Empat Belas

1.2K 57 0
                                    

Setelah selesai mencuci piring selepas kami makan, aku langsung pergi ke kamar karena aku tidak tahu apa yang harus ku lakukan lagi. Semua pekerjaan semuanya sudah ku bersihkan.

Aku duduk di atas sofa yang berada di dalam kamar ini.

Ku lihat ada beberapa buku bacaan yang tersedia di samping sofa. Karena aku merasa bosan, aku memilih untuk membaca buku novel. Namun perhatian ku teralihkan saat terdengar suara pintu yang di buka dari luar.

"Mas Raihan? Mau ngapain? Emm maksud ku ada perlu apa?" tanya ku sedikit gugup

"Nih" ia menyodorkan selembar kertas kepada ku

"Ini apa Mas?"

"Bisa baca kan?"

Aku baca perlahan isi yang terdapat di dalam kertas yang di berikan Mas Raihan tadi

"M-Mas beneran?" aku terkejut bahagia mengetahui isinya

"Ya"

"Tapi Mas-"

"Kenapa? Kamu tidak mau?"

"Bukan begitu. Aku mau banget lanjut kuliah. Maksud ku, Mas benar-benar mengizinkan ku untuk kuliah?" tanya ku hati-hati.

Yah, tulisan yang terdapat pada kertas tadi merupakan surat penerimaan mahasiswa baru di universitas swasta.

Sebenarnya aku ingin masuk ke universitas negeri, tapi ini sudah lebih dari cukup membuat aku bahagia.

"Saya izinkan, asal kamu bisa mengatur waktu dengan baik dan bisa menjadikan rumah tangga sebagai prioritas utama" katanya

"In syaa allah Mas. Terimakasih banyak Mas, aku senang sekali" aku langsung menghambur ke dalam pelukannya.

"Khmm" deheman Mas Raihan membuat aku tersadar, sehingga langsung ku lepaskan pelukan tadi.

Ini sangat memalukan

Dengan rasa malu, ku tundukkan kepala ku dan terus memandang lantai "Ma-maaf Mas, aku tidak sengaja"

"Hmm"

Mas Raihan pun langsung keluar dari kamar.

***

Aku tidak menyangka ternyata Mas Raihan peduli kepada ku. Aku kira aku akan selalu mendapatkan rasa sakit hingga tak bisa merasakan kebahagiaan kembali, namun ternyata tidak selalu begitu, kebahagiaan yang aku tunggu perlahan menghampiri.
Aku merasa malu karena selalu mengeluh dan tidak bersyukur.

Maafkan aku Yaa Allah

Saking senangnya aku lompat-lompat kegirangan.

Namun

Cklek

"Sedang apa kamu lompat-lompat begitu?"
Mampus aku ketahuan Mas Raihan. Malu yang tadi belum hilang sekarang di tambah lagi

"E.. Eh Mas, kenapa balik lagi?" tanya ku mengalihkan pertanyaan Mas Raihan

"HP saya ketinggalan" lalu ia mengambil Hp yang tertinggal di atas meja dekat sofa.

"Lain kali kalau mau olahraga lompat-lompat jangan di kamar"
Duh aku makin malu saja

"Bukan olahraga kok Mas"

"Terus tadi ngapain?"

"Emm a-aku cuma lagi bahagia banget karena tadi" ucap ku dengan menautkan jari telunjuk dan mata yang selalu menatap lantai

"Sebahagia itu kah?" tanya nya dengan alis terangkat satu

"Iya Mas, soalnya Zahra pengen banget lanjut kuliah seperti teman-teman biar Zahra bisa Menggapai cita-cita"

Duh kenapa aku lancar banget sih jawab nya. Aku terus merutuki diri sendiri

"Emang cita-cita kamu apa?" tanya Mas Raihan ingin tahu

"Aku ingin membuat orang lain bahagia" kata ku

"Dengan cara?"

"Ya apa saja yang penting bahagia"

"Gapai lah cita-cita mu selagi itu baik. Saya akan membantu" ucap Mas Raihan sambil mengelus kepala ku yang tertutup hijab

Aku kaget atas perlakuan Mas Raihan tadi.
Ku dongakkan kepala. Namun sial nya lagi aku malah bertatapan dengan bola mata Mas Raihan

"Eh!" langsung ku buang muka ke arah kanan.

Duh malu banget

"E-emm Terimakasih ya Mas" ucap ku menunduk

"Saya keluar dulu"
Langsung ku balas dengan anggukan

***

Adzan Maghrib terdengar berkumandang. Lalu aku hendak mengambil air wudhu dan melaksanakan sholat Maghrib sendiri di dalam kamar.

Ada rasa berharap bisa sholat bersama Mas Raihan yang kini telah resmi menjadi suami ku. Aku ingin menjadi makmum dalam sholat bersama imam yang telah halal. Namun sepertinya mas Raihan tidak peduli akan hal ini.

Hati ku kembali sedih ketika mengingat kembali faktanya bahwa aku di sini menjadi seorang istri yang kedua. Aku sangat ingin menjadi yang pertama dan satu-satunya menjadi seorang istri. Tapi kenyataannya tidak seperti harapan ku.

Setetes air mata kembali jatuh

Hiks

"Yaa Allah kenapa harus terjadi pada ku? Tidak apa-apa jika aku menikah bukan atas dasar cinta, tapi kenapa aku kembali merasa sakit saat mengetahui bahwa aku menjadi istri kedua. Ini lebih menyakitkan dari pada aku di paksa menerima perjodohan ini"

"Maafkan aku jika aku menyalahkan takdir Mu. Aku ingin egois sekali ini saja. Aku hanya ingin menjadi satu-satunya bukan salah satunya"

"Tapi sudah terlambat. Semuanya sudah terjadi dan aku tidak bisa menghentikan takdir ini"

"Aku berharap meski aku merasa tersakiti tapi aku bisa merasakan kebahagiaan"

Tes

💙Cirebon, 14 Juni 2020💙

Assalamu'alaikum
Terimakasih yang sudah mau membaca dan menghargai karya ku. Ceritanya yang mungkin pasaran banget. Haha😂
Tapi tak ape lah, yang penting cerita nya murni dari pemikiran sendiri bukan plagiat

Ayo dong yang baca kasih Vote sama comment nya biar aku makin semangat buat nulis
Very sad:(

Oke bye
Nanti aku up lagi kalo gak mager wkwk

The Pain I Feel (Proses Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang