Bab 17

2.6K 111 0
                                    


•Abi POV

Aku sudah sampai di rumah sejak satu jam yang lalu, rasannya sangat lelah. Sebenarnya aku masih mau menjaga Zahra, tapi karena ada karel lebih baik aku pulang.

Sekali lagi aku tegasin kalau aku hanya sekadar mau tanggung jawab karena sudah mendorong Zahra walaupun aku tidak yakin sepenuhnya.

Tapi melihat Zahra tersenyum kepada Karel sangat mengganggu pikiranku, kenapa juga ia harus mau senyum ke Karel segala.

"Wanita murahan," gumamku,

Sebenarnya apa yang sudah aku pikirkan, seharusnya biarkan Zahra tersiksa. Tapi kenapa aku tidak tega kepadannya.

Kalau melihat rumah ini semua kenangan Zahra seakan terputar seperti kaset rusak di otakku. Kenapa ia masih muncul di hadapanku.

"Ah sudalah, aku akan mandi dulu," ucapku pada diri sendiri.

Kepalaku terasa sakit bila memikirkan soal Zahra, lebih baik aiu melupakannya saja.

Aku membersihkan tubuhku kemudian berjalan ke arah ranjang dengan pelan. Saat memejamkan mata aku kembali mengingat Zahra.

"Sialllll!" pekiku.

Sudah dua puluh menit aku mencoba untuk tidur, tapi tidak kunjung tertidur.

"Baiklah," aku memutuskan untuk pergi kembali ke rumah sakit untuk mengecek keadaan Zahra sekarang.

Semoga saja sih Karel sudah pulang, pikirku dalm hati.
----
•Author POV

Zahra menatap semua hadia yang orang-orang itu bawa dengan binggung, pasalnya ia tidak tahu siapa yang mengirim ini semua.

Orang yang mengirim ini semua hanya meninggalkan satu surat kepadannya kemudian pergi begitu saja meninggalkan semua bunga dan coklat yang mereka bawa di kamar Zahra.

"Siapa yah kira-kira yang ngirim semua ini?" tanya Zahra kepada Karel.

"Aku juga enggak tahu, Zahra," jawab Karel malas.

Pasalnya sudah beberapa kali Zahra bertanya hal yang sama kepada dirinya, padahal Karel sendiri malas untuk membicarakan orang itu.

Untuk apa juga orang itu mengirimkan semua ini, Karel merasa risih dwngan semua ini. Baru pdkt aja udah nambah satu lagi saingan, pikir Karel.

Zahra menggambil beberapa bunga mawar dan memeluknya, ia begitu menyukai mawar. Karel yang melihat Zahra begitu bahagia dengan semua itu merasa jengkel.

"Suka banget yah?" tanya Karel kepada Zahra.

"Iya."

Karel mendengus kasar melihat Zahra yang sedang asik dengan semua hadia itu, kalau saja dia tahu kesukaan Zahra lebih dulu mungkin Karel akan mengirimkan bunga mawar lebih banyak dari ini.

Zahra meletakkan suratnya ke dalam tas, kemudian melihat ke arah Karel yang sedang pokus mengupas apel untuk Zahra.

"Rel, aku mau pulang," ujar Zahra pada Karel.

Karel yang mendengar penuturan Zahra menghentikan pekerjaannya dan menatap Zahra penuh tanya.

"Gak boleh," jawab Karel,  bagaimana bisa Zahra memutuskan untuk pulang padahal kesehatannya belum pulih. Baru beberapa jam yang lalu Zahra sadarkan diri, dn sekarang ia ingin pulang.

"Plis," mohon Zahra, dia tidak suka berada di sini. Lagian dia bisa merawat dirinya sendiri dan juga di rumah pasti ada Zia yang akan membantunya.

"Enggak!" tegas Karel.

Zahra yang keras kepala tidak mau menyerah, mereka berdua berdebat hebat hingga Karel memilih mengalah karena Zahra mengancam akan mogok makan.

"Ingat, banyak-banyak istirahat dulu. Gak usah ke mana-mana dulu,  Zahra," peringat Karel kepada Zahra.

Zahra hanya menganggukkan kepalanya menyetujui perkataan Karel barusan, ia pasti akan istirahat, Zahra sayang kepada janinnya dan pasti akan merawatnya dengan baik pula.

Setelah bersiap-siap Karel membantu Zahra duduk di kursi roda, dan mendorongnya pelan menuju parkiran.
 
Karel menggendong Zahra masuk ke dalam mobil, lalu pergi dari parkiran rumah sakit itu.

Tanpa mereka berdua ketahui bahwa Abi melihat Karel menggendong Zahra masuk ke dalam mobil, dan mengikuti mereka berdua dari belakang.

Sebenarnya Abi baru saja sampai saat Zahra dan Karel keluar dari rumah sakit itu.

Abi ingin melihat ke mana Karel akan membawa Zahra pergi.
-----
Di sisi lain Sem berjalan cepat menuju ruang rapat Tuan mudahnya itu,  ia harus segera memberikan kabar mengenai kepulangan Zahra dari rumah sakit.

Ia menaiki lift sembari terus berdoa agar Tuannya tidak marah.

Setelah sampai di depan pintu Sem langsung masuk tanpa memikirkan akan mengganggu orang-orang yang sedang rapat di sana.

"Permisi, Tuan Zuan, ada kabar penting,"tutur Sem.

Semua orang yang berada di ruangan itu seketika melihat ke arah Sem,  sedangkan Zuan hanya mengabaikannya dan kembali melanjutkan raatnnya.

Sem yang melihat Zuan tidak memperdulikannya kembali berucap.

"Ini tentang, Zahra," ucap Sem.

Zuan langsung menolehkan pandangannya ke arah Sem. dan berlalu pergi meninggalkan rapat, sedangkan Sem mengikutinya dari belakang.

......

ABIZHA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang