Tiga Puluh Delapan

1.7K 64 0
                                    

Seperti biasa Vote dolo sebelum baca👐

Selamat membaca..

Zahra pov

"Apa maksud ini semua"

Aku terkejut saat mendapati Mas Raihan di dalam kamar. Yang lebih membuat ku terkejut yaitu tiba-tiba Mas Raihan bertanya dengan emosi dan handphone milik ku di tunjukkan oleh Mas Raihan kepada ku.

"A-apa Mas?" aku menjadi takut. Aku tidak bisa melihat jelas apa yang ingin Mas Raihan tunjukkan dari Ponsel ku

"Sudah berapa bulan?"

Deg

"Ma-maksud Mas apa?" tanya ku khawatir jika Mas Raihan sudah mengetahui

"Mau sampai kapan kamu berbohong?"

"A-aku tidak mengerti Mas"

"Sudah berapa bulan kandungan mu?" tegasnya

Aku terdiam. Tubuhku gemetar. Sesuatu yang aku takutkan kini menghampiri ku.

"I-itu--"

"Jawab!"

Aku terlonjak kaget. Air muka Mas Raihan sungguh membuat nyali ku ciut.

"Ti-tiga bulan" aku menunduk tak berani menatap wajahnya

"Kenapa kamu tutupi dari saya?"

"A-aku. Aku ta-takut"

"Oh takut ya? Takut kalau anak yang ada di dalam kandungan mu itu ternyata anak orang lain?"

Deg

Jantungku seperti terhantam sesuatu. Ucapan Mas Raihan sangat menyakiti hati ku. Ternyata memang benar jika Mas Raihan mengetahui aku tengah mengandung, ia tidak akan menerimanya.

"Apa maksud mu Mas!" aku memberanikan diri menatap wajahnya. Tanganku mengepal erat

"Saya tahu kalau Reno menyukai mu dan bisa saja anak yang berada di dalam kandungan mu adalah anaknya"

Sebegitu kejinya aku di hadapan Mas Raihan?

"Wallahi! Aku tidak ada hubungan apapun dengannya"

"Kalau tidak ada kenapa harus kamu tutupi dari saya?" suaranya terdengar meremehkan ku

"Karena aku takut kamu tidak bisa menerimanya. Dan ternyata dugaan ku benar"

"Cih! Kamu pikir saya percaya?"

"Baiklah"

"Aku minta kita cerai Mas" ucap ku lantang tanpa ada air mata yang mengalir. Aku sudah tidak kuat untuk terus bertahan. Usaha ku selalu menjadi salah di hadapan Mas Raihan. Lalu untuk apa lagi aku bertahan?

"Kamu ingin apa? Saya tidak mendengar" tanyanya dengan rahang yang mengeras.

Mas Raihan maju dua langkah, sehingga ia berada sangat dekat di depan ku.

"AKU MAU KITA CERAI!" tegas ku dengan berani

Plak

Satu tamparan dari tangan Mas Raihan kembali mendarat di pipi kiri ku. Aku tersenyum menyakitkan.

"Aku ngantuk Mas. Silakan kamu keluar" ku bukakan pintu kamar bermaksud meminta Mas Raihan meninggalkan ku sendiri

"Menangislah"

Aku menggeleng menahan air mata yang akan keluar. Aku tak ingin menangis di hadapan Mas Raihan. Aku tak ingin terlihat benar-benar lemah.

"Menangislah Zahra" suara Mas Raihan bergetar. Aku tetap menggeleng.

The Pain I Feel (Proses Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang