Halo guys!
Siapa nih yang nunggu extra part lagi? Ini sebenarnya udh aku tulis lamaaaa banget. Maaf ya, baru aku publish sekarang.Apapun akhir dari kisah ini, kita harus terima, karena begini lah isi pikiran aku😂😂
Happy reading😘
Lima tahun sudah berlalu tanpa kehadiran Zahra di samping Raihan dan juga putrinya. Zafira tumbuh sehat dan menjadi anak yang sangat ceria di usianya yang 5 tahun, kini gadis kecil itu memulai pendidikan di taman kanak-kanak. Zafira menunggu sang Ayah di depan sekolahnya.
Tak membutuhkan waktu lama, Raihan datang dan menekuk lututnya dihadapan sang putri, “Halo, anak Ayah yang cantik!”
Zafira tersenyum lebar, hingga beberapa gigi yang sudah copot terlihat oleh orang yang melihatnya, termasuk Raihan.“Ayah!” gadis kecil itu memeluk Raihan penuh semangat.
“Ayah janji kan?” ucap sang putri.
Raihan mengangguk, “Pasti dong!”
Mobil yang dikendarai Raihan melaju menuju suatu tempat yang akan dikunjungi olehnya dan juga Zafira. Perlahan mobil itu berhenti disebuah gerbang yang terbuat dari tembok. Tangan kekar milik Raihan menggenggam jemari mungil sang anak. Raihan dan Zafira saling menatap dan tersenyum dari samping. Keduanya melangkah melewati gerbang yang tadi menghalangi.
Raihan dan Zafira menekuk lututnya di atas tanah yang tertutupi oleh rumput kecil. Menatapnya lekat-lekat tanah yang mengunduk itu.
“Assalamu’alaikum, Zahra,” air mata Raihan menetes. Ingatannya tentang Zahra kembali terngiang.
Sementara gadis kecil itu menunduk dalam-dalam, tak ada wajah ceria yang biasanya ia tampilkan kesemua orang. Dadanya naik turun ditemani air mata yang ikut meluruh mebasahi tanah pemakaman Bundanya. Sesekali, gadis kecil itu akan mengelap air mata yang keluar dengan tangan kecilnya.
“Assalamu’alaikum, Bunda,”
Tak kuasa mendengar suara putrinya yang bergetar, Raihan meraih tubuh kecil itu kedalam pelukannya.
“Kita kasih do’a untuk Bunda, ya?” Zafira mengangguk sambil tangannya menghapus jejak air mata.
Raihan menangis pilu saat mendo’akan sang istri yang telah tiada lima tahun lalu. Perasaan bersalah kembali menghantuinya. Ia begitu menyesal setelah kepergian seorang istri yang sempat membuatnya ragu untuk mengatakan cintanya.
“Zahra, lihat,” Raihan melirik ke arah putrinya.
“Putri kita tumbuh sehat dan pintar. Dia cantik seperti kamu. Senyumnya sangat mirip denganmu. Bagaimana mungkin aku bisa melupakanmu, saat Zafira tumbuh mirip denganmu?”
“Maafkan aku karena telah berbuat jahat padamu. Maaf, aku sudah sangat terlambat mengatakan bahwa aku juga mencintaimu. Aku janji, tidak akan menyakiti dan membuat putri kita bersedih,”
Zafira terus menangis. Ia sangat ingin melihat senyum Bundanya, ingin di antar dan di jemput ketika berangkat sekolah, seperti teman sebayanya, ia juga ingin merasakan bekal yang dibuat dari tangan sang Bunda.
“Bunda, Zafira pengin Bunda ada disamping Zafira. Aku pengin meluk Bunda,”
Hati Raihan kembali terasa disayat. Ia mengingat kejadian dulu, ketika Zahra memeluk makam Bunda Nia. Ternyata hal itu kembali ia saksikan dari putrinya. Ia merasa bersalah, karena tak menepati janjinya untuk tak membuat Zafira bersedih, kenyatannya Zafira begitu sedih hari ini.
“Maafkan Ayah,” kata Raihan sambil mengusap air mata putrinya.
“Ayah, ayo pulang. Aku mau makan nasi kuning buatan Mama Salsa,” gadis kecil itu tak mau membuat matanya sakit karena menangis terus jika ada di makam Bundanya. Bukan karena ia benci Zahra.
“Baiklah,”
“Aku sama Zafira pulang. Assalamu'alaikum.”
Mereka menabur bunga diatas makam Zahra, kemudian meninggalkan area pemakaman dengan rasa sedih.
***
Setiap tahun, di hari ulang tahun Zafira, Salsa akan membuatkan nasi kuning untuk putrinya. Tiga tahun lalu, Salsa dikaruniai seorang putra tampan yang bernama Arfan Maulana. Seorang putra yang mirip sekali dengan Raihan.
“Assalamu’alaikum,” salam Raihan dan Zafira ketika memasuki rumah.
Salsa menjawab salam dan tersenyum kepada dua orang di depannya, “Wa’alaikumussalam,”
Zafira meraih tangan Salsa untuk diciumnya. Matanya mencari adiknya. Biasanya, Arfan akan mengintili Salsa jika dirinya pulang.
“Cari Arfan, ya?” Zafira mengangguk tersenyum.
“Dek Arfannya lagi tidur. Dia kecapekan main terus, jadinya ngantuk deh,” kekeh Salsa.
“Mama buatkan nasi kuning kan?” tanya Zafira penasaran menanti jawaban Mamanya.
“Iya dong, masa Mama lupa sih sama hari spesialnya putri Mama,” gadis itu tertawa mendengar jawaban Salsa.
Sebelum memakan nasi kuning buatan Salsa, Zafira berganti pakaian terlebih dahulu. Gadis itu sudah diajar disiplin sejak kecil. Zafira menghampiri Salsa yang sedang menenangkan putranya yang menangis.
“Dedek Arfan kenapa nangis? Yuk kita makan nasi kuning buatan Mama, kan Arfan suka sekali!” hibur gadis kecil itu. Arfan mengangguk setuju dan menghentikan tangisannya.
Keluarga kecil Raihan berkumpul dan menyantap nasi kuning dengan khidmat. Sesekali Arfan mengoceh sehingga menimbulkan tawa diantara mereka.
Raihan menatap dalam-dalam keluarganya. Ia bahagia dengan keluarga yang ia miliki. Namun, tetap saja hatinya merasa sedih karena kehilangan Zahra di kehidupannya. Harusnya Zahra juga berkumpul diantara mereka. Senyum sendu menghiasi wajah Raihan. Di hari spesial putrinya, ia membuat sedih sang putri. Harusnya hari ini, hanya kebahagiaan yang menghampiri Zafira. Namun, seperti permintaan putrinya, setiap ia berulang tahun, ingin mengunjungi Zahra untuk memberinya do’a.
-TAMAT-
Huaaa😭 akhirnya bener-bener ending. Gimana endingnya nih? Menyedihkan bukan? Tapi begitulah yang harus Raihan rasakan yang telah menyia-nyiakan seorang wanita berharga.
Apa pesan dari cerita ini yang bisa kalian petik?
Yuk, coba komen ya🤗
Sampai berjumpa di karya Afda yang lainnya🤗
KAMU SEDANG MEMBACA
The Pain I Feel (Proses Revisi)
Fiksi RemajaSebelum baca, Follow dulu lah. _________________________________________________________ ✨ Judul awal Luka 'Sudah terlalu lama aku merasa lelah. Hingga aku memilih untuk berhenti dari rasa yang membuat ku selalu terluka' ~Zahra 'Maaf jika aku tak...