•Zahra POVAku terkejut saat Abi memelukku dengan erat, sebenarnya apa yang ada di pikirian lelaki ini. Kenapa ia bersikap seperti ini.
"Abi," ucapku lirih, Abi melepaskan pelukannya kemudian menatapku dengan intens.
"Zahra, kamu kenapa diam aja ,Za?"
Aku memperhatikan wajahnya yang terlihat senduh, apakah ia habis menangis.
"Gak pa-pa."
Setelah menjawab pertanyaan Abi, aku berusaha berdiri ingin pergi ke kamar dan istirahat. Sudah cukup untuk hari ini, aku sudah memahami segalahnya. Ini bukan salah Abi dan bukan salah siapa-siapa, ini sepenuhnya salahku, memang dari awal semuanya karena diriku.
Saat aku ingin berjalan Abi menahan tanganku.
"Jangan pergi, Zahra," ucapnya lirih.
Aku menunduk, sekarang setelah apa yang sudah terjadi rasanya aku memang sudah tidak ada hak apa-apa lagi di rumah ini. Mungkin sebutan pembantu yang dulu Abi berikan memanglah pantas untukku.
"Zahra, lihat aku."
Aku menatapnya dengan bingung, sejak kapan ia memanggil aku kamu seperti ini. Sekarang apa lagi yang akan ia lakukan, apakah dia tidak puas setelah melukaiku begitu dalam dengan ucapannya.
"Ada apa lagi?" Aku bertanya dengan lembut kepadanya, sebenarnya dalam hati rasanya ingin sekali membentaknya dan mengatakan seluruh amarahku padanya.
"Bi, kamu apa-apaan sih!" bentak Mila pada Abi.
Aku melihat ke arah Mbak Mila kemudian tersenyum, perlahan ku lepaskan tangan Abi dari tanganku.
"Bi, aku ngak mau jadi wanita yang egois, kalau kamu memang enggak mau denganku, aku gak pa-pa."
Abi hanya diam, susah payah menahan agar tidak menangis tapi aku sudah tak bisa membendungnya lagi, perlahan air mataku jatuh. Disaat itu juga aku berbalik berjalan menjauh ke arah kamar yang dekat dengan dapur. Semua ini memang salahku, entah dosa apa yang sudah kulakukan sampai terjebak di situasi yang seperti ini.
Kadang aku ingin lari tapi kamana? ayahku tentu tidak akan menerimaku lagi. Satu-satunya pilihan bertahan dan merelahkan takdir bermain dengaku.
Setelah sampai di kamar, aku mengunci pintu dan berbaring menatap poto pernikahanku dan Abi yang tergantung indah di dinding kamar ini, poto itu satu-satunya yang dipajang di rumah ini. Kata Abi ia tidak ingin mengingat hari ia dipaksa menikah denganku.
------•Abi POV
Aku diam memandangin kepergian Zahra. Dia menangis, entah sudah berapa dalam luka yang aku berikan padanya.
"Abi, kamu gak mikirin perasaan aku banget sih, berani-beraninya kamu pegang tangan dia di depan mata kepala aku sendiri!"
Aku menoleh ke arah Mila dan teman-temanku, mungkin selama ini aku salah, tapi sekarang tidak lagi.
"Aku mau kita akhiri hubungan ini, Mil," ujarku sembari menatapnya lekat. Aku ingin membuka hatiku untuk Zahra, aku ingin membahagiakan dirinya.
"Kamu gila, aku gak bakalan mau putus sama kamu!"
"Aku udah buat keputusan, Mil," aku terus berusaha meyakinkan Mila, aku tau perasaan ini masih milik Mila, tapi aku tidak ingin terbebani dengan perasanku yang selalu membuatku ingin dekat dengan Zahra.
"Aku gak terima di perlakukan kayak gini!"
Mila berlari pergi dari hadapanku, aku sebenarnya ingin mengejarnya tapi Zahra la yang harus menjadi prioritas saat ini.
"Bi, lo udah ambil keputusan yang tepat. Gue harap lo gak bakal termakan rayuan, Mila lagi," aku mendengarkan ucapan Sem dengan baik, hatiku terasa sedikit lega mendengar penuturannya.
"Zahra, cewek yang baik, Bro, kalo lo gak mau sama dia nanti buat gue aja yah."
"Ngomong sekali lagi gue pecat lo sebagai teman," rasanya kesal juga dengar ucapanya Miko, baru juga mau mulai nerima Zahra udah ada aja yang bakal gantiin.
"Tau lo, Mik."
Miko hanya terkikik sembari menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
Aku memang ada janji hari ini ingin bertemu sahabatku, tapi saat aku lagi dijalan mereka bilang udah ada dirumah, jadi kami mengobrol sampai sore. Saat lagi asik main game tiba-tiba Mila datang dan meminta maaf, kami mengobrol santai hingga Zahra datang dan semuanya menjadi kacau.
"Yaudah, kita pulang dulu, Bi."
Aku hanya mengangguk dan mengantar mereka keluar. Setelah teman-temanku pulang, aku segerah menuju kamar Zahra, kalau saja tidak ada mereka tentu semua ini tidak akan terjadi.
'Tok tok tok'
Zahra belum juga membuka pintunya, apa dia marah banget yah. Kucoba berkali-kali tapi belum dibuka juga. Akhirnya aku menyerah mungkin Zahra belum mau diganggu.
Pikiranku terus saja memikirkan Zahra, apakah wanita itu sudah makan dan sedang apa dia sekarang.
-----
Aku bangun pagi sekali hari ini, setelah mandi dan ganti baju aku segerah turun kebawah untuk melihat Zahra sudah keluar dari kamarnya atau belum.Ku lihat pintu kamarnya terbuka, pasti dia sekarang sedang berada di dapur. Buru-buru aku pergi kedapur untuk memastikannya disana terlihat Zahra sedang memasak dengan serius, ia memakai baju tidur berwarna laut dengan rambut diikat menjadi satu. Dia sangat manis, aku berjalan mendekatinya kemudian memeluknya dari belakang dengan erat. Rasa nyaman, itu yang aku rasakan saat memeluknya seperti ini.
"A... Abi, kamu ngapain?" tanya Zahra padaku.
"Sebentar aja, Za," aku memohon untuk pertama kalinya pada seorang wanita. Selama berpacaran dengan Mila aku tidak perlu izin untuk memeluknya, karna ia akan dengan senang hati menawarkanya padaku. Tapi aku tidak pernah memanfaatkan kesempatan itu untuk berbuat lebih karna aku tahu kesucian wanita itu adalah hadia untuk suami merekah kelak.
"Bi, aku lagi masak nanti gak kelar-kelar gimana?"
"2 menit lagi yah, Sayang," ucapku, kata-kata itu keluar begitu saja dari mulutku tanpa bisa aku cegah.
"Apaan sih," Zahra melepaskan pelukanku secarah perlahan.
"Kamu engak perlu seperti ini, kalau kamu terus kayak gini sama aja kamu memberi harapan untukku, Bi," sambungnya.
"Zahra, aku mau kita mulai dari awal, aku udah putus sama Mila dan sekarang aku ingin memulai awal yang baru dengan kamu, Za," aku berusaha meyakinkan Zahra.
"Kamu serius, Bi?" Zahra menatapku lekat, sepertinya dia masih ragu dengan ucapanku barusan.
"Aku serius sama kamu, Zahra Atara. Apa kamu mau memulai semuanya dari awal denganku?" tanyaku padanya bersunguh-sungguh, aku berharap ini adalah langkah awal yang baik untuk kami berdua.
"Aku mau, Abigail Sanjaya."
Aku tersenyum senang mendengar penuturannya, Kemudian menghapus air mata yang mengalir di pipi istriku yang cantik ini. Aku kembali memeluknya kemudian mencium keningnya.
"Makasi buat kesempatanya, Za," tuturku sembari mengelus rambutnya.
Pagi ini adalah awal yang baru untuk kami berdua, aku dan Zahra memasak bersama sesekali aku mengganggu Zahra dengan mencium pipinya. Setelah sarapan aku berniat mengajak Zahra jalan-jalan menghabiskan hari berduan untuk pertama kalinya dengannya.
......

KAMU SEDANG MEMBACA
ABIZHA [END]
Literatura KobiecaBuruan baca part nya udah lengkap!!!!! 😀 #Dilarang plagiat #Tinggalkan jejak Ini kisah hidup dimana seorang gadis harus hidup menderita dan terbebani, semua orang membencinya bahkan jijik kepada dirinya termasuk keluarganya karna dia hamil diluar...