Tiga Puluh Dua

1.2K 51 0
                                    

Raihan pov

Aku sebenarnya mendengar saat Zahra akan berangkat ke kampus, namun saat ini aku tidak bisa meninggalkan Salsa yang sedang tertidur.

"Eungh" lenguh Salsa. Kemudian ia membuka matanya

"Mas, apa Zahra sudah berangkat?" tanyanya yang ku jawab dengan mengangkat bahu memberi isyarat tidak tahu

"Ih Mas! Kenapa tidak kamu antar?"

"Karena aku tidak mau meninggalkan mu"

"Tapi sepertinya belum lama dia berangkat. Kamu susul ya barangkali masih menunggu angkutan umum" pinta Salsa.

Aku menghembuskan nafas dengan kesal. Dengan terpaksa aku mengiyakan permintaan Salsa.

Aku menyusul dengan malas. Entahlah jika bersamanya membuat ku malas. Aku tetap bersikap dingin kepadanya walau sudah sering aku melukai dan meminta maaf kembali. Semua perhatian yang aku lakukan sebatas rasa bersalah.

Ternyata benar kata Salsa bahwa Zahra masih menunggu angkutan umum. Namun tiba-tiba ada seorang laki-laki yang menghampirinya. Entahlah apa yang sedang mereka bicarakan. Sepertinya laki-laki itu mengajak untuk berangkat bersama dan di tolak oleh Zahra. Apa mungkin Zahra takut karena kejadian malam itu? Sehingga sekarang ia menjauhi laki-laki lain?

Ada rasa senang saat aku berfikir Zahra tidak ingin berdekatan dengan laki-laki lain. Namun, membuat aku kembali bersalah. Kejadian beberapa hari yang lalu membuat ia terlihat ketakutan dan menjaga jarak jika bertemu dengan ku. Apa sebesar itu efeknya?

Setelah laki-laki itu pergi, Zahra seperti murung. Menundukkan kepalanya serta bahu yang juga bergetar. Apa ia menangis?

Aku mengusap wajah dengan kasar. Entah mengapa aku sangat terpukul melihatnya seperti itu. Bahkan aku menyadari bahwa Zahra tidak terlihat bahagia bersama ku. Apa aku harus melepaskannya? Tapi aku tidak bisa. Entahlah alasan apa yang membuat ku sulit melepaskannya.

Aku keluar dari mobil akan menghampiri Zahra. Ia sama sekali tidak menyadari kehadiran ku yang sedang berdiri di depannya. Ku ulurkan sapu tangan berwarna putih polos kepadanya sehingga membuat ia tersadar dan berhenti menangis. Namun, ia masih menunduk tak ingin menatap orang di hadapannya.

Karena kesal melihatnya yang terus menunduk, aku angkat dagunya agar ia menatap ku.

"Kenapa menangis hmm?" tanya ku

"Tatap saya!" aku kesal karena ia masih enggan membuka matanya

Zahra menggeleng. Bahkan ia berbalik arah, membelakangi ku.

"Jangan membelakangi saya!" bentak ku menahan untuk bisa lebih bersabar

Karena sudah terlampau kesal, aku menarik Zahra agar kembali menghadap ku.

"M-Mas!"

Zahra terlihat terkejut. Seperti bertanya 'Kenapa bisa aku ada di hadapannya?'

"Ada apa hmm?" tanya ku dengan santai

Bukannya menjawab, ia malah  mencoba berlari meninggalkan ku. Namun, langsung ku tarik tangannya agar tak bisa kabur.

Ia terdiam membeku saat aku menghapus air matanya dengan sapu tangan yang masih berada di genggaman ku.

"Kenapa menangis di pinggir jalan seperti ini humm?" aku bertanya dengan suara lebih lembut. Tidak ingin membuatnya ketakutan

Ia tak menjawab. Hanya menggelengkan kepala. Aku tahu ada hal yang di sembunyikan olehnya sehingga aku tak kembali bertanya. Aku terus menghapus air matanya. Namun mengapa ia semakin gencar menangis? Apa ia menangis karena ku?

The Pain I Feel (Proses Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang