Apa sebenarnya definisi cantik itu? Benarkah kecantikan hanya bisa ditentukan oleh standar masyarakat?
...
"Elang," ucap Arumi tidak percaya saat melihat sosok pemuda jangkung tengah berdiri di hadapannya.
Elang menekuk satu kakinya di hadapan Arumi, ia tersenyum kecil pada Arumi yang sedang mengusap bulu kucing kampung berwarna abu-abu di pangkuannya dengan penuh kasih sayang.
Arumi menunduk, merasakan pipinya yang tiba-tiba panas. Apa jangan-jangan ia blushing?
Tidak. Arumi berusaha keras agar terlihat biasa saja di hadapan Elang, ia segera menyeka air mata yang sejak tadi mengalir begitu saja saat mengobati kucing abu-abu itu.
"Gimana kucingnya?" tanya Elang sambil mengusap lembut kepala kucing itu, membuat si kucing mengeong pelan karena belaian halusnya.
Arumi semakin salah tingkah. Ini kali pertama ada seorang pemuda yang mau mengajaknya ngobrol duluan, dan pemuda itu adalah... Elang Lesmana, pemuda yang sudah lama Arumi kagumi. Rasanya seperti mimpi, tapi tolong katakan pada Arumi jika ini bukan mimpi. Tubuh Arumi serasa melayang mendengar suara indah Elang dari jarak sedekat ini.
Jantungnya berdegup lebih kencang dari biasanya, rasa sedih yang tadi hadir saat melihat kucing di pangkuannya terluka kini berganti menjadi perasaan hangat dan bahagia. Perasaan apa ini? Arumi belum pernah merasakan hal semacam ini.
Sadar dari lamunannya, Arumi segera menjawab pertanyaan Elang. "Syukurnya gak terlalu parah, jadi lukanya pasti cepat kering," jelas Arumi tanpa berani menatap Elang. Ia pura-pura sibuk membelai bulu kucing agar menghindari kontak mata dengan Elang. Bukan apa-apa, Arumi hanya takut spot jantung jika harus menatap mata indah itu dari jarak yang cukup dekat.
Elang benar-benar tidak bisa diabaikan ketampanannya, apalagi dari jarak sedekat ini. Bahkan meski Arumi tidak menatapnya, cowok itu masih membuat jantung Arumi berdebar karena aroma maskulinnya yang sungguh menenangkan.
"Tunggu sebentar ya," ucap Elang lalu pergi meninggalkan Arumi yang masih diam di trotoar bersama kucing di pangkuannya.
Arumi memandang langkah Elang yang kian menjauh. Ia tak tahu Elang akan pergi ke mana, tapi yang pasti, ia akan menunggunya kembali.
Tiga menit kemudian, Elang kembali membawa sebuah kantong plastik hitam yang Arumi tidak ketahui apa isinya.
Elang duduk di samping Arumi, lalu membuka plastik di tangannya, ia mengeluarkan ikan goreng yang baru saja dibelinya untuk dimakan kucing abu-abu itu.
Mencium bau ikan, si kucing segera mendekat dan perlahan ia mengendus ikan goreng di hadapannya, lalu memakannya dengan cepat.
Arumi tersenyum bahagia saat melihat kucing itu makan dengan lahapnya.
"Laper banget kayaknya, sampe makannya cepat banget." gumam Elang lalu menyunggingkan senyuman melihat kucing yang masih sibuk makan ikan pemberiannya itu.
"Kayak kamu." batin Arumi terkekeh kecil saat mengingat bagaimana cepatnya Elang saat makan. Iya, ia sering sekali memperhatikan Elang secara diam-diam di kantin. Dan kebiasaan itu tidak pernah bisa Arumi hentikan hingga sekarang.
Melihat Arumi yang terkekeh, Elang menautkan alis tebalnya, merasa heran.
"Ada yang lucu?" tanya Elang.
"Hah? Oh! Iya, kucingnya lucu banget, hehehe ..., " ucap Arumi tidak jelas karena salah tingkah.
"Duh, gue ngomong apa sih?!" batin Arumi kesal sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
NOT A COLD BOY✓
Teen FictionDia Elang Lesmana, manusia mageran yang hobinya rebahan. Elang benci air Elang benci keramaian Elang tidak suka banyak tertawa Hanya ada dua hal yang paling Elang sukai di dunia ini; makan dan tidur. Bagi Elang, dua hal itu adalah kombinasi sempurna...