14. Red Devil

387 90 100
                                    

Sejak mengalami kecelakaan dan sekarang sudah kembali pulang ke rumah, Elang sudah merasakan perasaan tidak enak.

Ia tidak bisa berhenti memikirkan motornya. Bagaimana keadaan motor butut itu sekarang?

Ingin sekali rasanya Elang bertanya pada ibunya, tapi urung ia lakukan karena takut ibunya akan marah. Ia juga ingin bertanya pada Arion, tapi enggan karena Arion pasti akan menyisipkan drama dalam kata-katanya. Entahlah, Elang malas sekali bicara dengan abangnya itu untuk saat ini.

Malam ini keadaan rumahnya gaduh, karena kedatangan keempat sahabatnya.

Ketika mereka bercengkrama bersama Arion, sambil menikmati cemilan dan minuman yang dihidangkan oleh Diah di meja ruang tamu, Elang hanya diam memainkan ponselnya dengan posisi selonjoran di sofa.

"Kenapa sih kalian masih mau temanan sama Elang? Dia kan orangnya gak asyik?" tanya Arion lalu mengerlingkan matanya pada Elang, yang langsung dibalas tatapan tajam oleh Elang.

"Kasian aja Bang, soalnya Elang gak punya teman lagi di sekolah selain kita," Niko langsung menyahuti tanpa dosa sambil membuka kulit kacang lalu melemparkan isinya ke dalam mulutnya.

"Iya, sebenarnya kita juga udah capek sih punya temen kayak dia. Gak ada jiwa solidaritasnya banget! Masa diajak tawuran aja gak pernah mau!" Gian ikut mengompori.

"Heeh, gue jadi heran deh sama lo Bang, kok lo masih sabar aja jadi Abangnya Elang?" pertanyaan Bagas membuat Elang ingin melemparkan ponselnya pada cowok itu sekarang juga.

Apa-apaan, harusnya Elang yang mendapatkan pertanyaan itu. Ia yang selalu sabar menghadapi sikap Arion, ia yang selalu mengalah pada Arion. Ingat itu!

Arion terkekeh pelan, kemudian menghembuskan napas panjang. Elang sangsi, Arion pasti akan membuat drama. "Susah sih kalo dari lahir udah dapat titisan dewa, jadi gue punya hati bak malaikat yang selalu sabar menghadapi sikap adik gue, se-nyebelin apapun dia."

Anjing, bacot lo!

Benar kan? Kelewat muak, Elang akhirnya menendang Arion yang sejak tadi duduk disampingnya, dengan mulut yang masih tetap terkunci. Jika ada perlombaan tidur terlama atau diam terlama, bisa dipastikan Elang akan mengikuti lomba itu dan jadi pemenangnya.

Arion langsung meringis. "Tuh kan, kakinya lagi sakit aja masih bisa nendang gue, kurang bengis apa coba jadi adik?" keluh Arion sambil mengusap pahanya yang ditendang Elang.

Niko, Bagas, Gian, dan Agus menggeleng menatap Elang tak habis pikir, seolah Elang adalah manusia paling berdosa di antara mereka.

"Tong kitu Lang, Abang sia eta teh, dosa siah!" hardik Agus.

"Ini lagi ngomong apa? Bodoh amat, ngomong sama mereka cuma buang energi." batin Elang benar-benar tak mau ambil pusing.

"Elang jadi pendiem sejak kapan Bang?" tanya Gian begitu penasaran.

Arion tampak berpikir. Elang sangsi, jawaban Arion pasti tidak akan masuk akal.

Sebelum mendengar ucapan Arion yang memuakkan, dengan segera Elang bangkit.

"Eh, mau ke mana?" Niko menahan tubuh Elang.

"Tidur." jawab Elang seadanya dengan wajah malas.

Niko memandang jam tangan hitamnya lalu berkata, "yaelah, baru juga jam sembilan. Masa lo mau tidur sementara masih ada tamu di rumah lo? Hargain kita dong yang udah menyempatkan waktu berharga kita buat nengok lo!"

Elang bergeming melebarkan bola matanya. Permisi, siapa ya yang suruh kalian datang kemari? Tidak ada.

"Mending kalian pulang, besok kan harus sekolah. Bukannya besok ada ulangan Sosiologi ya?"

NOT A COLD BOY✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang