19.

1.4K 212 21
                                    

Arka bersiap menggendongku lagi untuk mencari tempat beteduh agak jauh dari sisi tebing. Waspada apabila akan ada gempa susulan. Kami pun memutuskan berteduh di bawah pohon basar barakar gantung. Mirip seperti pohon beringin. Namun bedanya pohon ini menghasilkan buah berwarna kuning berbentuk mirip dengan jantung pisang. Entahlah apa namanya.

Kami duduk bersampingan bersandar pada pohon yang rindang itu. "Ka, kenapa ya pohon disini banyak yang aneh?" Tanyaku memulai percakapan. Arka hanya mengangkat bahu. "Kenapa ya, disini yang ada cuma buah apel? Apakah buah pohon yang kita sandari bisa dimakan?" Tanyaku lagi dan lagi. Arka hanya mengangkat bahunya. "Kenapa ya ki," ucapanku terhenti. Jari telunjuk Arka menempel dibibirku. Tak lama dia melepasnya.

"Sekar, kamukan lagi sakit. Sebaiknya kamu menghemat energimu. Kamu istirahat saja. Nanti akan aku carikan makanan selain buah apel." Tutur Arka.

"Terus, cara kita pulang gimana?" Tanyaku lagi.

Arka berdiri, "Dengan ini," Arka menunjukkan kalung berbandul peluit berbentuk bemanjang. Seperti bambu yang kecil. Aku masih bingung, untuk apa peluit itu.

Arka meniupnya, namun tidak ada suara yang dihasilkan. "Peluit ini akan memanggil sesuatu. Namun, karena tempat ini jarang dijamak, mungkin dia datang agak lama." Ucap Arka. "Kamu istirahat dulu, aku mau cari makanan untuk nanti siang." Tambahnya. Aku mengangguk. Arka berjalan menjauhiku, entah apa yang akan dibawanya nanti. Palingan juga apel lagi.

Aku bingung apa yang akan aku lakukan sendirian menunggu kembalinya Arka. Akupun memutuskan untuk tidur. Ya ampun sudah berapa lama aku tidur selama disini.

"Bug," suara itu membangunkanku. Sepertinya sudah lama aku tertidur. Tapi Arka juga belum kembali. Akupun berniat mencari sesuatu yang terdengar jatuh tadi. Aku berdiri, sudah tidak terlalu pusing, sedikit lagi pasti aku sembuh.

Aku mencari ke sekitar pohon. Hingga aku menemukan buah aneh yang berasal dari pohon tempatku bersandar. Aku mengambilnya dan kembali duduk ke tempat semula.

"Sebenarnya ini apa," gumamku. Aku mencari batu yang tajam untuk membuka buah itu. Dan setelah terbuka aku terkejut. Ada buah anggur didalamnya. Buah di dalam buah ini sungguh aneh.

Aku pun dengan ragu memakan buah anggur itu. Dan tara, aku terkejut dengan rasanya. Kenapa rasanya tidak seperti anggur. Buah ini seperti apel. Kenapa harus apel lagi. Jangan jangan semua buah yang ada disini rasanya seperti apel.

Matahari sudah berada di puncaknya, namun Arka tak kunjung kembali. Perutku mulai keroncongan. Buah anggur rasa apel tadi sudah habis ku makan tadi. Akupun memiliki ide untuk memetik buah itu. Namun pohonnya terlalu tinggi. Aku memutar otak untuk mencari cara untuk mengambilnya. Dan ternyata setelah kuputa putar otak ku. Aku tak mendapatkan apa apa. Yang ada malah aku pusing lagi. Aku putus asa dan akhirnya duduk kembali.

Aku masih terus memikirkan Kara. Apakah dia sedang mencariku. Atau malah sudah melupakanku. Sebenarnya apa yang mereka minta. Kekuatanku? Bagaimana cara aku memberikannya. Bahkan aku saja tak tau apa kekuatanku.

"Bhaa," aku terkejut bukan main. Arka mengejutkanku dari belakang.

"Ih Arka, ngagetin aja sih," celetukku.

"Kamu sih ngalamun aja, lihat aku bawa apa," ucap Arka sambil memperlihatkan makanan yang dibawa.

"Ikan," celetukku lagi. Akhirnya aku makan selain apel. Tunggu, jangan jangan ikan ini rasanya apel.

"Loh, muka kamu kenapa?" Tanya Arka bingung.

"Itu ikan beneran?" Tanyaku menyelidik.

"Ya ikan beneran, masak ikan ikanan gak bisa dimakan dong," jawab Arka.

"Jangan jangan ikan itu rasanya kaya apel," ucapku. Arka tertawa terbahak bahak.

"Ikan, apel? Apa hubungannya Sekar?" Ucap Arka sambil tertawa.

"Bisa aja, orang aku tadi makan anggur rasa apel kok. Kan bisa aja ikan itu rasanya kaya apel." Ungkapku. Arka berhenti tertawa. Sepertinya dia belum paham apa yang aku katakan.

Akupun mengambil kulit buah kuning. yang aku makan tadi. "Kamu tau tidak buah ini setelah dibuka isinya anggur. Eh setelah aku coba makan rasanya jadi apel. Aneh kan?"

"Masaksih, sepertinya aku belum pernah dengar buah yang seperti itu." Arka mendekati pohon dan memanjatnya. Aku terkejut, padahal pohon itu sangat besar pasti sangat sulit untuk dipanjat. Namun Arka melakukannya seperti sudah terbiasa saja.

Arka memetik buah dan menjatuhkannya. Ketika dia mau turun aku melarangnya, "Arka jangan turun dulu, masak susah susah naik cuma metik satu. Petiklah beberapa buah lagi untuk dimakan nanti."

Arka tak jadi turun, dia memetik buah lagi yang sekiranya berukuran besar. Dibawah aku mengumpulkan buah yang telah dipetik. Setelah lumayan banyak Arka turun.

Arka langsung membelah buah itu menggunakan pisau yang terselip di ikat pinggangnya, namun setelah terbuka, kami semakin terkejut. Di dalam buah itu bukan  berisi anggur lagi.

My Mysterious Magic (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang