22.

1.2K 157 11
                                    

"Kar," Suara Arka yang membangunkanku menembus alam bawah sadarku. Arka menepuk pundakku agar aku segera bangun, namun mata ini sepertinya enggan dibuka masih nyaman dengan kenikmatan tidur.

"Kar," dia memanggilku lagi, aku mendengarnya. Akhirnya mataku mau terbuka. Aku mengucek mataku agar dapat melihat sekitar dengan jelas. Kulihat Arka berdiri disampingku, menungguku sampai benar benar bangun.

"Apa sih ka, ganggu orang mimpi indah aja," gumamku sambil mengusap air liur yang bercecer dipipiku.

"Mimpiin aku ya," Seloroh Arka.

"Ih apaan," gumamku.

"Mau hujan, mau masuk gak. Itu makanannya juga udah siap, kamu laperkan," tutur Arka, dia memasuki rumah, aku mengikutinya.

Di depan sudah tersedia sup yang masih mengepulkan asapnya. Langit mendung seakan menjadi kenikmatan sendiri. Aku duduk di kursi dan bersiap memakannya. Tinggal menunggu Arka yang entah kemana untuk makan bersama.

"Dah laper banget ya," tutur Arka yang melihatku memerhatikan sup yang menggoda itu seraya membawa sebuah piring berisikan tempe dan tahu goreng yang kaya akan protein
Aku tersenyum, akhirnya aku bisa makan juga.

"Ini yang masak kamu," ucapku sambil menyeruput kuah sup yang hangat. Kini air hujan telah membasahi tanah. Udara dingin merasuk ke kulit menambah kenikmatan memakan sup.

"Iya, kamu suka?" Tanya Arka sambil menyeduh teh untukku.

Aku mengangguk, sup milik Arka bisa dibilang lezat. Padahal dia seorang laki-laki. Jadi gengsi, aku aja gak bisa masak.

"Idaman banget," gumamku.

"Apa?"

"Eh kamu denger?"

Arka menggeleng, syukurlah semoga dia benar benar tak mendengarnya. Ingat Sekar ada Kara di hatimu. Tunggu, aku harus melupakan Kara secepat mungkin.

"Oh ya, nanti kamu ikut ke rumah Bunda ya, biar nanti kamu ada temennya waktu tidur." Aku mengangguk.

Hujan telah berhenti beberapa jam yang lalu. Langit kini menjadi cerah.
Matahari mulai beranjak dari singgasananya. Semburat kemerahan menerpa wajah Arka yang sedang memotong kayu bakar. Keringat membanjiri dahinya. Aku yang masih duduk di kursi tua melihatnya terkagum-kagum. Bukankah keluarga mereka memiliki hutan pohon karet. Dapat disimpulkan kalau mereka adalah keluarga yang kaya. Namun Arka, dia apa adanya, pekerja keras, dan aku suka dengan laki-laki seperti itu.

"Sekar, kamu bersiap dulu, aku mau membersihkan kakiku dulu." Arka tersenyum hangat yang membuat jantung ku berdegup kencang. Apa ini maksutnya?

Arka berjalan menuju gentong berisi air. Dan membersihkan kakinya yang terkena lumpur karena genangan air hujan tadi. Lalu aku, aku hanya mengamatinya. Tak ada yang harus aku persiapkan.

Aku dan Arka menuju kandang Pegasus Arka. Kami menungganginya, dan terbang menuju kediaman bunda Arka. Jujur aku sudah tak sabar. Bukan untuk bertemu Bundanya Arka. Tapi jujur, aku ingin tidur di kasur empuk setelah berhari-hari tidur beralaskan rumput dan berselimutkan angin malam.

Di sepanjang jalan aku mengamati kawasan tempat tinggal Arka. Rumah-rumah disana berjarak agak berjauhan. Aku melihat salah satu rumah yang unik. Baru kali ini aku melihatnya. Rumah berbentuk setengah lingkaran. Hampir sama dengan rumah anti gempa di bumi.

"Itu rumah tradisional kami, di kawasan ini hanya tinggal satu rumah." Tanpa bertanya Arka menjelaskan seolah dia mengetahui isi hatiku.

Kami terdiam lagi, setelah aku pikir, kenapa didunia sihir ada matahari yang sama seperti yang ada dibumi. Berarti dunia sihir tak jauh dari bumi, atau malah masih berada di bumi. Pikiran itu terus mengkrubungi otakku.

Pegasus mulai terbang ke bawah. Disana sudah ada Arta dan seorang wanita paruh baya menyambut kedatangan kami. Mereka tersenyum, membuatku merasa diterima di keluarga ini.




My Mysterious Magic (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang