38.

884 92 2
                                        

'Tok tok tok'

Suara ketukan pintu membangunkanku, Rara masih tidur di sebelahku. Hari mulai petang, dengan malas aku berjalan membuka pintu.

"Eh ada apa kak," ternyata kakak Rara berada di balik pintu.

"Rara masih tidur?" Aku mengangguk.

"Bangunin gih dah sore, dia tu kebiasaan. Suka ngebo ampe pagi lagi. Kamu bangunin ya,"

Aku mengangguk, kakak Rara meninggalkanku. Aku menghampiri Rara yang masih tidur dan bermaksut membangunkannya.

"Ra, bangun ra," aku menepuk pelan pundak Rara. Namun dia hanya berdehem.

"Ra dah sore, bangun."

"Ntar,"

"Aku mau mandi dulu, nanti aku keluar dari kamar mandi kamu harus sudah bangun." Dia berdehem lagi. Aku mengambil tas yang diberikan Kara tadi di kursi dekat kasur.

Aku membukanya, ini semua bukan bajuku. Apakah Kara membelikanku yang baru? Aku mengambil satu pasang. Kaos pendek berwarna putih polos dan celana panjang berwarna biru. Ternyata, di dalam tas juga ada seragam. Aku mengambilnya, masih baru. Name tag nya juga sudah ada, apakah Kara sudah merencanakan semua ini. Malas memikirkannya, aku bergegas pergi ke kamar mandi.

Setelah dua bulan tidak mandi dengan air di bumi, kini aku merasakan dinginnya air yang menjadi sumber kehidupan di planet ini. Aku menikmati detik demi detik yang aku lalui. Aku tak tau apa yang akan terjadi di masa depan. Saat ini aku harus berlindung. Menahan sakit mengingat keluargaku yang tersiksa. Kini aku menaruh kepercayaan kepada Kara. Namun apakah itu keputusan yang benar? Musuh sebenarnya adalah ayahnya, apakah mungkin Kara menghianati ayahnya demi aku? Dulu dia pernah membentakku jika dia tidak benar banar mencintaiku. Entahlah apa yang sebenarnya dia pikirkan.

Aku sudah selesai mandi. Juga berhenti memikirkan Kara. Aku keluar dari kamar mandi yang berada di kamar Rara.

"Ra, kamu belum bangun juga," aku menghampiri Rara.

"Ra, nanti kakakmu marah,"

"Hem iya iya aku bangun nih," Rara mengucek matanya.

"Kamu dah mandi?" Tanya Rara kepadaku.

"Lah, tadikan aku dah bilang sama kamu kalau aku mau mandi. Jangan jangan kamu gak denger," Rara hanya tersenyum.

"Sana mandi," Rara mengangguk dengan tangan yang masih mengucek mata.

'Tok tok tok' suara pintu diketok terdengar lagi. Aku membukanya, kakak Rara datang lagi. Dasar kakak posesif.

"Rara dah bangun?"

"Lagi mandi kak,"

"Yaudah kamu turun dulu gih, makan. Nanti biar Rara nyusul."

Aku mengangguk. Aku dan kakak Rara menuju ke meja makan. Kebetulan sekali aku sudah lapar. Aku duduk di salah satu kursi, kakak Rara menyiapkan masakan dengan lihainya.

"Ini kakak yang masak?" Kakak Rara mengangguk. Aku jadi teringat dengan Arka yang juga pandai memasak. Dia begitu baik padaku, tapi sekarang bagaimana keadannya. Apakah dia masih hidup?

"Hei, jangan ngalamun. Nanti kesambet loh,"

"Eh iya kak. Ngomong ngomong orang tua kakak di mana?"

"Di luar kota, ini kakak baru aja masak opor. Kamu makan ya,"

"Kapan kapan ajarin aku ya kak, aku juga pengen jago masak kayak kakak. Masa aku kalah sama laki laki,"

"Iya deh, sekarang kamu makan,"

"Betar kak nunggu Rara bentar. Biar bisa makan sama sama. Udah lama gak makan bersama. Biasanya sih dikantin selalu berdua."

"Emangnya kamu dari mana? Udah lama banget ya kamu gak makan sama Rara,"

"Ada urusan keluarga kak, dua bulan aku gak masuk sekolah,"

"Eh eh eh pada ngobrolin apa nih. Pada gibahin aku ya," Rara menghampiri kami dengan wajah sumpringah.

"Idih sapa juga yang gibahin kamu, dah mateng tuh makanan. Silahkan makan princess," ucap kakak Rara menggoda adiknya. Rara memeletkan lidah dan duduk di sebelahku. Kami makan masakan kakak Rara bersama sama.

My Mysterious Magic (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang