Angin dingin merasuk di pori-pori kulit kami, embun memantulkan cahaya matahari yang baru saja hadir. Pagi-pagi aku dan Rara sudah berada di sekolah. Keadaan sepi, hanya ada beberapa pekerja sekolah yang menyapu ataupun mengepel. Sesekali mereka menyapa kami, heran melihat murid berangkat sepagi ini.
Kami berjalan santai menikmati suasana pagi di sekolah. Udaranya masih segar ulah pepohonan yang bekerja menghasilkan oksigen. Lama aku tak merasakannya. Kami berkeliling sekolah, Rara ingin menunjukkan beberapa perubahan keadaan sekolah selama aku pergi. Sekaligus menenangkan diri dengan suasana yang mendukung.
"Sebulan yang lalu, sekolah ini membuat gazebo dengan berbagai tanaman yang mengelilinginya. Kau ingat, sebelumnya ada pohon tinggi di bawahnya terdapat tempat duduk untuk kita para wanita ngerumpi. Kalau aku pikir lagi kenapa harus di sini, kaya kuntilanak aja mainnya di pohon-pohon besar," Rara tertawa jarinya menunjuk gazebo.
Aku tersenyum mengingat masa-masa menyenangkan itu. Walau seringnya hanya aku dan Rara yang ada di sana. Kami menganggapnya sebagai markas terbuka.
"Kar aku ke kamar mandi dulu, kamu lihat-lihat dulu sana," Rara memegangi perutnya. Sepertinya dia diare karena memakan nasi goreng pedas yang dibuatnya tadi malam. Aku menahan tawa dan melepasnya ketika Rara telah berjalan jauh.
Aku berjalan menuju gazebo, melihat lihat bunga yang tumbuh bermekaran. Baunya menenangkan, membuat badan menjadi lebih rileks. Semua ini berkat Kara, dia memberikan kebahagiaan walau bukan dilakukannya secara langsung.
Seketika aku terjatuh, sepasang tangan mendorongku ketika aku sedang menghirup wanginya bunga. Aku menoleh, Ayu kenapa dia sepagi ini kemari. Tanpa permisi langsung mendorongku.
"Kamu kenapa Yu, aku ada salah ya sama kamu," aku bertanya pelan. Moodku sedang baik baiknya berkat suasana sekolah yang sunyi dengan bunga-bunga yang menenangkan. Namun seketika seseorang mengganggu ketenanganku.
"Salah kamu tu banyak, baru berangkat aja dah nikung temen lo," sekali lagi Ayu mendorong pundakku aku masih bisa menahan amarahku.
"Maksut kamu apa?" Aku menepuk nepuk tanganku yang kotor. Berusaha berdiri dengan perlahan.
"Halah, lo gak usah sok lugu, lo kemarin jalan sama kak Rio kan. Jadi cewek jangan gatel dong."
Perasaanku mulai tergores. "Tapi kak Rio yag ngajak aku, dan kita cuma bahas kak Tito. Gak lebih."
"Memangnya kak Tito siapa kamu. Pacar kamu? Mana mau dia. Gak usah boong." Ayu semakin keterlaluan. Dia menjambak rambutku. Rara tak kunjung kembali, padahal aku membutuhkannya.
"Sakit Yu, lepasin." Aku mencoba melepas tangan Ayu dari rambutku.
"Lepasin Yu," namun tangannya semakin kuat menarik rambutku.
"Lepasin," Ayu terdorong jauh karena tanganku, aku terkejut bukan main. Aku mengamati telapak tanganku. Apa yang telah aku lakukan, kenapa tanganku menjadi sekuat ini.
Aku menghampiri Ayu yang terkulai lemas karena terbentur dinding. Dia pinsan, aku gemetar karena panik. Aku mencari pertolongan di sekitar. Kebetulan ada bapak bapak yang sedang menyapu. Bapak itu menggendong Ayu ke UKS.
Aku sangat merasa bersalah, bagaimana mungkin tanganku menjadi seperti ini. Apa benar kekuatanku akan muncul ketika terdesak. Tapi mengapa jadi seperti ini?

KAMU SEDANG MEMBACA
My Mysterious Magic (Selesai)
FantasyJudul awal: Si Kutu Buku Hidupku berubah setelah menemukan buku itu... Buku yang mengantarkanku pergi dari dunia yang selama ini ku anggap hanya satu-satunya didunia. Petualangan dimulai. Banyak korban berjatuhan. Akankah aku bisa menyelesaikan mas...