Dua Puluh Enam

1.2K 45 2
                                    

Hari ini ada jam mata kuliah yang harus Zahra ikuti. Namun ia tak tega untuk meninggalkan Salsa, meski ada asisten rumah tangga yang akan menemaninya.

"Mbak tidak apa-apa aku tinggal?" tanya Zahra sedikit khawatir

"Ya ampun kamu ini. Mbak akan baik-baik saja di rumah. Percaya deh" Salsa mencoba untuk meyakinkan Zahra

"Tapi aku tidak enak meninggalkan Mbak"

"Sudah tidak apa-apa. Lebih baik kamu cepat berangkat, nanti telat"

"Mas" panggil Salsa ketika melihat Raihan yang menuruni anak tangga

Yang di panggil hanya menaikkan satu alisnya. Mungkin sebuah isyarat untuk mengatakan 'Ada apa?'

"Antar Zahra pergi ke kampus ya" pinta Salsa

"Tidak Mbak. Aku berangkat sendiri saja. Biasanya aku juga berangkat sendiri kan?" Zahra langsung menyanggah ucapan Salsa

"Mbak ingin kamu berangkat bersama Mas Raihan" katanya dengan raut wajah sedih

"Ayo" ajak Raihan. Ia berjalan mendahului Zahra. Tak ingin bertele-tele

"Ya sudah Zahra pamit ya Mbak. Assalamu'alaikum" kemudian Zahra menyusul Raihan yang telah menunggunya

"Wa'alaikumussalam"

***

Zahra merasa canggung saat berdua bersama Raihan.
Semua gerakannya pun tiba-tiba akan menjadi sangat kaku. Bingung akan seperti apa

"Cepatlah! Jangan membuang waktu saya" ujarnya

Meski Raihan pernah merasa bersalah, namun segala sifatnya akan tetap seperti awal. Raihan akan manis jika bersama Salsa. Sementara kepada Zahra, ia akan dingin, tanpa ada kelembutan dalam bertutur.

Zahra menghela nafas pelan. Ini yang membuatnya menolak untuk pergi bersama Raihan.

Tak ingin Raihan marah, ia membuka pintu mobil. Bukan seperti di dalam cerita novel. Ketika seorang istri yang tak di harapkan akan menaiki mobil bersama suaminya, maka ia akan duduk di kursi belakang.
Ia cukup tahu, mana mungkin suaminya ingin seperti seorang sopir. Kemarin saja ia terlihat kesal karena Zahra dan Salsa duduk di kursi belakang.

"Ke belakang" titahnya

Deg

Saat baru saja Zahra mendaratkan pantatnya di atas kursi yang berada di sebelah Raihan. Ia di buat malu karena ternyata Raihan mengusirnya.

"Ma-maaf" ucap Zahra menunduk menahan malu

"Saya tidak ingin kamu duduk di sebelah saya" ucapan Raihan sukses membuat dada Zahra merasakan nyeri kembali

Ia kira setelah kejadian beberapa hari yang lalu akan membuat Raihan bisa menerima kehadirannya. Namun, ternyata memanglah posisinya tidak akan pernah menggantikan Salsa.

Tak terasa air matanya perlahan jatuh. Ia sangat takut jika Raihan akan melihatnya menangis. Namun, ia bersyukur karena Raihan hanya fokus mengendarai mobilnya.

Di perjalanan, Zahra hanya melihat ke pemandangan dari samping. Rasanya terlalu panjang perjalanannya untuk sampai ke kampus.

Drtt Drtt

Ponsel Zahra bergetar. Di lihatnya notif, ternyata ada telepon dari seseorang. Senyumnya merekah.

"Assalamu'alaikum" sapa Zahra dengan senang

"..."

"Baiklah nanti kita ketemu di caffe seperti biasa" jawab Zahra

Raihan mengerutkan keningnya mendengar Zahra akan bertemu dengan seseorang di sebuah caffe.

The Pain I Feel (Proses Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang