***
"Menurutku... akhir bahagia belum datang. Juga, pada kenyataannya akhir bahagia itu tidak pernah ada," ucap Jisoo kepada seseorang berjubah putih di depannya. Mereka duduk sebuah ruang kerja, di dua sisi meja kerja, saling berhadapan, menyebelahi sebuah komputer berlayar dua– yang keduanya menyala. "Akhir bahagia seperti dua kata yang bertolak belakang tapi dipaksa berdampingan. Pertama– akhir... bagaimana sebuah akhir bisa terasa membahagiakan? Sesuatu yang berakhir pasti menyedihkan. Saat sebuah drama berakhir, aku merasa sedih, merasa hampa– aku menunggu drama itu setiap minggu, lalu saat drama itu berakhir, bagaimana ini? Apa yang harus ku lakukan minggu depan? Aku sudah biasa menunggu drama kesukaanku dan dia tiba-tiba berhenti,"
"Rasanya pasti sangat tidak nyaman," komentar sang dokter dan Jisoo menganggukan kepalanya. "Lalu apa yang kau lakukan saat drama kesukaanmu berakhir?"
"Aku menonton ulang drama itu," jawab Jisoo dengan kepala tertunduk. "Tapi rasanya tidak sama lagi, tidak lagi menyenangkan jadi aku kemudian melupakannya dan mulai mencari drama lain," tuturnya sebelum ia kembali membicarakan masalah akhir bahagianya. "Lalu bahagia. Saat aku bahagia, aku berharap kebahagiaan itu tidak akan berakhir. Tapi waktu terus berjalan dan akhirnya kebahagiaan itu berakhir. Di drama, kalau akhirnya dua tokoh utama bersama, entah itu berkencan atau menikah, mereka disebut akhir bahagia. Tapi sebenarnya hidup tidak hanya berakhir dengan berkencan atau menikah. Setelah berkencan, kami akan bertengkar. Bisa saja setelah itu kami putus. Setelah menikah, kami akan berkencan. Bisa saja setelah itu kami bercerai, atau memaksakan diri hidup dalam kesengsaraan karena terlalu berharap pada akhir bahagia yang mungkin tidak akan datang."
"Jadi, di mana posisimu sekarang? Kalau satu sampai lima adalah skala kebahagiaan, di mana posisimu sekarang?" tanya sang dokter dan Jisoo menjawab pertanyaan itu dengan menunjukkan jari telunjuk juga jari tengahnya, menunjukkan angka dua dengan jarinya.
Ia tidak cukup sengsara untuk menaruh posisinya di angka satu, namun ia juga tidak bisa berpura-pura bahagia karena hidupnya, jadi ia memilih angka dua untuk menunjukkan posisi kebahagiaannya. Sekali lagi, sang dokter bertanya, kali ini ia bertanya alasan Jisoo memilih angka dua. Ia bertanya tentang hal-hal yang membuat Jisoo sedih. "Orang-orang yang ku sayangi membuatku merasa sangat sedih," jawab Jisoo setelahnya.
Hal pertama yang membuat Jisoo sedih adalah Lisa dan sikapnya. "Aku marah karena dia memberi Yoongi kode pintuku. Tapi yang membuatku sedih adalah... Kenapa dia begitu putus asa sampai mau bekerja sama dengan Yoongi? Alasan Lisa melakukannya membuatku sangat sedih. Orang-orang akan bilang kalau alasan Lisa melakukan itu adalah hal sepele. Dia menjual temannya untuk sebuah alasan sepele– itu yang Mino katakan untuk menjelaskan kesalahan Lisa. Tapi ternyata hal sepele itu sangat penting untuk Lisa, jadi ku pikir dia pasti kesulitan, sangat kesulitan karena apa yang penting baginya ternyata sepele untuk orang lain, tidak ada yang memahami perasaannya," cerita Jisoo yang setelahnya mengakui, kalau ia juga tidak bisa memahami perasaan Lisa. Jisoo sedih karena ia tidak bisa memahami perasaan Lisa, padahal Lisa bisa memahami miliknya. Lisa adalah satu-satunya orang yang tidak menghakiminya saat ia hamil. Disaat semua orang diam dan menatapnya dengan penuh kekecewaan, Lisa justru bertanya– apa yang sebenarnya jadi masalah.
"Kalau kau sedih karenanya, kenapa kau tidak menemuinya? Memintanya berhenti membuatmu khawatir dan sedih kemudian berbaikan dengannya. Bukankah kau bahagia karena berteman dengannya?"
"Aku takut melihatnya," jawab Jisoo kemudian. Ia sudah memukul kepala Lisa dengan sebuah gelas kaca, membuat luka di wajah gadis itu dan sekarang terlalu takut menemui Lisa. Jisoo takut karena saat ia melihat Lisa– yang berusaha menutupi lukanya dengan riasan– ia merasa melihat monster dalam dirinya sendiri. Ia sudah menggugurkan janinnya, ia juga melukai Lisa dengan tangannya, ia juga membuat Mino hilang kendali lalu terlihat kecelakaan, karenanya, Jisoo merasa sangat buruk. Ia merasa seolah dirinya adalah monster yang menyebabkan masalah bagi orang-orang terdekatnya.
"Orang bilang aku unik," tutur Jisoo kemudian. "Gadis yang sangat sulit di tebak. Gadis ceria yang sedikit aneh tapi masih bisa dimaklumi. Tapi... Aku tidak bisa bernafas. Aku merasa seluruh hidupku adalah masalah. Masalah tanpa akhir, hidup tanpa ada akhir bahagia di dalamnya. Aku baru saja mulai berkencan lagi, ku pikir akhir bahagiaku akhirnya tiba, tapi ternyata aku salah."
Dengan sabar sang dokter kemudian bercerita. Ia bilang, seseorang baru bisa sembuh setelah ia mau menerima penyakitnya. Ada syarat untuk Jisoo juga orang-orang sepertinya agar bisa pulih dari penyakit mereka. Pertama, jangan memaksakan diri untuk menghapus luka itu. Kedua, akui, terima dan cintai luka itu, karena setiap luka bisa menjadi peta, yang membuktikan betapa hebatnya manusia dalam urusan bertahan.
Sesi pengobatan Jisoo berakhir. Gadis itu berjalan keluar dari ruang dokternya kemudian bertemu dengan manager yang mengantarnya ke rumah sakit. Begitu bertemu sang manager, Jisoo menerima handphonenya. Ada pesan dari Mino juga dari Suga di sana. Jisoo tidak lagi menyimpan lagi nomor telepon Suga, tapi kepalanya masih saja mengingat setiap angka dari deret nomor-nomor itu.
"Kurasa aku harus menemuinya," ucap Jisoo kemudian, membuat sang manager lantas bertanya siapa yang sebenarnya ingin Jisoo temui, Mino atau Suga.
"Kenapa kau ingin menemuinya? Jangan menemuinya," cegah sang manager, setelah ia tahu kalau Jisoo tengah membicarakan Yoongi. "Kalau dia memaksa kembali, ingat bagaimana hancurnya dirimu saat dia meninggalkanmu, jangan menemuinya," saran wanita itu membuat Jisoo terpaksa mengulas sedikit senyum di wajahnya.
Jisoo ingat bagaimana ia hancur karena Suga. Jisoo ingat bagaimana cara pria itu meluluh lantakkan dunianya. Jisoo ingat bagaimana cara Suga berpura-pura tidak mengetahui apapun. Jisoo bahkan ingat kata per kata saat CEO tempat kerja Suga mengatakan pada Yang Hyunsuk kalau Jisoo mungkin hamil dengan pria lain. Seperti seorang pengecut, Suga tidak ingin mengakui kesalahannya, ia melarikan diri dan membiarkan Jisoo sendirian dalam masalahnya.
"Tapi eonni... aku harus menemuinya dan menyelesaikan sendiri masalahku. Aku tidak bisa membuat Lisa terus berdiri di antara aku dan Suga," lembut Jisoo, karena lagi– Suga mengancamnya. Pria itu bilang ia akan menghancurkan karir Lisa kalau Jisoo menolak untuk datang menemuinya. Suga mengirim sebuah artikel pada Jisoo. Artikel itu berisi kecurangan yang Lisa lakukan selama Suga dan Lisa berada di acara yang sama. Suga bilang, artikel itu akan langsung diterbitkan kalau Jisoo tidak segera menemuinya siang ini.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Hampir
FanfictionApa kata yang paling menyedihkan di dunia? Hampir. Aku hampir cukup baik. Dia hampir mencintaiku. Aku hampir bisa. Kita hampir berhasil. Kita hampir bertahan.