Dua Puluh Sembilan

1.3K 54 2
                                    

Sore harinya Raihan kembali ke rumah, ingin mengambil beberapa barang yang di butuhkan untuk Salsa. Dokter bilang istrinya harus di rawat selama 2 hari lagi.

Saat akan melangkahkan kakinya masuk ke dalam rumah, Raihan terdiam. Rasanya ia tidak ingin bertemu dengan Zahra. Bukan karena ia membenci kejadian dimana Salsa harus kehilangan bayi yang di dalam kandungannya. Tetapi, karena ia malu telah menuduh Zahra tanpa ada bukti.

Namun apa yang harus ia sesali? Semuanya sudah berhasil membuat Zahra hancur.

Dengan kasar Raihan mengusap wajahnya. Ia kembali bersalah. Sudah dua kali dirinya menyakiti Zahra. Sudah dua kali Zahra terluka dengan perbuatannya. Entah akan berapa banyak Raihan menanam luka di hati Zahra.

Kakinya melanjutkan langkah yang tertunda dengan berat.

Cklek

Saat ia memasuki rumah terlihat sangat sepi. Matanya mencari seseorang yang sudah ia sakiti. Namun nihil. Pandangannya tak menemukan keberadaan Zahra di rumah ini.

Beberapa fikiran tenang Zahra muncul di benak Raihan.

'Apa Zahra pergi dan tidak akan kembali lagi?'

Namun, fikiran buruknya hilang saat mendengar salam dari seseorang yang berada di belakangnya.

"Assalamu'alaikum" Salam Zahra dengan kepala menunduk

"Wa-wa'alaikumussalam"

Di raih tangan Raihan oleh Zahra sebagai rasa hormat kepada seorang suami. Tak ada sepatah kata yang keluar dari mulut Zahra maupun Raihan.

Entah sudah berapa banyak luka yang di berikan Raihan kepada Zahra. Namun tak membuat Zahra berhenti untuk menghormati suaminya. Suami? Apa perlu Raihan di katakan sebagai seorang suami setelah semua perilaku buruknya kepada Zahra?

"Zahra" bibir Raihan seakan kelu hanya untuk memanggil Zahra

Zahra tak menjawab, ia hanya mendongakkan wajahnya untuk menatap Raihan.

Hati Raihan terasa seperti tertusuk panah. Sakit. Di lihatnya wajah Zahra dengan seksama. Wajah dengan warna kulit sawo matang begitu pucat, di hiasi dengan kelopak mata yang bengkak dan kantung mata hitam. Tak tertinggal ada memar di kedua tulang pipi Zahra. Sungguh terlihat sangat mengenaskan sekali. Bahkan Raihan merasa jika Zahra terlihat lebih tirus. Apa selama ini hanya luka yang Zahra makan?

Tangan Raihan terangkat untuk memegang pipi Zahra yang kemarin ia tampar. Sentuhan dari tangannya membuat Zahra meringis kesakitan. Bahkan kedua matanya terdapat genangan air.

Raihan hanya diam menahan rasa sesaknya saat Zahra meringis menahan sakit akibat perbuatannya.

Ingin rasanya ia memeluk tubuh Zahra yang lemah dan rapuh itu. Namun ia tidak sanggup. Ia takut Zahra akan kembali menangis. Ia tidak akan sanggup melihat Zahra menangis.

"Kenapa baru pulang?" tanya Raihan

Zahra tersentak saat Raihan menanyainya. Ketakutannya kembali menghantui dirinya.

"Ma-maaf" jawab Zahra bergetar

Sungguh Raihan tidak mengerti mengapa Zahra begitu takut padanya? Ia hanya bertanya mengapa Zahra baru pulang? Apa pertanyaannya terdengar begitu seram?

Lagi-lagi Raihan tertampar dengan tatapan ketakutan Zahra. Ia berhasil membuat jiwa Zahra terganggu. Lalu apa yang harus Raihan lakukan?

"Dengar. Jangan merasa takut seperti itu. Maaf jika saya membuat kamu ketakutan" ujar Raihan

"Ta-tadi a-aku hanya berjalan di taman. Sampai tak sadar hari sudah gelap" jawab Zahra menunduk

"Pulang sama siapa hmm?"

The Pain I Feel (Proses Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang