14

1.4K 252 9
                                    

***

Alunan intro Lost One berputar. Heize mengawali lagu itu dengan gayanya sendiri, walau lirik yang ia bawakan sama seperti lirik dari lagu aslinya– apa kamu ingat? Momen bahagia itu berubah menjadi tumpukan debu. Sampai pada hari Minggu ini, sampai detik ia berdiri di atas panggung ini, Lisa masih belum bisa memutuskan– untuk menyanyikan lirik aslinya atau lirik tulisannya sendiri.

Wajah Jiyong juga Jennie muncul di kepalanya, kedua orang itu melarang Lisa menyanyikan lirik tulisannya. Mereka dan beberapa orang lainnya tidak mengatakan kalau tulisan itu salah, mereka juga tidak menganggap tulisannya jelek, namun orang-orang itu khawatir tulisan Lisa akan jadi pedang yang melukai tuannya sendiri. Tapi untungnya ada sebagian orang lain yang mendung Lisa untuk memamerkan lirik yang telah tulis– Suga salah satunya. Pria itu bilang, harus ada seseorang yang mengungkapkan kebenarannya dan Lisa boleh menjadi orang itu. Suga mendukung Lisa untuk membawakan lirik yang pasti akan dikomentari oleh semua orang.

Ketika bagian rappnya datang, Lisa masih membeku. Masih menimbang-nimbang keputusannya seperti seorang bodoh yang tetap diam di ranjang bahkan disaat ia terlambat bangun. Heize menoleh, menatap Lisa yang hanya diam hingga mau tidak mau wanita itu harus menyelamatkan penampilan mereka dengan mengambil bagian Lisa. Heize si jebolan Unpretty Rapstar itu tidak perlu lagi diragukan kemampuannya, ia bisa membawakan bagian Tablo dalam lagi Lost One dengan begitu sempurna.

Anakku, nanti kalau saatnya sudah tiba, lihat baik-baik jalan yang sudah ku lalui. Suatu hari nanti, aku tidak bisa berjalan di sebelahmu lagi, jadi ku tinggalkan bekas langkahku. Kau bisa melihatnya? Kalau begitu hindari mereka. Lewati jalan yang lebih mudah. Jangan mengikuti langkahku yang gila tanda tanya dan hanya memberi masalah tak terhitung. Kau bisa melihatku. Semoga mimpimu tidak akan berubah menjadi mimpi buruk saat kau bangun. Sekarang aku sudah berlari sampai di ujung terakhir. Keabadian, pengobatan, jawaban, apa yang sebenarnya ku cari? Mereka bukan apa-apa.

"Keluarga alasanku berlari, tapi jalan yang kuambil membuat mereka meninggalkanku juga," Lisa akhirnya sadar, gadis itu akhirnya bersuara setelah Heize selesai dengan satu bait rappnya. "Mungkin ada sebuah pistol di belakang punggungku. Dengar, walaupun seluruh dunia menyambutmu, mereka juga bisa meninggalkanmu– kau harus melepaskannya, sebelum terlambat. Karena aku sudah pernah ada di sana, mereka mungkin akan terlihat spektakuler, tapi jangan tertipu dengan berlian dan emas. Jangan mabuk dengan tepuk tangan. Mereka bisa mengikatmu dengan pujian. Walaupun mereka menebar karpet merah untukmu, jangan lupa... Warna merah itu berasal dari darah dan keringatmu," nyanyi Lisa persis seperti bagaimana lagu aslinya.

Di bagian mendekati akhir, Lisa menambahkan beberapa lirik– aku ingin kembali ke hari-hari biasa itu. Ketika tasku lebih berat daripada tanggung jawabku. Ketika aku kecil, sebuah bola sudah cukup untuk membawa kebahagiaan. Tapi, orang dewasa sesekali mengambil kebahagiaan itu. Sekarang, saat aku mulai dewasa, bersandar saja sudah cukup untuk membawa kebahagiaan. Tapi, anak-anak sesekali mengambil kebahagiaan itu. Mereka hanya anak-anak, mereka bilang mereka fans, jadi mereka harus dimaafkan. Tapi aku tidak bahagia. Tidak apa-apa. Aku tidak apa-apa. Tapi walaupun aku bilang tidak apa-apa, bukan berarti ini tidak menyakitkan.

Dibanding dengan lirik pertama yang Lisa tunjukkan, lirik kali ini tentu lebih aman, walau tetap sangat mengejutkan. Di ruang panel– bersama Dindin– Jiyong sampai bangkit dari duduknya. Terlampau terkejut karena ternyata ucapannya selama beberapa hari terakhir ini sama sekali tidak menghentikan Lisa dan keinginannya.

Lagu berakhir, lampu di matikan dan kini giliran pasangan Chanyeol-Sehun yang berdiri di panggung. Begitu turun dari panggung, Heize memeluk Lisa, mengatakan kalau gadis itu sudah melakukan yang terbaik, mengatakan kalau mereka sudah bekerja keras dan berterimakasih karenanya. Sebelum kembali ke ruang panel dimana kesepuluh peserta duduk, Lisa dan Heize harus mampir ke ruangan lain untuk di wawancarai. Heize yang lebih dulu di wawancarai, sedang Lisa mengatakan kalau ia harus pergi ke toilet.

Lisa berjalan ke toilet dengan tubuh yang sedikit bergetar. Tangan dan kaki gadis itu gemetar, ada rasa khawatir yang sekarang menyerang kepalanya. Akankah ia baik-baik saja? Akankah orang-orang yang sebelumnya menyukainya sekarang membencinya? Akankah orang-orang yang membencinya akan semakin membencinya? Akankah orang-orang yang meninggalkannya kembali padanya? Atau justru orang-orang itu akan pergi semakin jauh? Ada begitu banyak kekhawatiran di kepala Lisa yang tidak bisa ia luapkan sampai kemudian kakinya berhenti melangkah.

Toilet hanya tinggal beberapa meter lagi di depannya, namun kakinya yang gemetar terlalu sulit dibawa melangkah. Langkahnya goyah dan sepatu berhak tinggi di kakinya terasa seperti sepasang kaktus yang menusuk-nusuk kakinya. Dengan perasaan yang begitu sulit diatasi, Lisa berhenti melangkah. Gadis itu bersandar pada dinding di sampingnya, perlahan-lahan menjatuhkan tubuhnya untuk duduk di lantai kemudian melepaskan sepatunya. Di lorong yang sepi itu, Lisa terlihat begitu menyedihkan.

"Apa yang kau lakukan di sini?" tegur seorang pria. Jiyong sudah ada di belakang Lisa sejak gadis itu meninggalkan panggung. Jiyong melihat Heize dan Lisa yang naik ke lantai dua puluh, memperhatikan mereka kemudian mengikuti Lisa yang katanya akan pergi ke toilet. Padahal pria itu harusnya tetap berada di bawah, di ruang panel, di belakang panggung bersama Dindin. "Menyesali penampilanmu tadi?" susul pria yang kini berjongkok dan menyamakan posisinya dengan Lisa.

Lisa tidak menjawab. Gadis itu hanya diam, menatap Jiyong yang ada di depannya sembari berfikir– apakah pria itu benar-benar Kwon Jiyong atau hanya khayalannya saja. Jiyong mengulurkan tangannya, untuk menyentuh lengan atas Lisa, menyadarkan si gadis yang hanya diam sembari menatapnya. Begitu tangan Jiyong menyentuh lengannya yang tertutup cardigan tipis, Lisa merasakan sengatan luar biasa di tubuhnya. Sentuhan Jiyong terasa seperti sengatan listrik. Sentuhannya membuat Lisa yang saat itu tidak ingin kehilangan kesempatan lantas memeluk Jiyong.

"Oppa," bisik gadis itu. Ia membiarkan lututnya menyentuh lantai lalu mengalungkan tangannya di bahu Jiyong. Tanpa berani menatap Jiyong yang terkejut akan pelukan itu, Lisa membenamkan wajahnya di ceruk leher pria itu, menghirup aroma tubuh Jiyong dalam-dalam dan mengurangi sedikit kerinduannya.

Jiyong tidak bisa mendorong Lisa. Gadis yang terlihat sangat butuh bantuan itu membuatnya tidak bisa bersikap sedikit kasar. Namun di saat yang sama, Jiyong pun tidak bisa membalas pelukan itu. Masih ada luka, juga bekasnya, yang membuat Jiyong hanya bisa diam di posisinya.

***

HampirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang