15.

1.6K 227 7
                                        

Kami berjalan di sebuah jalan setapak dengan hamparan pemandangan alam yang menyejukkan mata. Burung terbang beriringan seakan mengawal kami berdua yang kini tengah menyusuri indahnya maha karya sang pencipta.

"Ka, kita mau ke mana?" Aku mulai penasaran ke mana tujuan kita. Sudah sekitar satu jam berjalan namun yang aku temui sedari tadi hanya hamparan sawah dengan tanaman yang siap untuk dipanen.

"Sebentar lagi sampai." Jawab Arka. Sia begitu pendiam. Tidak seperti kakaknya yang selalu mencari topik untuk dibicarakan.

Aku kembali memandangi pemandangan. Sepertinya Arka sedang malas berbicara atau bagaimana aku tak tahu alasannya kenapa sedari tadi dia terdiam.

Akhirnya setelah lamanya aku memandangi sawah dan mulai jenuh, kini aku di suguhi pemandangan yang berbeda. Tebing tinggi berjejer dengan rapinya.

Aku bertanya lagi, "ka," Arka menoleh. "Ini yang mau kamu tunjukin" dia menggeleng. Aku bingung sebenarnya kemana arah tujuan kita. Melihatku cemburut akhirnya Arka mau mengeluarkan beberapa kalimat.

"Itu adalah tebing gersi. Di balik tebing itu ada kerajaan kordovan."

"Apakah Reli berpihak pada Kordovan?" Tanyaku penasaran.

"Tidak," jawabnya singkat.

"Kalian berpihak pada kerajaan sihir hitam. Kenapa?"

Arka menggeleng. "Kami tidak berpihak pada keduanya. Kami ingin Reli menjadi tanah yang aman dan tentram. Kami tidak ingin terjadi peperangan." Jelas Arka.

Kini kami memasuki sebuah hutan karet. Ramai, banyak penduduk yang sedang menyadap pohon karet tersebut.

"Mari tuan," beberapa penduduk menyapa kami. Tunggu, tuan apa Arka pemilik hutan ini.

"Bukan, ini bukan milikku." Ucap Arka seakan dia tau apa yang ada di fikiranku.

Aku tak mau berniat memberinya pertanyaan. Toh, tak terlalu baik untuk menjadi terlalu kepo pada orang yang mau bicara saja harus dipancing terlebih dahulu.

Kami berjalan satu persatu melewati jalan turunan yang cukup terjal. Tanah lembek bercampur dengan bebatuan cukup berbahaya. Mungkin tadi malam hujan. Aku mendengar gemericik air, sudah ku tebak itu pasti air terjun. Aku mulai berjalan cepat meninggalkan Arka yang tetap santai berjalan menuruni jalan setapak yang curam.

"Hati hati," ucapnya namun telat aku tergelincir batu kecil. Tubuhku merosot ke bawah. Untung saja aku tak apa apa. Ada hikmahnya juga. Aku langsung sampai di air terjun tanpa mengeluarkan energi yang banyak. Namun sebagai bayarannya, aku harus merasakan sakit pada bokongku yang telah membawaku ke sini.

"Sekar kamu tak apa apa?" Tanya Arka sambil menyodorkan tangan kanannya kepadaku. Aku menerima sodoran itu. Dia membantuku berdiri.

"Nggak papa," aku mengalihkan pandanganku ke air terjun yang menjulang tinggi. Airnya sangat bening. Aku langsung berlari dan menceburkan diri untuk merasakan kesejukan dari air terjun itu.

"Sekar," panggil Arka. Aku menghentikan aktifitasku dan menghampiri Arka yang masih berdiri di sisi air terjun.

"Aku akan menunjukkan sesuatu." Arka memegang tanganku dan menariknya. Aku mengikutinya. Kami menceburkan diri tepat di bawah air terjun. Berenang menembus air terjun tersebut. Aku menganga melihat pemandangan yang baru pertama kali aku lihat. Ada tempat seindah ini di balik air terjun.

"Tempat apa ini," aku masih takjub. Stalaktit dan stalagmit yang ada di goa itu sangat indah ketika terkena cahaya yang keluar dari sela sela batu. Entah cahaya itu datang dari mana.

My Mysterious Magic (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang