part 39

1.9K 85 1
                                    

Happy Reading🍟

Gadis itu membiarkan jari-jarinya di  basahi rintik-rintik hujan. Ada rasa tenang di sana. Sesekali dia menghirup udara, menikmati suasana malam yang jarang sekali diirinya dapati di tempat tinggalnya. Menikmati nyanyian jangkrik yang mampu membuyarkan lamunannya tentang Carlen.

Tentang seandainya saja dia bisa bersama Carlen menikmati suasana saat ini.

Dia begitu menikmati hujan kali ini, berbeda dari sebelumnya  hujan datang saat dirinya sedang tak bisa menjaga dirinya yang larut dalam kesedihan. Hujan kali ini bisa memberi kenyamanan di dadanya.

Matanya masih terjaga, beberapa kali menguap. Tapi dia tak biarkan tubuhnya beristirahat. Sedangkan teman-temannya mungkin sudah tertidur lelap sekarang walaupun baru jam 9 malam, karna kecapean.

Sampai akhirnya, Fayola benar-benar tak bisa lagi menahan rasa kantuknya, dia pun memasuki kamarnya yang tak jauh dari temaptnya saat ini, disana Ia melihat Atira yang benar tertidur lelap. Dan Zalha... Masih membaca sebuah buku di tangannya.

"Zal,  kirain udah tidur... "

Zalha terkejut, "Belum ngantuk La,"

"Abis dari mana?"tanya Zalha, berusaha biasa pada Fayola

"Nikmati udara segar diluar,"Fayola tampak bahagia.

Beberapa saat kemudian, Fayola sudah terlelap meninggalkan Zalha yang masih asyik dengan bukunya, walaupun Fayola merasa tidak ada yang janggal dengan sifat Zalha.

Tak di sadarinya memang Zalha  mulai sedikit tertutup, ketika tadi sore rahasia Zalha yang sudah di jaganya akhirnya bocor ke tangan Atira dan Paul, walau dia tidak mengatakan dan jelaskan pada mereka. Zalha sangat yakin mereka sudah paham maksud Zalha hanya diam dan bertingkah sedikit canggung.

Jika liburan mereka hancur. Ini semua salahnya. Zalha tak mampu memikirkannya lagi. Dadanya sesak, matanya berkaca-kaca.

Memangnya salah menyukai orang yang sudah lama kita kenal, walaupun dia menyukai orang lain?

*****

Ruangan dengan ukuran  sembilan kali delapan meter itu tampak suasananya begitu hening tak ada satu pun kata yang terlintas di bibir mereka. Semua mata tertuju pada monitor, otak mereka di di paksa untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang muncul di monitor mereka.

Tegang, pusing, keringat dingin, semoga ini cepat berakhir. Pikiran itu terus ada di pikiran mereka.

Tapi, tidak dengan cowok yang ada di pojokan kelas, Carlen begitu santai menghadapi ujiannya dia tampak tersenyum kilat, saat menjawab pertanyaan-pertanyaan super sulit bagi banyak orang itu. Sambil sesekali melirik memberikan tersenyum pada Putri yang duduk di bangku paling depan. Putri pun menoleh dan membalas senyuman Carlen.

Perjuangan tidak akan sia-sia. Jika bisa menahan semua kepedihan dalam diri. Walau banyak dari dirimu yang terluka.

Carlen menghela nafas, "Akhirnya selesai juga."

Setelah keluar dari ruang ujian. Dia langsung melangkahkan kakinya menuju taman belakang. Tiba di sana Carlen merebahkan tubuhnya di bangku panjang di taman itu, Carlen menatap langit, Bibirnya melenkung membentuk senyum, dadanya berdebar mengingat inilah akhir perjuangannya.

Walaupun, tinggal menunggu hasil. Tapi dia begitu yakin, dirinya akan lulus. Dan semua rencananya bisa terpenuhi. Mendadak dadanya sesak, memikirkan rencananya yang sulit dia lakukan dia tak mau menangis.

Semua ini demi wanita, yang sudah mengandungnya selamasembilan bulan. Wanita yang sangat dia benci. Wanita yang tidak pernah hadir saat dirinya begitu kesepian, saat butuh sosok ibu. Dan wanita itu tak pernah hadir untuk Carlen.

Dan sekarang demi wanita yang selama ini dia benci. Dia harus menyakiti gadis yang sudah merubah dirinya, menjadi sosok yang memiliki hati, merubahnya bahwa wanita itu harus dihargai.

Makhluk paling rapuh yang di ciptakan Tuhan, dan cowok itu juga tahu, kenapa dia di ciptakan, kenapa harus ada laki-laki di dunia ini. Karna laki-laki di ciptakan untuk menjaga makhluk yang paling rapuh itu.

Walaupun ada kesan tidak adil pada semua laki-laki di dunia ini, tapi dia sadar apa yang sudah di takdirkan tak akan bisa di rubah oleh manusia.

"Carlen!"panggil gadis itu melihat Carlen yang sedang tiduran di bangku.

Suara itu melengking di telinga Carlen, suara yang memanggilnya. Suara gadis? Carlen yang belum sepenuhnya sadar dari lamunannya sedikit terperanjat saat mengira gadis itu adalah Fayola. Dan saat dia menoleh raut wajahnya berubah menjadi kecewa.

"Putri!"sahutnya, suaranya terdengar parau. Carlen pun langsung bangun. Dia masih tak percaya gadis yang memanggilnya itu adalah Putri.

Carlen tidak bisa membohongi dirinya sendiri, kalo dia mengharapkan Fayola sekarang.

"Kenapa kesini?"tanya Carlen, heran sebelummya memamg Carlen jarang sekali melihat orang lain kesini selain Fayola,  apalagi Putri mana tahu dia tempat ini, yang sebagian hidupnya di sekolah di habiskan di perpus. Pasti nggak ada waktu untuk pergi ke tempat yang sangat nggak penting.

"Maaf ya, aku tadi lihat kamu. Terus aku ikutin kamu,"ujarnya, "Aku ganggu yah, aku pergi aja deh.

"Eh, santai gak apa-apa kok, Ayo kesini."

Putri pun duduk di bangku panjang itu, perasaannya bahagia sekali bisa berdua dengan Carlen tanpa ada alasan untuk belajar. Yah karna Carlen memintanya untuk mengajarinya.

"Oh iya thanks ya,"ucap Carlen

"Thanks?"

"Kalo bukan karna lo gue pasti nggak akan sebahagia ini,"

Putri mengangkat keningnya, menatapnya. Berusaha mencerna apa yang di katakan Carlen, apa maksudnya membuat bahagia?

"Maksud kamu?"

"Iya karna lo ajarin gue semua materi yang sulit-sulit itu, menjawab soal itu jadi gampang,"Carlen tersenyum kepada Putri.

Putri senang mendengarnya, jantungnya berdebar saat Carlen tersenyum, pipinya memerah. Dia harap Carlen tidak sadar akan salah tingkahnya.

"Iya sama-sama. Aku juga senang kok kalo ilmu yang aku ajarkan bisa berguna untuk orang lain,"ucap Putri

"Menurut lo, gimana tempat ini?"tanya Carlen

"Tempatnya bagus. Masih fresh. Coba deh kalo di perbaikin lagi pasti tambah bagus,"terang Putri.

"Kalo gue mau sih, tempat ini...  tetaplah jadi seperti ini."

Putri mengangkat alisnya, "Loh kenapa, kan-, "

"Tempat ini begitu berharga. Dengan tidak di rubah. Banyak Momentum-momentum masih tersimpan dengan rapi di sini,"potong Carlen

"Oh gitu, jadi tempat ini bersejarah bagi kamu."

"Iya. ck"

"Kalo gitu, gak usah di cemari juga sama asap rokokmu,"

"Loh, malah rokok ini yang menambah kesan dramatis dari semua itu."Carlen menyalakan api, sembari mengisap rokoknya dan di hembuskannya. Ada rasa lega saat itu.
Putri terkekeh mendengarnya,"Bisa aja kamu ngelesnya."

Next part 🔜

Mau tahu kelanjutannya?

Comment yah!

Vote yah!

Yang belum follow wajib follow
Biar akunya makin semangat nulisnya 😊






















SENSE IN LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang