Sampai di London, Anneth langsung di antar ke apartemen yang akan dia tempati selama tinggal di London. Apartemennya sangat luas dan mewah sekali yang hanya ditinggali oleh satu orang saja.
Tidak sempat membereskan barang-barang, Anneth langsung menempel dengan kasur yang empuk. Perjalanan belasan jam membuat dirinya lelah dan badannya terasa remuk.
Bangun-bangun hari sudah gelap. Melihat jam dinding sepertinya Anneth lama sekali tidur karena sampai di apartemen itu sudah agak siang dan sekarang sudah malam lagi saja.
Anneth teringat dirinya belum mengabari keluarganya kalau sudah sampai dengan selamat di apartemen dan juga Deven. Anneth langsung mengambil handphonenya di tas dan mengetik pesan untuk dia kirim lewat email pada keluarganya, Deven, dan Joa. Cukup mereka bertiga yang Anneth kabari sejauh ini.
Setelah itu dia membereskan baju-bajunya dari koper ke lemari. Saat di tengah-tengah baju, ia mendapati tiga figura yang berisikan sosok yang berarti bagi Anneth. Disana ada foto keluarganya, foto dirinya bersama Deven, dan foto Deven sendiri yang sangat gagah foto paling di suka oleh Anneth. Sengaja ia bawa karena jika merindukan mereka foto itu bisa menenangkan sementara waktu.
Seminggu ini Anneth free dan bisa jalan-jalan mencari tahu tentang London.
Tapi bulan kedepannya dia sudah mulai masuk dengan perkenalan kampus terlebih dahulu.****
Tiba di hari kelahiran Deven yang ke 18 tahun. Tahun ini sama sekali tidak ada yang spesial perayaan hanya dari mamanya dan Devennatic yang datang ke apartemen. Tanpa keluarganya, tanpa teman-temannya, juga tanpa Anneth.
Sejak pagi Deven diam di depan televisi sambil memindah-mindahkan channel. Pikirannya kembali dipenuhi dengan nama Anneth. Terakhir email-nya bulan kemarin tidak dibalas olehnya. Saat itu Anneth mengabarinya kalau dirinya sudah sampai di apartemen dan Deven jangan terlalu memikirkannya, dan Deven membalas panjang lebar tapi sampai sekarang tidak ada balasan dari gadis itu.
Sedang seperti ini tiba-tiba Joa mengajaknya keluar. Dia mengajak Deven bertemu di tempat makan biasanya yang ada di PIM. Dasar tidak mengerti keadaan saja, tapi Deven akhirnya tetap berangkat kesana.
Masuk ke tempat makan tersebut, Deven sudah melihat Joa duduk dengan minumannya. Segera Deven menghampiri dan duduk di sebrangnya.
"Hai Jo. Jadi kenapa nih?" Sapa sekaligus tanya Deven berbarengan dengan duduknya.
"Sabar. Gue pesenin minum dulu,"
Joa memesankan minuman untuk Deven. Mereka saling diam selama menunggu minuman Deven jadi. Deven sejak tadi menunggu saja karena Joa yang bilang ada hal yang mau dibicarakan jadi tugasnya sekarang hanya menunggu.
"Jadi? Apa yang mau lo omongin Jo?" Tanya Deven setelah menyedot minumannya.
"Ehm. Sebentar," Joa membuka tasnya dan mengeluarkan sebuah kotak berukuran sedang dengan warna biru cerah dan ia menyimpan di tengah-tengah meja.
Deven menatap kotak dan Joa bergantian. Dia bingung. Maksudnya apa? Joa mengajak Deven bermain sulap? Atau seperti apa?
"Itu apa?" Tanya Deven dengan dahi berkerutnya.
"Kotaklah."
"Yeee maksud gue punya siapa bambang,"
"Punya lo,"
"Gue ngga minta pesenin barang kan ke elo? Terus maksudnya?" Deven semakin bingung karena Joa tidak menjelaskannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
K.I.T.A (Serial Sebuah Kisah)
Fiksi Remaja~Cukup hanya ada KITA. Jangan ada Dia diantara KITA~ 3, August #kita 15 dari 5,17K