27. Sayatan Luka ✔️

363 28 17
                                    

"Ayah, jangan tatap Asa kaya gitu. Asa takut. Ayah, jangan suka bentak-bentak Asa, Asa gemetar. Ayah, kenapa setiap Asa denger langkah kaki Ayah, jantung Asa berdetak engga normal?"

_Gerhana Tsabita Aleasa_


Happy reading 🎶

Agatha menangis dengan terus memeluk kepala Asa. Ini semua salahnya, salah Agatha, yang sudah mencuci otak Saga. Agatha memang benci Asa. Tapi dirinya juga seorang ibu, Asa anaknya. Asa bisa mati jika terus seperti ini.

Asa terus meringkuk ketakutan, kedua tangan membekap mulutnya sendiri berusaha untuk tidak menjerit, merasakan panas di sekujur tubuh. Ini sungguh sakit, Asa semakin benci Saga. Asa benci orang itu.

Apa sedari kecil Asa seperti ini? Asa tidak tahu, Asa tidak ingat masa-masa kecilnya, Asa tidak ingat. Asa hanya mengingat dua tahun lalu, yang dimana dirinya masih kelas satu SMP, dan sudah diberi siksa seperti ini. Saga memang tidak punya hati. Sekelebat pertanyaan sering muncul dibenak Asa, 'Apa Asa anak mereka?' Asa sering mempertanyakan itu, tapi lagi-lagi hanya dijawab oleh Gerhana.

"Ssssst, semuanya baik-baik saja."

Apa kata Agatha? Baik-baik saja? Asa jauh dari kata itu. Asa tidak baik-baik saja. Dirinya sakit, jika terus menerus seperti ini. Asa juga manusia, Asa juga seorang anak. Apa semua orang tua seperti ini? Tapi Mentari tidak. Mentari disayang keluarganya. Apa hanya orang tua Asa? Asa sedih memikirkan ini.

Asa berusaha melepaskan pelukan Agatha, dan langsung lari kedalam kamar dengan badan yang gemetar, serta tangan yang masih didepan mulut. Badan Asa sakit dibuat jalan, air yang disiram Saga sungguh memberikan efek yang luar biasa, apalagi cambukan di badannya. Badan Asa seperti tersasayat lalu diberi air cuka. Perih. Panas. Asa ingin mati.

Asa membuka pintu kamar, lalu menguncinya cepat, Asa tidak ingin melihat Saga, ia masih takut untuk melihat wajah Saga. Wajah saja Asa takut, Saga bukan ayahnya.

Asa melepaskan jilbab yang membalut kepalanya, terlihatlah rambut yang basah kuyup karena keringat. Asa kembali meringkuk dengan kedua tangan. Yang menutup telinga, serta kaki yang ditekuk rapat. Bahu, tangan, kaki gemetar hebat. Asa ketakutan. Asa takut.

"Ayah...."

"Ayah...."

Hanya itu yang keluar dari mulut Asa yang gemetar, Asa seperti bayi yang baru saja belajar berbicara. Asa baru pertama kali menyebut Saga dengan sebutan 'Ayah' Asa tidak pernah memanggil Saga. Asa terlalu takut. Mungkin bukan Asa yang takut, tapi Gerhana. Dirumah Gerhana yang ambil alih, dan jika diluar rumah Asa yang ambil alih. Ini tidak adil.

Asa terus menangis, menangis dan menangis, Asa ingin mengeluarkan sakit hatinya melalui tangisan. Asa tidak cukup kuat untuk melampiaskan ini kepada orang lain. Sedari tadi hujan turun deras menyayat luka yang teramat perih dengan gemuruh yang besar. Tidak ada pelangi setelah hujan, karena Asa dan Gerhana tidak menyukainya.

"Ayah jahat. Hiks... Hiks..." Tangisan pilu memenuhi kamar Asa, sudah sangat sering memang seperti ini.

Tangisannya semakin pilu, semakin sakit, dan semakin perih. Jangan tanyakan detak jantung Asa. Sudah ditebak Asa ketakutan.

"Sakit...... Ini sakit, Ayah jahat. Ayah...." Asa menunjuk-nunjuk hati dan jantung dengan tangan yang gemetar, Sakitnya disitu, sesak.

"MAS KAMU MAU KEMANA!!! CUKUP MAS!! CUKUP KAMU SAKITIN GERHANA!!!!"  Asa mendengar suara Agatha, semakin takut. Ia takut jika Saga akan menyiksanya lagi.

Asa sudah seperti orang kejang-kejang dilantai, bukan lagi gemetar, Asa kejang-kejang. Asa takut, jantungnya menggedor-gedor seperti minta keluar. Sakit sekali. Keadaan Asa semakin jauh dari kata normal.

GERHANA [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang