Hari yang membosankan; pikir Arumi. Satu hari tidak bertemu Elang, rasanya ada yang kurang. Ia ingin bertanya pada temen-teman Elang, tapi ragu, takut dibilang sok akrab. Ia ingin menghubungi Elang, tapi tak punya nomornya. Semuanya jadi serba salah, dan yang bisa Arumi lakukan sekarang hanya berdoa, semoga Elang baik-baik saja dan besok bisa kembali masuk sekolah.
"Nan, kamu kenapa?" tanya nenek Arumi, membuyarkan lamunan Arumi.
Arumi terperanjat, tapi setelahnya ia tersenyum lembut pada sang nenek.
Sejak duduk di bangku SMA, Arumi hanya tinggal bersama neneknya, ia yang memilih jalan ini.
Arumi punya orang tua yang masih lengkap, dua kakak, dan ia berasal dari keluarga yang berada. Tapi sayang, semua itu tidak bisa menjamin kebahagiaan dalam hidupnya.
Di sana, Arumi tidak pernah merasa bahagia. Arumi selalu merasa asing, dan kehadirannya seolah tidak pernah dianggap. Ayahnya seorang pengusaha sukses, ibunya selalu berpenampilan menarik dan hobi mengoleksi barang mahal lagi mewah. Kakak pertamanya seorang laki-laki berusia 24 tahun, setelah lulus kuliah ia bergabung di perusahaan ayahnya. Sementara kakaknya yang kedua, adalah seorang mahasiswi cantik berusia 20 tahun.
Menjadi anak bungsu, harusnya menjadi anak yang paling diperhatikan, tapi hal itu tidak berlaku bagi Arumi. Yang ada, ia selalu dibanding-bandingkan oleh kedua orang tuanya. Arumi berbeda dari kedua kakaknya. Kakak pertamanya tampan dan cerdas, selalu menorehkan prestasi yang membuat bangga keluarga, ia bahkan bisa kuliah di universitas negeri lewat jalur beasiswa dan lulus mendapatkan predikat cumlaude. Begitupun dengan kakak keduanya, ia sangat cantik dan sama cerdasnya dengan kakaknya, ibunya selalu membanggakan ia di depan teman-temannya.
Sementara Arumi? Apa yang bisa dibanggakan dari gadis berkacamata persegi itu? Tidak ada. Begitulah yang selalu Arumi pikirkan.
Arumi tidak secantik kakak keduanya, dan ia tidak secerdas kakak pertamanya. Malah, ibunya pernah bilang bahwa ia malu punya anak seperti Arumi, begitupun yang dipikirkan ayahnya.
Di rumahnya, Arumi tidak pernah mendapatkan kasih sayang dari mereka, semua yang ia lakukan selalu salah di mata mereka. Itulah sebabnya, Arumi lebih memilih tinggal di rumah sederhana, bersama neneknya. Nenek yang paling ia sayangi, karena hanya neneknya yang menyayangi ia dengan tulus.
Nenek Arumi selalu memanggil Arumi dengan nama Kinan, katanya panggilan kesayangan, dan hanya neneknya yang memanggil Arumi dengan nama itu.
"Gak apa kok, Nek," kata Arumi meyakinkan neneknya.
"Gak apa gimana? Nenek bisa lihat kamu sedang gelisah, ada yang lagi dipikirkan?" tanya wanita tua itu.
Arumi malah nyengir. "Nenek tau aja sih."
"Cerita sama Nenek, apa yang kamu gelisah kan?"
Apa harus Arumi menceritakan Elang pada neneknya?
"Pipi kamu merah? Wah, jangan-jangan kamu lagi mikirin laki-laki ya?" tanya neneknya dengan nada menggoda, membuat Arumi makin tersipu malu. Memang sangat sulit menyimpan rahasia pada neneknya.
"Nenek ... jangan gitu dong liatin nya, Kinan malu tau."
Nenek malah tertawa sambil mengusap kepala Arumi dengan lembut.
"Cucu nenek rupanya lagi naksir sama laki-laki ya, siapa dia? Ayolah cerita sama Nenek, kapan-kapan ajakin dia main ke sini ya," neneknya malah semakin menggoda.
"Main? Aku bahkan belum terlalu dekat sama dia, Nek, dan belum tentu dia juga suka sama aku, rasanya mustahil." batin Arumi miris.
"Nan, kok malah bengong lagi?"
"Udah dong Nek, jangan ngomongin naksir naksir segala, Kinan lagi gak naksir siapa-siapa kok." kilah Arumi.
Neneknya mencubit hidung Arumi dengan gemas. "Mata kamu gak bisa bohong sayang," kata neneknya.
Arumi menghembuskan napas berat. Sepertinya dia memang perlu menceritakan ini pada sang nenek.
"Kinan bakal cerita, tapi Nenek harus janji, gak boleh ledekin Kinan lagi?"
"Janji."
Arumi menghembuskan napas berat. "Iya Nek, Kinan lagi suka sama cowok, udah lama malah, tapi masalahnya, cowok itu gak suka sama Kinan."
"Darimana kamu tau?"
"Rasanya gak mungkin Nek, dia suka sama Kinan, dia itu ganteng, sementara Kinan? Kita bahkan gak pernah bisa deket, padahal satu kelas."
Neneknya mengulum senyum dan kembali mengusap lembut kepala Arumi. "Kinan gak boleh bicara seperti itu. Buat Nenek, Kinan adalah cucu Nenek yang paling cantik. Dan Nenek yakin, laki-laki yang Kinan sukai, pasti menyukai Kinan juga," ucap neneknya meyakinkan.
"Nenek emang paling bisa puji Kinan."
"Lalu, apa hal itu yang buat kamu gelisah seperti ini?"
Arumi menggeleng.
"Tadi dia gak masuk sekolah, dan gak ada yang tau dia ke mana, Kinan takut El kenapa-kenapa, Nek."
"Oh, jadi namanya El?"
"Elang, namanya Elang Lesmana, tapi temen-temennya lebih sering panggil dia El."
"Namanya mirip nama salah satu pahlawan reformasi ya, cuma gak ada nama Mulia aja di tengahnya."
"Bener Nek, emang nama El terinspirasi dari nama pahlawan reformasi itu. Kata temen-temennya, almarhum ayahnya suka banget sama sejarah," jelas Arumi menggebu. Ia memang stalker permanen Elang.
"Kalo Elangnya, suka sama sejarah juga gak?"
"Enggak. Malah dia sering bolos kalo ada pelajaran sejarah, padahal dia ketua kelasnya, hehehe ..., " Arumi malah terkekeh mengingat kelakuan konyol Elang yang sering sekali meninggalkan pelajaran sejarah.
"Tapi kalo soal balapan, baru nurun dari ayahnya, karena dulu ayahnya seorang pembalap."
Bola mata neneknya langsung berkerut. "Balapan?"
"Duh, jangan naksir sama pembalap sayang, pasti pergaulannya bebas, dan dia bukan anak yang baik."
"Bukan balapan liar kayak di jalan-jalan kok Nek, dia anak baik tau. Nenek gak boleh berpikir seperti itu," ucap Arumi sambil mengerucutkan bibirnya.
Sang nenek terkekeh hingga keriput di sudut matanya semakin terlihat jelas. "Iya, Nenek percaya El anak yang baik, semoga dia juga suka ya sama kamu, biar bisa kamu ajak main ke sini, ketemu Nenek."
"Aamiin ... makasih ya Nek, udah percaya sama Kinan," kata Arumi tersenyum lembut. "Oh iya! Kinan sampe lupa, Nenek udah minum obat belum?" sekarang wajah Arumi panik saat menyadari jika dirinya belum menyiapkan makanan untuk sang nenek.
Neneknya pasti belum makan dan minum obat. Arumi segera bergegas menuju dapur untuk membuat masakan. Neneknya sudah sangat tua, dan sering sekali sakit-sakit-an. Arumi sangat menyayanginya, hanya ia satu-satunya harta yang paling berharga bagi Arumi, bahkan lebih berharga dari ayah dan ibunya. Arumi sangat takut kehilangan neneknya, ia tak bisa membayangkan apa yang akan terjadi dalam hidupnya kelak jika sang nenek tiada.
Arumi tidak mau hidup sendirian. Jadi ia harus selalu memastikan jika neneknya baik-baik saja. Ia selalu memberi makanan yang sehat untuk neneknya, dan ia tak pernah lupa mengingatkan neneknya untuk minum obat tepat waktu. Ia juga selalu melarang neneknya melakukan pekerjaan rumah, apapun itu. Semua tentang neneknya selalu Arumi urus dengan baik, mungkin itu juga sebabnya kenapa Arumi menjadi cucu yang paling disayangi neneknya.
A/N;
Gue serius, nama Elang emang terinspirasi dari nama salah satu pahlawan reformasi; Elang Mulia Lesmana. Dia meninggal dunia pada Selasa kelabu, 12 Mei 1998 di Universitas Trisakti akibat tertembak peluru. (Kalian bisa cari tau di google kalo pengen tau ceritanya dan tolong koreksi kalo gue salah). Mari kita berdoa semoga para ksatria kita tenang di alam sana, aamiin🙏
![](https://img.wattpad.com/cover/237172956-288-k448086.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
NOT A COLD BOY✓
Fiksi RemajaDia Elang Lesmana, manusia mageran yang hobinya rebahan. Elang benci air Elang benci keramaian Elang tidak suka banyak tertawa Hanya ada dua hal yang paling Elang sukai di dunia ini; makan dan tidur. Bagi Elang, dua hal itu adalah kombinasi sempurna...