"Athar?" Julian terpekik tertahan, ia masih setengah sadar
Ia mengernyit heran, Jantungnya berdetak kencang lagi, selalu begitu jika sedang berada di dekat bocah ini.
Namun kenapa bisa ia tidur bersama Athar? Ia terkejut namun juga begitu bahagia apalagi dengan posisinya yang sedang memeluk Athar dan Athar yang sedang memeluknya juga
Pipi chubby bocah itu menempel di dadanya yang tanpa baju itu, mata indahnya terpejam sempurna, bulu matanya yang lentik mengalahkan wanita sesungguhnya, tangan Julian bergerak menuju pipi itu, namun sebelum tangannya sampai perut Julian terasa mual yang begitu luar biasa efek kebodohannya semalam yang menghabiskan berbotol-botol whiskey
Ia pun berusaha untuk bangun tanpa membuat Athar terganggu,
namun siapa sangka Julian tidak sadar jika tidurnya berada di ujung ranjang, ia kehilangan keseimbangan karena memang tubuhnya yang masih lemas dan kesadaran nya juga yang masih delapan puluh persen itu membuatnya limbung,ia ingin berpegangan pada meja di samping tempat tidurnya namun sudah terlambat, ia jatuh bersamaan dengan Athar yang ikut terbawa,
Tangan Julian menahan kepala Athar agar tidak terbentur lantai, di posisi mereka itu, Athar yang berada di bawah dan Julian menimpanya, membuat kedua bibir mereka bersentuhan
OMG!
Athar terbangun, Keduanya sama-sama membulatkan mata sempurna, nyawa mereka seolah melayang ntah kemana, waktu seolah berjalan begitu lambat, mereka kalut dalam pikirannya masing-masing
Cukup lama, mereka hanya saling pandang tanpa ada tanda-tanda salah satu dari mereka akan mengakhiri posisi itu
Julian perlahan membuka mulutnya, ntah apa yang ingin ia lakukan namun sebelum itu terjadi, ia menutup mulutnya menggunakan telapak tangan, segera berdiri dari atas Athar dan berlari menuju kamar mandi, dengan tangan yang berpegang pada benda-benda di sekitarnya karena ia masih belum kuat menahan tubuhnya sendiri,
ia memuntahkan semua isi perutnya di wastafel, perutnya begitu terasa sangat mual, kepala nya berat dan terasa berputar-putar
Athar yang mendengar Julian sedang batuk-batuk di kamar mandi ia pun segera berlari menghampiri,
Meskipun keadaan begitu canggung karena insiden tadi, namun Athar bodoamat tentang hal itu, ia lebih mementingkan kondisi Julian saat ini
Ia memegangi bahu julian, menunggunya sampai selesai memuntahkan semua isi perutnya, setelah selesai ia membawanya lagi ke tempat tidur, dan duduk bersebelahan di pinggir ranjang
"Istirahat dulu aja bang, bang Ian masih lemes"
"Gue ngga papa"
"Tapi bang ian—" belum selesai Athar berbicara sudah di potong Julian terlebih dahulu
"Call me bang Jul"
Athar mengerutkan dahi heran, kemarin-kemarin Julian tidak pernah protes tentang ia yang memanggil nya dengan sebutan 'bang ian' namun sekarang kenapa tidak mau
"Kenap—"
"Nurut saja Athar"
"Oke" Athar menyaut pelan, Julian berucap begitu dingin, ah mungkin saja mood Julian sedang buruk hibur Athar pada dirinya sendiri,
Athar sungguh tidak menyukai sikap Julian yang terlalu dingin, ia suka Julian yang selalu membuatnya tertawa, yang selalu berbicara lembut, dan care padanya.
Ia tidak suka seperti ini.
Athar berusaha mencairkan suasana, ia tidak mau terus-menerus membiarkan Julian bersikap dingin kepadanya lagi, sungguh hatinya terasa sesak
"Bang ia—"
Julian meliriknya tajam, ia lupa, karena memang sudah kebiasaannya memanggil Julian dengan sebutan 'bang ian'
Athar menyengir "bang Jul, maksud Athar"
Julian menghela nafas, Athar selalu mengingatkan nya tentang sang mama jika ia memanggilnya dengan sebutan 'ian' .
'ian'adalah panggilan kesayangan mama untuk nya sejak kecil ,
dan 'Ripan' panggilan kesayangan sang papa, namun itu dulu.
Ntahlah sekarang ini papanya masih sayang sama Julian atau tidak Julian sendiri tidak tahu, mengingat ucapan papanya kemarin hanya membuat hatinya sesak
"Bang Jul makan dulu ya, Athar pesenin makanan dulu" ucapan Athar membuyarkan lamunan Julian, ia hanya mengangguk menyetujui
Athar mengambil ponselnya, saat baru menekan tombol on bersamaan dengan panggilan masuk dari Rio
Ah Rio, bahkan ia tidak menyadari kalau ia tidak melihat Rio dari tadi, kemana dia?
"Hallo Dugong, udah bangun Lo"
Athar agak menjauhkan ponsel dari telinganya, suara Rio sungguh bisa membuatnya tuli saking kerasnya, kebiasaan
"imut gini dikatain Dugong, abang dimana?"
"iya imut kek bayi Dugong, Pulang lah, nyesek gue di sana liatin Lo sama Jul pelukan, gue kan juga pingin, mana gue baru cerai, terus gue minta jatah sama siapa"
pipi Athar memerah, apa tadi katanya, Rio melihat nya yang sedang tertidur di pelukan Julian
"Astaga maluuuuu" teriak Athar dalam hati
"Em- em apa sih"
Kenapa ia jadi salah tingkah, padahal kan bisa saja ia mengelak, lagi pula ini cowok dengan cowokan, kenapa ia bisa se salting itu
Julian yang mendengar itu hanya diam, ia juga malu
"cari yang baru, katanya fackboy" ia mengalihkan pembicaraan nya
"Udah tobat tau gue"
"Bodoamat, terus ini Athar pulangnya gimana dong"
"Ngga usah pulang deh, ngga ada yang kangen Lo di rumah"
"orang Athar ngangenin gini mana mungkin ngga ada yang kangen"
"Idih najong, gue jemput ntar Sorean, gue masih ada urusan ini"
"Bilang aja iri, karena Abang ngga ada yang ngangenin, jomblo pula sekarang" Athar tertawa terbahak-bahak
"Titisan Dajjal beneran sih kalau ini, awas aja Lo gue gampar ntar kalau ketemu, bay"
Rio mematikan sambungan telepon secara sepihakAthar masih saja ketawa, ia tidak takut sedikit pun sama ancaman Rio, ia tahu Rio hanya kesal padanya
.
.
.
.
.
.
Selamat membaca ❤️
Maap lama, pendek jugaVote kalau suka 🖤🤗
KAMU SEDANG MEMBACA
He is mine [END😻]
Teen Fiction"Ini bocil polos apa bego sih" Athar masih menatap wajah Julian menunggu jawaban. Namun Julian lagi-lagi hanya meliriknya. "Nama Abang siapa? Terus Abang ngapain di sini sendirian ? Lagi galau ya?" Julian memutar bola matanya malas "Astaga pingin ra...