22

11 3 0
                                    

Yang indah hanya bisa di kenang tanpa bisa di miliki.

***

Malam ini Amel pulang.

Aku menonton film dengan serius di sofa ruang tv. Mama yang membereskan ruang tamu yang baru di pakai untuk kumpul-kumpul tetangga.

" Han, udah makan? "

" Udah mah, abang kerja? "

" Iya, Amel balik kapan? "

" Sebentar lagi juga paling sampai, udah kangen? "

" Hem!, dia kesini naik taksi? "

" Kayanya dia sama mas Rama, nanti temen-temen mau nyusul juga kesini " ucapku.

Masih sangat serius menonton film.

" Oh gitu, kamu nonton film apa sih serius banget, itu ada telephon "

Aku baru sadar ada telepon masuk, aku mengangkat telepon dari salah satu satpam penjaga konveksi.

__________________

Telepon
Satpam

Assalamualaikum mbak

Iya waalaikumsalam kenapa pak?


Itu mbak

Bapak kenapa kok panik?


Itu mbak,,,, itu,,, konveksi kebakaran!

Asstagfirulllahhalazim

__________________

Aku shok dan tubuhku lemas mendengarnya. Aku langsung mematikan telepon. Dan berusaha mengatur napas. Mamah langsung mendatangiku.

" Kenapa Han? "

Aku sudah merengek " Mamah ayo kita ke konveksi! "

" Kenapa?

" Ayo!, Kebakaran! " Aku menangis

" Innalilahi Wainnailaihirojiun, ayo ayo " mamah langsung mengambil kunci mobil dan kita segera pergi.

Didalam mobil aku hanya bisa menangis dan menangis, dan aku berfikir akan mengambil penghargaan- penghargaan ayah yang dipajang didalam konveksi itu.

Katena itu sangat penting. Dan salah satu barang-barang yang sangat berharga, yang sangat membuat aku termotivasi sampai bisa seperti saat ini.

Tidak terlalu jauh dari rumah.

Turun dari mobil dan aku melihat api yang sudah menyala besar sampai menutupi bangunan.

Aku benar- benar melihat usaha yang aku jaga selama ini dengan sepenuh hati dengan kerja keras jiwa dan raga yang aku besarkan dan yang selama ini Ayah perjuangkan dimakan api yang menyambar- nyambar, rasanya sakit! sekali.

Air mata yang membanjiri pipiku tak bisa berhenti mengalir.

Aku berjalan dari pelan mendekat dan mulai akan berlari ke dalam tapi mamah melihat aku semakin mendekat ketempat langsung menghalangi jalanku.

Mamah memegang erat lenganku. Hujan dimataku sudah sangat deras. Suara tangisku sudah sangat kencang tapi tidak menghentikan apapun. " Mah lepasin aku!. Lepasin mah... " aku berusaha memberontak dengan tangan kiri saja, untuk berusaha melepaskan pelukan mamah

" Jangan sayang! Apinya udah besar! "

"Mamah.... Lepasin...!! Lepasin!! " Aku terus memberontak dan terus menangis

LUKA [ END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang