2. Look At Me

882 190 130
                                    

Ketika keempat sahabat Elang sibuk berceloteh sambil bernyanyi dengan suara nyaring yang sampai membuat kuping berdengung saking fals nya, atau menggoda para cewek di koridor yang berjalan menuju kantin, Elang lebih memilih bersandar di dinding dengan tangan bersedekap dan memasang wajah flat andalannya.

Andai Elang tidak punya jiwa solidaritas yang tinggi, sudah pasti ia akan memilih pergi meninggalkan keempat sahabatnya untuk makan di kantin. Sungguh Elang tidak mengerti, apa asyiknya nongkrong di koridor sambil menggoda cewek-cewek yang lewat? Ini sangat membosankan. Ya, Elang bisa berpikir seperti itu karena tanpa menggoda cewek pun, malah ia yang akan digoda cewek, tidak seperti keempat sahabatnya yang hanya memiliki tampang standar.

"Hai cantik, mau ke kantin ya?" tanya Agus sambil menghadang dua siswi yang berjalan di depannya.

"Udah tau masih nanya, minggir!" ketus salah satu siswi itu mencoba mendorong tubuh Agus.

Cowok kurus itu tak mau minggir, tetap asyik menggoda dua siswi di hadapannya.

"Wuih, galak banget lo, Si," ujar Gian ikut-ikutan.

Sisi mendengus sebal, sementara teman disebelahnya hanya menunduk sambil sesekali memperhatikan wajah Elang dengan malu-malu.

"Kita bakal minggir, asal lo kasih gue duit," ucap Niko, cowok berkulit putih itu sering sekali memalak teman-temannya. Elang sampai malu punya sahabat yang tidak punya harga diri sepertinya.

"Dih, miskin banget sih jadi cowok," ujar Sisi tak habis pikir. "Pantes masih aja jomblo!" gumam Sisi sambil bergidik jijik, dan langsung dibalas gelak tawa oleh yang lainnya.

"El, makan bareng kita yuk," ajak Sisi beralih pada Elang yang kini sedang sibuk dengan ponselnya.

Ajakan itupun langsung dibalas wajah tidak terima oleh keempat sahabat Elang.

"Wah parah lo, gue minta duit gak dikasih, giliran Elang yang diem aja diajak makan bareng," protes Niko.

"Iya, ajakin kita juga dong," ujar Bagas.

"Kalian rusuh, maunya cuma gratisan, dasar cowok gak modal." kata teman Sisi.

"Enak aja, kita gak se-miskin itu ya," bela Agus.

"Kalo gak miskin, kenapa malakin duit anak-anak terus?"

"Itu Niko, gue gak pernah kayak gitu!" elak Agus.

"Halah, kalian juga ikut makan duit itu, gak usah munafik."

Elang memejamkan mata merasa muak. Ia paling tidak suka mendengarkan pembicaraan omong kosong, hal itu hanya mengganggu indera pendengarannya.

Elang yang jengah akhirnya membuka suara, "udah. Biarin mereka pergi."

Agus, Bagas, Niko dan Gian perlahan mundur, menuruti perintah Elang.

"Jadi gimana El? Mau ke kantin bareng kita?" tanya Sisi masih menyimpan harapan.

"Enggak." jawab Elang dengan nada seringan angin.

Kedua siswi itu mencebikkan bibir kecewa, dan akhirnya pergi meninggalkan sekumpulan cowok menyebalkan itu.

"Elang emang paling jago bikin orang kesel." gumam Gian.

Setelah Sisi dan temannya pergi, mereka lanjut menggoda siswi lain —yang akhirnya selalu berhasil dibiarkan pergi oleh Elang.

"Mangsa yang asik nih," gumam Niko saat melihat seorang siswi berkacamata sedang berjalan dengan langkah lamban ke arah mereka.

"Jangan sampe lolos," bisik Agus.

Gadis itu semakin dekat, dan dengan cepat Niko melangkah mendekatinya.

NOT A COLD BOY✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang