Kebencian tidak memandang tempat.
***
Teman- teman yang langsung datang kerumah Rama. Penuh kesedihan di rumah itu saat ini. Dan aku yang sudah lelah, aku duduk dan bersandar ditembok diruang tv, terus menatap Ayah dari kejauhan.
Bunda istirahat, Amel dan Raka yang duduk diruang tamu menemani yang lainnya.
Warga juga ikut berjaga didalam dan luar rumah, sampai esok pagi. Aku duduk sendirian, memang sengaja tidak bergabung dengan yang lain karena disana ada Ririn, aku takut kalau sampai kita berdua ribut lagi di sana. Rama yang menghampiriku dan duduk disebelah kananku.
" Lu istirahat aja dikamar gue " aku hanya diam saja
" Han "
"Apa sih! "
" Istirahat dikamar, " aku diam lagi, rama langsung menyenderkan kepalaku ke bagunya. Aku yang sudah lelah karena sudah larut malam hanya bisa diam saja sambil menahan agar tidak tidur.
Amel dan Amira datang.
" Han, " aku mengangkat kepalaku dari bahu Rama dan menatap Amel yang berdiri di depanku.
" Hem? "
" Kita nginep dirumah Amira yuk " Amel mengulurkan tangannya. Kita semua yang terlihat lelah dan mengantuk.
" Mas, biar mbak amel sama mbak hanna dirumah ku, mbak kiara dan mbak ririn pulang kerumahnya besok kita kesini lagi " aku meraih tangan amel dan berdiri
Rama berdiri " Iya, makasih ya "
" Iya, mas Rama juga istirahat, masih ada teman yang lain bisa bantuin mas rama disini "
"Iya "
Semua yang perempuan pulang dan aku sementara menginap dirumah Amira karena merasa tidak enak kalau sampai istirahat di rumah Rama.
Pagi harinya.
Rumah duka yang semakin ramai, keluarga juga sudah mulai berkumpul.
Ririn menemani mas Rama, Amel menemani Raka, Amira menenangkan bunda.
Aku duduk dihalaman depan bersama teman yang lain, sambil menunggu mamah abang dan kakak datang.
Hari itu rasanya air mataku sudah kering, tak bisa lagi mengalir karena semalam aku terus mengeluarkannya. Dan pagi ini tinggal tersisa mata sembab dan merah.
Tapi aku sekarang merasa lebih tenang tidak seperti malam tadi. Dan aku juga baru menyadari bahwa semua perasaan itu bersifat sementara, tidak selamanya aku akan sedih dan tidak selamanya aku bahagia ada kalanya aku berada di tahap perasaan yang biasa saja.
Mereka datang.
" Han, " mamah langsung memelukku
" Lu nggak papa kan Dek? " Tanya kak ida. Aku hanya menggelengkan kepala.
Kita masuk kedalam, mamah yang ikut menangis didekat bunda.
Proses demi proses terlewati dan menjadi penghujung dari pertemuan. Kita ikut ke pemakaman, ini pertama kalinya aku melihat orang yang dekat denganku masuk ke liang lahat, dan adzan terakhir untuknya, menangis aku mendengarkannya.
Ini seperti ada sesuatu yang sangat membuatku sedih, hati serasa tidak rela. Dadaku serasa sesak mendengar adzan itu.
Abang dan kakak yang merangkul ku berusaha menguatkan aku, padahal aku juga tahu mereka juga tidak sanggup melihat dan mendengar ini semua karena teringat dengan Ayah.
***
Kita menemui Bunda dan Raka di ruang makan.
" Bun, yang kuat " mamah memeluk bunda " aku sama anak-anak pulang dulu ya "
" Iya mah, makasih udah kesini. Makasih buat Hanna sama Amel udah bantuin urus semuanya " ujar bunda dengan sisa tenaga yang dia punya.
" Sama- sama bun, bunda istirahat jangan sampai sakit " bunda tersenyum kecil.
" Ka, gue pulang dulu lu istirahat tenangkan pikiran lu "
" Makasih ya "
"Iya"
" Makasih ya mel "
" Sama-sama "
" Kita pulang dulu assalamualaikum "
Waalaikumssalam
Kita berjalan menuju pintu keluar. Rama, Ririn dan Amira berjalan ke ruang makan, berpapasan dengan kita yang mau keluar.
" Mah, mau pulang? "
" Iya, kita pulang dulu ya, jagain bunda sama adik kamu "
" Iya mah, makasih " mamah tersenyum dan menepuk pundak Rama
Abang memeluk Rama.
Kakak hanya tersenyum dengan Rama tanpa mengatakan apapun selain menepuk pundaknya. Mereka berjalan lebih dulu.
Amel berjalan di depanku.
" Mas Rama, kita pulang dulu ya " Ririn yang berdiri disamping Rama terus menatapku dan aku menatap balik dia.
" Iya, makasih udah bantuin disini "
" Iya, mas sama-sama "
" Makasih juga untuk hanna " aku mengalihkan pandanganku ke Rama dan tersenyum.
" Iya. Istirahat jangan sampai sakit. Kita pulang dulu, mas, mir " aku hanya melirik Ririn.
Jujur rasanya aku mulai menanam benih dendam ke Ririn. Ucapannya terngiang-ngiang diotakku.
Sakit hati.
" Iya, mbak hati-hati " ucap Amira.
" Gue antar sampai depan " Aku hanya sekali menganggukkan kepala dan Rama berjalan mengikuti kita sampai keluar rumah meninggalkan Ririn dan Amira.
Kita keluar dari rumah itu dan berjalan menuju mobil. Rama mengantarkan sampai depan mobil.
" Kita pulang ya mas, "
" Iya, hati-hati " Aku dan Amel hanya membalas dengan senyuman dan aku langsung membuka pintu mobil dan kita langsung jalan.,
Mobil berjalan semakin menjauh dari rumah Rama.
Tanpa berfikir aku mencetuskan sesuatu " Mel kayaknya kita lebih baik sekarang jaga jarak sama mereka. "
Amel mendengarnya sontak kaget dengan ucapku itu. " Ha. Kenapa? "
" Gue takutnya karena Ririn nggak suka keberadaan gue nanti mereka semua jadi pecah belah "
Amel mengerti dan paham yang aku maksudkan. Tapi dalam hati Amel juga sebenarnya pasti masih ingin bisa dekat dengan mereka.
" Oke, tapi kita masih mau bantu mereka? "
" Kita tetap bantu tapi kita mengurangi ketemu mereka. "
" Hmm.... "
Kakak yang duduk dikursi belakang pastinya mendengar itu.
" Ngomong apa sih? "
" nggak papa "
" oh "
Mungkin ini jauh lebih baik daripada kita bertemu mereka lagi dan malah menambah masalah.
Dan setidaknya dengan itu aku sedikit merasa tenang karena tidak akan mendengar kata-kata yang akan menusuk hati lagi.
Yuk vote....
Ig :
@aminahhanina23
@stahha_
KAMU SEDANG MEMBACA
LUKA [ END ]
Teen FictionYang pernah datang, pergi dan kembali lagi untuk menyirami rasa yang sudah mati. Itu BEGO! namanya! "gue nggak nyesel nolak lo!. Tapi gue masih pengen lihat lo berjuang buat gue!. "Hanna Karya 2021 Aminah Hanima