16. Isi Hati

408 95 56
                                    

Hari ini Arumi berulang tahun yang ke-16. Pagi tadi neneknya sudah memberi kejutan sederhana, dengan membuatkan nasi kuning dan memberi hadiah sebuah kalung cantik berwarna silver dengan liontin berbentuk bulan sabit, yang malam ini sudah melingkar indah di leher Arumi.

Seperti ulang tahun sebelum-sebelumnya, tidak ada yang begitu istimewa. Ayah dan ibunya hanya mengucapkan selamat lewat pesan singkat —itupun Arumi yang memberi tahu mereka karena mereka selalu sibuk— Begitupun dengan kedua kakaknya.

Namun, ada yang berbeda dari ulang tahunnya kali ini. Tadi siang Arumi menghubungi kakak pertamanya sampai menangis ingin diajak jalan-jalan. Dan akhirnya, malam ini kakaknya yang bernama Arka, mau mengajaknya jalan.

Arka meminta Arumi untuk menunggu di halte dekat rumahnya. Dia tak mau menjemput Arumi ke rumah neneknya, karena sudah menduga pasti akan kena ceramah neneknya nanti. Dan, Arumi dengan senang hati mengiyakan permintaan kakaknya itu.

Tak sabar sekali rasanya menunggu kedatangan sang kakak.

Sudah 15 menit Arumi menunggu, dan belum juga Arumi lihat kemunculan mobil kakaknya. Mencoba berpikir positif, mungkin jalanan macet. Maklum, ini malam Minggu.

Ponselnya berdering, panggilan dari Arka. Arumi segera mengangkatnya.

"Halo, Kak," ucap Arumi.

"Mi, sori banget kayaknya gue gak bisa ngajak lo jalan-jalan malam ini," ucap suara bariton si seberang sana.

Bibir Arumi bergetar, dadanya terasa tertindih benda berat. Tidak. Tolong kali ini saja, malam ini saja, jangan kecewakan Arumi. Ini hari ulang tahunnya. Tidak bisakah Arka menyenangkan hati Arumi malam ini saja?

"Kenapa?" tanya Arumi menahan diri untuk tidak menangis.

"Aruna masih di kampus, gue harus jemput dia sekarang."

"Kak Aruna kan bisa dianterin pacarnya."

"Ck, dia tadi nelpon gue sambil nangis-nangis, katanya berantem sama pacarnya. Tolong ngertiin gue lah."

Ngertiin? Harusnya Arumi yang bicara seperti itu. Kenapa selalu Aruna yang dinomor satukan? Arka serumah dengan Aruna, ia bertemu setiap hari. Dan di rumah, ada supir pribadi. Tidak bisakah Aruna meminta supir saja yang menjemputnya? Tidak bisakah Arka menolak permintaan Aruna kali ini saja? Tidak bisakah Arka menyenangkan hati Arumi hari ini saja?

Arumi tidak pernah minta apa-apa dari kakaknya. Ia hanya ingin diperhatikan, minimal malam ini saja —di hari ulang tahunnya— Apa karena Aruna lebih cantik dan pintar, jadi selalu dapat perhatian lebih, baik dari kakak atau orang tuanya? Lantas, apa karena Arumi tidak secantik Aruna, jadi ia diperlakukan seperti ini?

"Emang gak bisa dijemput supir aja? Atau, Kakak ke sini nya pas udah jemput kak Aruna. Gak papa kok, Arumi bakal tungguin."

Terdengar decakan lagi di sana.

"Gue juga punya kesibukan Mi. Malam ini gue mau jalan sama pacar gue, lo tau kan dari rumah gue ke rumah nenek itu jauh? Bisa abis dijalan waktunya! Lain kali aja ya?"

Dada Arumi semakin sesak, ia tak mampu mengucapkan kata apapun lagi. Air matanya sudah mengalir deras hingga kacamatanya berembun. Ia langsung memutuskan sambungan telepon itu dengan perasaan kecewa.

"Kapan kakak ngertiin aku? Aku juga mau diperhatiin kayak kak Aruna ... Kak Aruna udah dapat perhatian semua orang. Sementara aku?

"Apa gak ada satu orangpun yang sayang atau peduli sama aku selain nenek?

"Ini hari ulang tahunku loh kak ...."

Arumi membuka kacamatanya, lalu menghapus air matanya dengan kasar.

"Arumi, lo kenapa?"

Deg!

Dada Arumi yang semula sesak langsung bergemuruh mendengar suara itu. Ia kenal sekali siapa pemilik suara itu. Perlahan Arumi mendongakkan wajahnya, dan yang ia lihat adalah wajah tampan Elang yang sedang menampilkan raut kecemasan.

"Elang ... Lo nga-pain di sini?" tanya Arumi setengah gugup.

Elang tidak menjawab. Rasanya malu jika Elang jalan malam-malam begini karena sedang mencari motornya. Iya, Elang masih belum bisa merelakan Red Devil. Oleh sebab itu, ia keluar berharap menemukan motornya. Meski terdengar konyol, tapi semoga saja ada kemungkinan pemilik Red Devil yang baru masih tinggal di sekitar sini.

"Lo belum jawab loh pertanyaan gue," alih Elang setelah beberapa detik terdiam.

Entah kenapa, Arumi malah terkekeh.

Lagi-lagi, Elang menemukan Arumi ketika sedang menangis. Rasanya Arumi malu sekali.

"Emang lo mau dengerin kalo gue jawab?"

Tanpa diduga, Elang duduk di samping Arumi. Tuhan, semoga saja Elang tidak mendengar detak jantung Arumi yang sedang disko sekarang.

"Mau kok."

Apa Elang sekarang sudah baik-baik saja? Kemarin Arumi mendengar dari obrolan teman-teman Elang kalau motornya dijual oleh kakaknya. Dan dari sana Arumi bisa menyimpulkan bahwa beberapa hari lalu kenapa Elang menjadi semakin pendiam adalah karena motornya itu.

Arumi masih diam. Tidak tahu harus memulai dari mana. Sekarang ia sedang sibuk mengontrol detak jantungnya, dan meminimalisir kegugupannya.

"Sori tadi gue gak sengaja denger ... kalo gak salah, hari ini lo ulang tahun?" tanya Elang memecahkan lamunan Arumi.

"Iya," jawab Arumi lalu tersenyum.

"Malam ini kakak gue udah janji mau ngajak jalan, tapi dia batalin. Jadi gue sedih ... terus nangis. Maaf ya, kalo lebay banget," jelas Arumi lalu terkekeh sambil mengusap kacamatanya lalu kembali mengenakannya.

"Enggak kok. Emang, lo mau jalan ke mana?"

"Niatnya sih mau ke alun-alun kota, beli jajanan gitu, pasti seru ... tapi, ya udah deh mungkin kapan-kapan aja."

Elang menyunggingkan senyum.

"Mau ke alun-alun nya sama gue aja?"

Deg!

Kali ini, jantung Arumi hampir copot mendengar pertanyaan itu. Pipinya semakin memerah, dan ia semakin salah tingkah. Selamatkan Arumi dari serangan Elang!

"Emang lo mau?"

"Kan gue yang ngajak."

Kedua sudut bibir Arumi terangkat. Meski malu, ia memberanikan diri memandang Elang. Arumi tidak bisa berbohong jika malam ini Elang tampan sekali. Biasanya Arumi hanya melihat Elang di sekolah dengan seragam abu-abu atau baju olahraga. Namun, kali ini Arumi melihat Elang mengenakan kaus lengan panjang berwarna merah maroon dan jeans hitam, juga sneaker berwarna putih. Meski sederhana, tapi entah kenapa pesona Elang selalu memikat hatinya.

"Pantas aja banyak yang ngejar, pantas aja mantannya banyak, siapa sih yang gak bisa jatuh cinta sama dia?" batin Arumi.

Rasanya Arumi minder ada di samping Elang begini. Ia sadar, ia terlalu biasa saja untuk Elang. Jika harus dibandingkan dengan mantan-mantan Elang, bisa dipastikan ia adalah cewek yang paling jelek.

Tapi, apa Elang peduli dengan hal itu? Apa selama ini Elang mencari kekasih yang wajahnya cantik saja?

"El, gue gak tau tipe lo cewek yang seperti apa. Gue sadar gue gak secantik mantan-mantan lo. Gue sadar, gue gak pantes bahkan untuk sekedar jadi temen lo. Makanya, gue gak berani ungkapin perasaan gue. Maaf ya, gue cuma bisa mengagumi lo dalam diam. Lo tenang aja, gue gak berharap perasaan gue dibalas kok." batin Arumi.

Bohong. Bohong sekali bukan jika kita menyukai seseorang tapi tidak pernah mengharapkan sebuah balasan?

A/N;

Dah lah, whatever someone reads it or not, the important thing is i'm up!

Ngomong naon deuih, hahaha *\0/*

NOT A COLD BOY✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang