10. Luka✔️

480 50 19
                                    

Athana menikmati angin sore hari ini sambil mengendarai motor menuju warung Aa Ujang. Dia dan kawan-kawannya sudah janjian untuk sekedar mengobrol santai hari ini.

Tak lupa senyuman terlukis indah di wajahnya. Setiap dia melihat anak ayam di perkampungan yang ia lewati tanpa sadar bibirnya tambah melengkung lebar dan tertawa kecil. Ia teringat anak ayamnya aish? Mengapa ia harus ingat si anak ayam? Tidak! Dia tidak boleh mengingat bahkan memikirkannya!

Athana memarkirkan motornya lalu menyigar rambutnya ke belakang.

"Elah! Si kutil kuda banyak gaya." Seru Vano yang dari awal memperhatikan Athana.

"Kutil kuda, kutil kuda ... Ganteng gini lo sebut kutil kuda?" tanya Athana yang langsung duduk mengapit leher Vano.

"Duh, duh giliran di panggil kutil kuda sama gue marah eh di panggilnya sama Asa mah seneng."

"Kata siapa gue seneng? Engga tuh! Gue juga marah dan ga suka." Athana mengabaikan Vano yang memberontak karena ia terus di apit oleh Athana.

Setelah di tegur oleh Ragil barulah Athana melepaskan Vano, "Gila! Gue belum mau mati ya! Gue pengen nikah dulu."

"Lebay! Di cekik juga kagak!" ucap Leon.

Vano yang tidak terima langsung membalas mengapit leher Leon yang ada di sebelah kanannya. "Nih, nih engga sakit kan?"

Yang lain hanya tertawa melihat itu.

"Tha, apa kabar lo?" seseorang berseragam putih abu datang lalu menepuk bahu Athana.

Athana berdiri dengan pandangan kaget, "Lah bang bintang? Baik bang, duduk dulu bang." Athana mempersilahkan laki-laki yang bernama bintang ini untuk duduk di meja sebelah kawan-kawannya.

"Bentar ya." Ucap Athana pada kawannya lalu menyusul Bintang.

"Bang Bintang sekolah? Ini kan hari Minggu." Tanya Athana keheranan.

Bintang hanya tersenyum, "Lo baik? Bukan sekolah, tadi gue gladi bersih buat persiapan lomba besok."

Athana mengangguk paham, "Ya seperti yang Abang liat. Abang sendiri gimana? Eum, masih kambuh? Bunda nanyain Abang, karena Abang jarang ke rumah jadi Bunda pikir Abang baik-baik aja. Dan Athana juga berpikir sama si kayak Bunda setelah ngeliat Abang sekarang."

Bintang tersenyum samar. "Eum, Alhamdulillah." Bintang menjawab ala kadarnya.

Athana yang paham bahwa Bintang tidak ingin membahas topik itu langsung merasa bersalah.

"Abang harus cobain basreng di sini! Gue yakin Abang pasti suka." Athana hendak beranjak untuk memesan makanan tapi tangannya di cekal oleh Bintang.

"Ga usah lain kali aja, gue tadi ga sengaja liat motor lo. Akhirnya gue samperin eh ternyata beneran lo." Ujar Bintang sambil berdiri, "Kalau gitu gue pamit ya! Bilang Bunda kalau gue baik-baik aja ya kalau ga baik baik aja palingan langsung di bawa ke rumah sakit jiwa."

Athana melotot tak suka, "Apaan dah bang! Dah sana balik."

Athana memperhatikan Bintang yang berjalan menuju motornya tapi belum sempat Bintang sampai motornya ia sudah di hadapkan dengan anak laki-laki yang Athana tidak kenal siapa.

Athana melihat dari kejauhan jikalau mereka tengah bercekcok dan menyudutkan Bintang.

"Tha, temen lo kenapa tuh?" Tanya Ragil menghampiri Athana.

Athana hendak menjawab pertanyaan Ragil tapi saat salah satu laki-laki itu menonjok muka Bintang, Athana langsung lari menghampiri mereka.

"Gesrek! Kalau mau berantem sini! Jangan keroyokan." Seru Athana.

"Belagu bener nih bocil." Ucap laki-laki yang tadi memukul Bintang.

Athana sudah tidak tahan, setelah mereka menyudutkan Bintang, memukul nya lalu mereka menyebut Athana bocil? Tidak terima! Athana tidak terima di panggil bocil.

Athana mengayunkan tangannya ke laki-laki yang tadi mengatakan dirinya bocil, menghiraukan suara Bintang yang memanggilnya untuk berhenti.

Kawan-kawan Athana yang melihat Athana beradu jotos sendirian langsung membantu Athana.

Bintang tambah pusing melihat kawan-kawan Athana itu, jantung nya berpacu lebih cepat ... Tidak, dia tidak boleh menunjukkan ini di tempat umum.

"ATHANA!" akhirnya Bintang berteriak, sudah banyak yang menonton aksi adu jotos itu.

Athana berhenti karena Bintang berteriak juga melihat sekelilingnya karena sudah banyak orang yang menonton bahkan memisahkan kawan-kawannya.

Athana membalikkan badan melihat Bintang yang sudah gemetar, Athana lupa satu hal.

Terakhir, Athana menginjak kaki laki-laki yang menyebutnya bocil sebelum berlalu menghampiri Bintang.

"Maaf bang," seru Athana sedikit panik saat melihat perubahan wajah Bintang yang sudah tidak ramah.

Wajah Bintang sama seperti yang dia kalau orang tua Bintang membawa anaknya ini ke Bunda. Wajah penuh dendam, emosi dan kecemasan.

"Gue pulang." Ujar Bintang singkat.

"Biar gue anter bang." Athana tidak mungkin memberikan Bintang menyetir motor sendiri dengan emosi seperti ini.

Namun Bintang menggeleng tegas, "Bilang terima kasih dan maaf ke temen lo."

Athana menatap punggung Bintang yang mulai melajukan motornya, ia harap Bintang tidak akan kenapa-kenapa dan saat sampai di rumah pun dia baik-baik saja.

"Makasih ya dah bantuin gue." Ujar Athana kepada kawan-kawannya.

"Santai aja kali, lagian gue juga sebel lo di panggil bocil! Secara tidak langsung, mereka nganggep kita juga bocil."

Athana tertawa kecil mendengar keluhan Vano. Lantas, ia mengeluarkan uang berwana merah dari saku bajunya lalu memberikan itu pada Leon. "Buat beli obat, dari bang Bintang."

Bohong, Athana berbohong. Bintang mana mau mengeluarkan uang? Tapi kalau Athana tidak mengatakan seperti itu, maka kawan-kawannya tidak akan menerima uang itu.

"Baik bener dah. Terus muka lo emang ga akan di obati juga?" tanya Ragil.

Athana meringis pelan menyadari bahwa rahangnya sakit jika berbicara, "Gue mah kuat."

Setelah mengatakan hal itu Athana pamitan pada semuanya, lalu meminta maaf pada Aa Ujang karena sudah membuat keributan.

Athana mengendarai motor dengan perasaan campur aduk. Bingung, ia harus kemana? Kalau ke rumah, bunda pasti marah apalagi kalau ia menjelaskan bahwa ia begini gara-gara menolong Bintang yang hampir mau di keroyok.

Dan untuk Bintang, jujur Athana merasa kasihan pada laki-laki itu ... Entah sudah berapa luka yang ia terima sedari dulu. Yang Athana tahu, Bintang tidak berani melawan. Entah apa maksud dari kata 'Tidak berani melawan' Athana juga tidak mengerti karena Bundanya tidak mau memberi tahu dirinya.

Tanpa sadar Athana malah membawa motornya ke arah komplek rumah, tapi bukan rumahnya.

GERHANA [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang