3

2.1K 309 12
                                    

***

Lisa tidak lagi peduli seberapa sulitnya acara itu. Satu hal yang ia tahu, satu kelebihan yang ia miliki dan tidak banyak dimiliki pesaing lainnya adalah menari. Hyuna, mungkin akan jadi saingan berat baginya, Jaeduck dan Suga pun begitu, tapi peserta lainnya tidak terbiasa menari. Selama beberapa hari ia memfokuskan diri untuk mencari tarian terbaiknya, tarian yang paling cocok untuk acara itu. Ia tidak berharap banyak, ia tidak berharap bisa mendapatkan uang lima puluh juta itu, ia hanya berharap tidak akan berada di peringkat terendah.

Sekarang hari Jumat, dan hanya ada satu hari lagi sebelum hari H penampilannya. Dengan keras, gadis itu berlatih di ruang latihannya– berdua dengan Jennie yang membantunya untuk rapp.

"Suara nafasmu terdengar sangat jelas," komentar Lisa. "Kau terdengar terengah-engah, apa rappnya terlalu cepat?"

"Tidak," jawab Lisa yang sekarang mendudukan dirinya di depan cermin. "Sebelum eonni datang, suaraku stabil," lapornya karena Jennie tidak membantu latihan itu sedari awal. Jennie datang setelah ia selesai dengan pemotretannya, di tengah-tengah latihan Lisa.

"Sejak jam berapa kau berlatih?"

"Uhm... Sejak makan malam– lima jam," jawab Lisa membuat Jennie lantas mengangguk paham. Ya suara terengah-engah itu tentu akan terdengar kalau Lisa sudah menari selama lima jam tanpa berhenti.

"Kalau begitu sudahi saja. Besok pagi latihan lagi sebentar, setelah itu siapkan suaramu untuk lusa. Percuma saja kalau kau kelelahan," ucap Jennie yang kemudian mengulurkan tangannya, menarik Lisa agar gadis itu segera bangun dan pulang ke rumahnya sendiri. "Jangan latihan lagi di rumah, jangan perburuk staminamu,"

"Ya pelatih Kim," balas Lisa, yang lantas memberitahu Jennie kalau ia ingin mandi lebih dulu sebelum pulang. Jennie yang sudah dua jam berada di sana– membantu Lisa mengoreksi rapp serta suaranya– pun berpamitan. Ia tidak ingin mandi di agensi dan memutuskan untuk pulang lebih dulu.

Seperginya Jennie, Lisa yang sudah begitu berambisi tidak bergegas pulang seperti janjinya pada Jennie. Gadis muda itu justru berkeliling agensi, mencari seseorang yang mungkin bisa membantunya– Eun Jiwon.  Lisa ingin mengorek informasi tentang Jaeduck dari Jiwon. Sayangnya, alih-alih menemukan Jiwon, gadis itu justru berpapasan dengan mantan kekasihnya di lift. Lisa benar-benar heran kenapa mereka berdua jadi sering sekali bertemu, padahal saat masih berkencan mereka tidak pernah berpapasan sama sekali.

Malam ini Lisa berencana naik ke ruang latihan Sechskies, berharap bisa menemukan Jiwon di sana. Namun begitu lift terbuka, di dalam lift itu sudah ada Jiyong yang berdiri sendirian, bersandar pada dinding lift seperti seorang pria yang kelelahan. Selama beberapa detik tentu ada pikiran untuk menghindari Jiyong, namun pikiran itu langsung Lisa tepis dengan dalih ia tidak ingin terlihat menyedihkan di depan Jiyong.

"Aneh sekali," ucap Lisa secara tiba-tiba. Padahal pintu lift baru saja tertutup, padahal Lisa baru saja menyesal karena nekat masuk ke dalam ruang sempit itu. Namun seolah ada sosok lain dalam dirinya, Lisa bicara begitu saja, tanpa berfikir, tanpa bertanya apakah Jiyong sudi mendengarkannya. "Aku yang waktu itu meninggalkan oppa, tapi kenapa rasanya seperti aku yang ditinggalkan sendirian? Kenapa kau terlihat seolah tidak kehilangan apapun?"

Keheningan menyerang. Jiyong yang berdiri beberapa sentimeter di depan Lisa tidak bergerak. Mungkin pria itu tidur– pikir Lisa yang hanya bisa melihat Jiyong dari pantulan dinding lift yang mengkilap. Jiyong memakai kacamata hitam kesukaannya, hingga Lisa tidak bisa menatap mata pria itu– yang sebenarnya terbuka dan balas menatap Lisa melalui dinding mengkilap yang sama.

"Aku melakukannya untuk mempermudahmu meninggalkanku," gumam Jiyong kemudian. Tetap tenang, tanpa emosi hingga Lisa tidak tahu bagaimana isi hati Jiyong saat itu. Satu-satunya yang Lisa pikirkan hanya kenyataan kalah Jiyong sudah tidak lagi mencintainya.

"Tidak, bukan begitu," balas Lisa, yang sekarang memberanikan dirinya untuk berbalik, melihat Jiyong yang perlahan berdiri tegak di tempatnya, sedikit bergeser untuk menjauhi dinding lift agar ia tidak terlihat terlalu kasar. "Oppa sudah terbiasa ditinggalkan sendirian."

Hari H akhirnya tiba. Hari ini, sepuluh orang peserta acara itu di satukan dalam sebuah ruang tunggu dengan layar LCD besar di salah satu dindingnya. Kamera sudah disiapkan di seluruh sudut ruangan dan satu persatu peserta melangkah masuk untuk duduk di tiga buah sofa panjang yang disusun mirip huruf C. Di atas sebuah meja, berbagai minuman dan camilan sudah di siapkan, namun tidak banyak yang tertarik pada isi meja itu. Suga yang pertama masuk dan duduk. Pria itu duduk tepat di bagian paling ujung dengan kostumnya– celana jeans hitam dengan beberapa sobekan, kaus dan sebuah jaket. Di sebelahnya, Mad Clown menyusul. Pria itu tidak banyak berdandan, ia selalu begitu, seperti biasanya dengan celana jeans, sweater berhoodie dan topi favoritnya. Mad Clown sama sekali tidak terlihat gugup, sangat berbeda dengan gadis di sebelahnya– Stella Jang– yang kali ini memotong pendek rambutnya, memakai sebuah topi juga gaun selutut yang terlihat sangat manis di tubuhnya. Setelah Stella, secara berurutan Heize, Hyuna, IU, Jaeduck, Lisa, One dan Gray juga duduk di sofa itu.

Semua orang sudah siap dengan pakaian serta riasan mereka masing-masing. Acaranya memang untuk para penikmat hip hop, namun tidak semua dari mereka memakai pakaian serba hitam yang terlihat menyeramkan. Lisa sendiri duduk di antara Jaeduck dan One dengan celana jeans biru ketat, sebuah kaus putih yang hanya menutup setengah perutnya juga kemeja oversize berwarna hijau. Sebuah topi terpasang rapi di kepalanya. Gadis itu gugup, sangat gugup namun ia tidak terlihat begitu. Setengah jiwanya yang penuh ketakutan bisa ia tutupi dengan setengah jiwa lainnya– yang penuh dengan kekuatan.

"Kau tidak gugup?" tanya One, si Jaewon yang beberapa waktu lalu meninggalkan YG untuk membangun labelnya sendiri.

"Dia sudah berlatih dengan sangat keras, untuk apa lagi gugup?" jawab Jaeduck, mewakili Lisa untuk menjawab pertanyaan itu seolah mereka adalah rekan yang tidak sedang bersaing di sana. "Dia selalu ada di ruang latihannya selama satu minggu ini," cerita Jaeduck membuat Gray ikut tertarik pada obrolan itu.

"Apa yang kau lakukan di ruang latihan Lisa? Bukan tidur, 'kan?" celetuk Gray. "Aku punya seorang teman yang selalu tidur di ruang latihan. Dia bilang, dia tidak bisa tidur di rumah," cerita pria itu, memulai pembicaraan yang kemudian jadi lebih menyenangkan. Ada sepuluh orang di sana, seluruhnya sudah dewasa dan mereka semua tahu kalau mencari topik pembicaraan yang bisa dibicarakan oleh sepuluh orang dewasa dengan latar belakang berbeda adalah sesuatu yang sulit. Selalu ada forum-forum kecil yang membuat setiap orang nyaman berada di dalamnya.

Tidak lama berselang, Dindin melangkah masuk. Pria itu berdiri dengan lembar susunan acara di tangannya kemudian memberitahu setiap peserta mengenai cara mereka melakukan penilaian. "Para panelis sudah masuk," ucap Dindin memulai penjelasannya. Pria itu menunjuk layar LCD di depan mereka kemudian memperlihatkan siapa-siapa saja yang sudah melangkah masuk. Seluruh peserta Good Girl season satu ada di sana.

"Wah... Aku benar-benar merasa dikhianati," gumam Lisa sembari menundukan kepalanya– Mino dan Bobby baru saja terlihat tengah terkekeh di layar LCD itu. Keduanya duduk bersebelahan walau ada jarak setengah meter di antara kursi mereka.  Keduanya membawa sebuah remote kecil yang nantinya akan di pakai untuk menilai penampilan setiap peserta– suka atau tidak.

"Kau pasti tidak tahu kalau mereka akan jadi panelisnya," bisik Jaewon dan Lisa menganggukan kepalanya. Lisa bertanya, apa Jaewon tahu soal dua panelis itu dan pria itu bilang kalau ia mengetahuinya. "Hanbin yang bilang, katanya Bobby akan jadi panelis hari ini," jelas Jaewon.

"Semalam kami makan malam bersama dan mereka sama sekali tidak mengatakan apapun, YG benar-benar luar biasa kalau soal menjaga rahasia, tidak ada yang bisa ku percayai," gerutu Lisa sembari melirik Jaeduck yang hanya terkekeh di sebelahnya.

"Prioritasnya adalah mendapatkan nilai tertinggi dari para panelis. Tapi kalian juga akan menilai setiap penampil untuk menyesuaikan selera musik masing-masing dari kalian. Kami akan memberi kalian remote yang sama, jadi kalau kalian merasa bisa membuat pertunjukan bersama si penampil kalian bisa menekan suka, dan tekan tombol tidak kalau sebaliknya. Uhm... Semisal One merasa bisa naik ke panggung yang sama bersama Lisa, karena selera musik dan kesukaan kalian sama, One bisa menekan tombol suka– tombol O yang hijau. Tapi kalau sebaliknya, tekan tombol X yang merah,"

"Ahh... kalau begitu tekan O untuk semua penampilan saja," komentar Jaeduck. "Tidak ada ruginya tampil bersama-sama, iya kan?"

***

HampirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang