"Tempat apa ini?" Tanyaku terkagum kagum. Seraya melihat gua yang sangat minim pencahayaan. Terdengar suara petikan korek. Arka menyalakan obor.
"Dari mana kamu mendapatkannya?" Tanyaku lagi.
"Aku sudah sering kesini," sahut Arka.
Arka kembali menarik tanganku menyusuri goa pengap itu. Sepertinya dia ingin menunjukkan sesuatu.
"Sebelumnya aku belum pernah membawa siapa-siapa kemari," ucap Arka.
"Lalu kenapa kau membawaku kesini?" Tanyaku menyelidik. Sesekali melihat kebawah. Melihat pijakan yang penuh dengan bebatuan yang tergenang air.
Arka hanya diam. Dia masih menatap kedepan. Memperhatikan jalan yang akan kami tuju. Hingga kami sampai pada jalan buntu. Ujung goa yang melebar. Dengan dinding dinding basah dan lembap.
"Lihat itu," tunjuk Arka. Aku melihatnya. Sebuah lukisan kuno, sepertinya dibuat pada masa prasejarah.
"Coba kamu pahami, dari dulu berulang kali aku kesini namun aku belum mengerti." Keluh Arka, wajahnya terlihat murung.
"Kalau menurutmu ini gambar apa?" Tanyaku pada Arka.
"Setauku ini gambar anak panah," tutur Arka seraya menunjuk lukisan berbentuk anak panah. "Kalau yang ini gambar manusia, tapi aku tak tau ini bentuk apa," tambahnya.
"Ini, seperti bentuk biji," tuturku sambil menunjuk gambar yang belum diketahui Arka.
"Benar, itu mirip dengan biji." Ucap ku sambil melihat lebih dekat lagi.
"Lalu, apa tujuan kamu membawaku kesini?" Tanyaku menyelidik."E e nganu ya siapa tau kamu tau tentang lukisan ini." Dalih Arka.
"Ooo gitu, sepertinya ini darah ya," ucap ku sambil meraba lukisan biji merah tadi. Tiba tiba goa tergoncang, tanah didepanku runtuh, dan berubah menjadi tangga menuju ke bawah.
Aku dan Arka menganga, tak percaya atas apa yang kami lihat. Aku berjalan menuju tangga itu. Namun sebuah tangan menggenggam tanganku aku berhenti dan menoleh, "Arka ayo masuk," ajakku pada Arka. Arka melepaskan genggaman tangannya.
"Ja jangan mungkin di sana berbahaya," sahut Arka. Tanpa berbasa basi aku mengambil tangan kanan Arka dan menggenggamnya menariknya menuju tangga. Sedangkan tangan kirinya tetap membawa obor yang sejak tadi dibawanya.
Kami terus menuruni tangga itu. Sesekali aku terkena tetesan air dari bagian atas. "Arka ayo," ajak ku pada Arka yang sepertinya ketakutan. Dasar penakut.
Aku kembali menarik tangan Arka agar dia mau berjalan. Pencahayaan sangat minim, jalan bebatuan yang licin dapat mamacu adrenalin.
"Arka, kamu itu laki-laki, harus berani dong. Masak kaya gini aja takut. Siapa tau dibawah sana ada harta karun. Harusnya kamu yang ja," aku berhenti mencerocos. Obor yang kami bawa mati.
"Arka, kok obornya bisa mati sih," celetukku kesal.
"Ke kena air kar, balik aja yuk," ajak Arka. Tangannya masih digenggamanku. Terasa dingin, sepertinya dia semakin ketakutan.
"Arka, kamu takut ya. Kamu ke gua sendirian aja berani. Kenapa kamu jadi penakut seperti ini? Paling sebentar lagi sampai," ucap ku sambil menarik tangan Arka yang dingin. "Lihat tuh ada cahaya." Tunjukku.
Kami tidak lagi turun, tangga ini menuju ke atas sepertinya akan ada daratan. Aku sangat senang, dengan semangat aku menaiki tangga itu.
Aku di buat takjup setelah aku keluar dari gua itu. Hamparan padang rumput yang indah yang dikepung tebing-tebing yang menjulang tinggi.

KAMU SEDANG MEMBACA
My Mysterious Magic (Selesai)
FantasiaJudul awal: Si Kutu Buku Hidupku berubah setelah menemukan buku itu... Buku yang mengantarkanku pergi dari dunia yang selama ini ku anggap hanya satu-satunya didunia. Petualangan dimulai. Banyak korban berjatuhan. Akankah aku bisa menyelesaikan mas...