kira. Hal kecil yang dikatakan, hal kecil yang dilakukan, mungkin dapat merubah keputusan Sang Penulis.

***

HampirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang