54. Sekian lama ✔️

152 39 6
                                    

“Perpisahan bukan jalan terbaik untuk semuanya. Namun, kasih sayang seorang ibu tak ada yang bisa mengalahkannya.”

 

Happy reading 🎶

Menunggu adalah hal yang paling tidak di sukai oleh Asa. Baginya menunggu hanya membuang-buang waktu dan tenaga. Akan tetapi kali ini, hari ini, ia harus bersabar untuk menunggu acara ini selesai.

Pantat dan kakinya sudah pegal karena hampir dari jam delapan pagi sampai jam dua sore ini Asa hanya duduk di kursi yang tak begitu nyaman. Ia ingin pergi namun tak bisa.

Terlalu banyak pasang mata dan lensa kamera serta lampu yang menyorotinya, ia hanya bisa tersenyum lebar.

“Ma, Asa pengen pulang.” ujar Asa,

Agatha yang tengah mengobrol dengan seseorang di sampingnya langsung menoleh ke arah Asa dan mencubit lengan Asa dengan keras.

Asa meringis kesakitan, “Kamu ini gimana Gerhana. Ayah kamu lagi pilkada. Tunggu dua jam lagi. Kalau kamu mau pulang juga susah, banyak wartawan yang pengen denger suara kamu. Kamu nggak akan bisa hadapi mereka sendiri.”

Ya, hari ini adalah hari yang mungkin sedang di nanti-nanti oleh Saga. Pilkada serentak yang di adakan bulan Desember ini tentu membuat Saga bersemangat untuk melihat kemenangannya nanti.

Agatha melepaskan cubitan di lengan Asa. Asa mengusap lengannya yang Asa tebak pasti akan memerah.

“Sok-sokan mau pulang, anak kecil.” ledek Algi sembari mencomot hidangan yang disajikan tepat di depannya.

Asa tak membalas ucapan Algi, ia memperhatikan Saga dan Purnama yang sedari tadi duduk di depan dengan senyum yang tak pernah luntur. Jika saja Saga tahun ini tidak terpilih menjadi bupati Bandung, Asa tidak bisa membayangkan betapa kacaunya Saga. Sudah banyak uang yang Saga keluarkan untuk ini itu, Asa takut Saga gila.

Asa mengalihkan pandangannya pada jam kecil yang melingkar di pergelangan tangan, kata Agatha dua jam lagi. Mari kita tunggu dua jam itu.

“Ma, Asa ke toilet sebentar ya?”

Agatha menatap Asa sebentar setelahnya ia menghela nafas berat, Asa tidak boleh jalan sendiri di sekitar sini pasti banyak wartawan yang ingin bertemu Asa. Namun Agatha juga tidak bisa meninggalkan orang yang sangat penting di sebelahnya, “Kamu tau toiletnya?”

Asa mengangguk kecil, “Iya tau.”

“Yaudah, jangan lama-lama. Kalo ada wartawan langsung ngehindar aja ya.” Peringatan Agatha hanya di anggap angin lalu oleh Asa.

Setelah selesai dari toilet, niatnya Asa ingin keluar dari gedung ini untuk membeli minuman atau hanya mencari udara segar, akan tetapi saat ia melihat dari kaca di luar sana terdapat sekali kamera dan orang yang membawa mikrofon, Asa mengurungkan niatnya.

Namun sosok lelaki jangkung yang sedang membelakangi Asa sedikit mencuri perhatiannya, Asa seperti kenal sosok itu.

“Langit.” panggil Asa cukup keras.

Lelaki di depannya seketika membalikkan badan dan berjalan menghampiri Asa dengan senyum lebar. “Ketemu juga akhirnya.”

Asa sedikit terkekeh kecil, “Emang lo nyariin gue?”

“Iya.” ujar Langit.

Asa hanya mengangguk singkat, “Lo, kenapa bisa di sini?”

Langit terhenyak dengan pertanyaan Asa. Apakah perempuan ini tidak tahu orang tuanya?

GERHANA [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang