Empat Puluh Empat

2.5K 108 9
                                    

Berikan vote untuk Afda💃


Raihan dan Zahra salat Isya bersama di dalam kamar tanpa Salsa, karena hari ini Salsa kedatangan tamu bulanannya.

Selepas salat Isya berjama’ah Zahra menghampiri Raihan yang duduk di atas kasur. Kepala Zahra menatap lantai dengan kedua jari telunjuk yang saling berpagutan. Sepertinya ada yang ia ingin bicarakan.

"Ekhem" Zahra berdehem untuk mengalihkan perhatian Raihan yang tengah terfokuf pada handphonenya. Namun sang Empu masih diam menatap serius ke arah Ponsel.

"Ekhem" dehemnya sekali lagi

"Mas ih kok nggak nyahut-nyahut" kesal Zahra. Tangannya ia taruh dengan menyilang di atas perut besarnya.

Raihan terkekeh melihat tingkah Zahra. Sebenarnya ia hanya pura-pura sibuk dengan Ponselnya.

"Ada apa?" tanya Raihan datar

Zahra bertingkah ragu dengan kedua kakinya yang ia pagutkan.

"Ada apa Zahra?"

"Besok"

"Ya?"

"Be-besok bolehkah aku bertemu Maya?" ternyata Zahra ingin mengatakan ini

Sejenak Raihan terdiam. Wajahnya terlihat tak bersahabat. Entah karena alasan apa ia seperti itu.

"Mas?"

"Nggak" jawab Raihan melihat lurus ke arah Zahra

"Mas ayolah" Rengek Zahra

"Boleh ya Mas" pinta Zahra menarik-narik tangan Raihan

"Saya bilang nggak ya nggak"

"Tapi kan Mas" Zahra menunduk sambil memilin ujung bajunya

"Zahra ingin bertemu Maya. Sudah lama Zahra nggak ngobrol"

"Kan bisa lewat telepon"

"Beda rasanya Mas. Kalau telepon nggak bisa ngurangin rasa rindu" sanggahnya tak mau kalah

"Ck! Saya tetap nggak akan mengizinkan kamu pergi" kata Raihan meninggalkan Zahra

Zahra menunduk. Air matanya sudah menggenang, sudah di pastikan sebentar lagi akan turun.

"Hiks hiks"

Tepat! Saat itu juga Zahra menangis.

"Mas jahat. Masa aku nggak boleh ketemu Maya. Hiks" raungnya masih dalam posisi berdiri dan menunduk.

***

Pagi ini Zahra sudah bersiap-siap akan bertemu dengan Maya. Semalam Raihan tidak mengizinkan Zahra untuk pergi menemui Maya karena usia kandungannya yang semakin besar dan di perkirakan dua minggu lagi persalinannya. Namun ia tak kuasa melihat istrinya yang menangis terus menerus karena ingin bertemu Maya.

Raihan berdiri di belakang Zahra yang tengah menatap cermin sambil membenarkan letak bros bunga mawar.

Raihan memandang Zahra begitu lekat, tatapannya sangat dalam. Entah mengapa kali ini Raihan sangat berat hati jika Zahra pergi keluar meski bersamanya.

Sementara, Zahra sedikit merasa risi dan juga malu saat melihat pantulan Raihan di cermin yang tengah menatapnya. Dengan langkah ragu, Zahra menghampiri Raihan.

"Mas, a-ayo" ajak Zahra namun kepalanya menunduk

Raihan mengangkat satu alisnya dengan Menyunggingkan senyum. Tangannya menarik pinggang Zahra.
"Ayo apa hmm?" goda Raihan

The Pain I Feel (Proses Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang