Agus dan Bagas tidak ada lelahnya menjelaskan pada Niko jika Elang adalah sahabatnya juga, tapi Niko tetap tidak bisa mengenali Elang.
Sementara itu, Gian masih bergeming dengan raut ketidakpercayaan, begitupun Elang.
"Mending sekarang lo pergi," usir Niko dingin pada Elang.
Elang tersentak mendengar ucapan itu. "Lo ngusir gue?" tanya Elang tidak percaya.
"Iya lah, lo pikir siapa lagi? Gue gak kenal sama lo. Gue gak pernah punya temen kayak lo." tutur Niko menyakitkan.
Baiklah. Elang cukup sakit hati karena hal ini.
Agus menepuk bahu Elang mencoba menguatkan. "Sabar ya, Niko pasti bakal inget lagi sama lo, kok."
Elang masih diam, belum beranjak dari ruangan itu, padahal sudah jelas bahwa tadi Niko mengusirnya.
"Ngapain masih di sini? Pergi bego!!"
Elang menatap tajam wajah Niko. "Oke, gue emang bakal pergi." ucap Elang ketus.
Se-kesal apapun Elang, ia selalu enggan meninggikan suaranya. Bukan karena tidak bisa, lebih tepatnya —tidak mau— karena hal itu hanya akan membuatnya lelah dan energinya terkuras secara cuma-cuma.
"Lang, masa lo mau pergi gitu aja sih?" tahan Bagas.
"Terus gue harus gimana?" tanya Elang putus asa.
"Ya jelasin lagi kek, siapa tau Niko bakal percaya kalo lo jelasinnya lebih jelas."
"Lu ngomong apa sih bangke!" ucap Agus sambil menoyor kepada Bagas dengan gemas karena terlalu banyak kata jelas dalam ucapan Bagas.
"Diem. Gue lagi ngomong serius nyet!" sentak Bagas menatap tajam Agus.
"Duh! Udah! Kenapa jadi malah berantem di sini sih?! Bikin kepala gue makin pusing aja," lerai Niko frustasi. "Dan lo ...," Niko kembali menatap Elang bingung. "Ngapain masih di sini?" tanyanya sekali lagi.
Sumpah demi apapun, ingin sekali rasanya Elang melemparkan sepatunya ke wajah Niko sekarang juga.
Elang menatap Niko sebentar, lalu tersenyum miring, dan melangkah ke luar.
Belum sempat Elang membuka pintu, tiba-tiba...
"Prank!!" teriak keempat sahabat laknatnya.
Elang kembali berbalik, dan menemukan keempat wajah sahabatnya yang kini sedang menertawakannya begitu puas.
"Sumpah, ekspresi lo tegang banget!" ucap Agus disela tawanya.
"Kayak bocah SD yang mau disuntik anjir!" ujar Gian yang kini sedang tertawa begitu keras.
"Melas, mirip kucing gue kalo lagi laper!" Bagas ikut menimpali.
"Dia kan emang jelmaan kucing, kebiasaannya aja kayak kucing. Hobinya cuma tidur sama makan, hahaha!" suara itu berasal dari Niko yang langsung dibalas gelak tawa oleh yang lainnya.
Ya, Niko memang masuk IGD dan sempat pingsan tadi, karena luka di kepalanya cukup parah bahkan mengeluarkan banyak darah, tapi hal itu tidak membuatnya sampai amnesia.
Rencana jahat ini sudah dibuat saat Niko sadar dari pingsannya, dengan tujuan ingin membalas kekesalan mereka pada Elang yang tidak setia kawan.
"Gak lucu, babi!" Elang mengumpat, wajahnya jelas sekali menyimpan amarah besar.
Elang sangat panik saat tahu Niko berada di rumah sakit. Bagaimanapun, ia sangat menyayangi keempat sahabatnya. Meski pikiran mereka kadang tidak satu frekuensi, dan sering sekali bertengkar hanya karena hal sepele, tapi mereka saling menyayangi.
KAMU SEDANG MEMBACA
NOT A COLD BOY✓
Roman pour AdolescentsDia Elang Lesmana, manusia mageran yang hobinya rebahan. Elang benci air Elang benci keramaian Elang tidak suka banyak tertawa Hanya ada dua hal yang paling Elang sukai di dunia ini; makan dan tidur. Bagi Elang, dua hal itu adalah kombinasi sempurna...